SAJAK DARI LANGIT - PART 14

689 107 14
                                    

Kalani kembali dari pelariannya. Ia kembali ke rumah setelah berkelana tanpa tujuan. Ia bahkan menghabiskan uang setengah juta rupiah untuk terus berada di jalanan. Pasalnya ia tahu bila ia singgah di suatu tempat, para bodyguard yang dibayar Jimi akan terus mengawasinya.

Bunda membuka pintu untuknya. Ia segera memeluk bunda. Lagi-lagi menangis sesunggukan padahal ia sudah berniat untuk berhenti menangis. Ayah juga keluar dari kamar mendengar tangisannya. Bunda lalu mengajaknya duduk di ruang tengah. Ia terus menunduk sambil menangis, bunda menggenggam jemarinya dan ayah merangkul pundaknya sembari menepuk pundaknya

"Ayah dan bunda sudah tahu, tadi Jimi ke sini dan menjelaskan pada bunda."

"Maaf, bunda. Aku seharusnya tidak membawa masalah hubunganku."

"Apa yang kau katakan? Kau masih anak ayah, meskipun kau menikah, kau tetap anak ayah.

"Ayah, bunda, apa yang terjadi bila aku memutuskan hubungan dengan Jimi?"

Ayah dan bunda tersentak mendengarnya. Selama 8 tahun pacara mereka memang tidak pernah putus. Kedua orang tuanya beberapa kali tahu mereka bertengkar hebat, bahkan ada juga yang sampai berhari-hari, tapi tidak pernah sampai Kalani menanyakan hal tersebut.

"Kalani, kau yakin?"

Kalani kembali menangis sesunggukan. Ayah menariknya dalam pelukan dan membiarkannya menangis di dadanya. Ayah mana yang tidak khawatir gadis kecilnya menangis sampai seperti ini. Meskipun Kalani bukan lagi gadis kecil yang menangis karena minta permen, gadisnya menangis karena dilukai laki-laki lain.

"Ayah tidak menyalahkanmu atau Jimi dalam kasus ini, meskipun bagi ayah, Jimi selalu yang paling salah karena membuatmu menangis. Tetapi, hubungan kalian berjalan begitu lama dan hanya kalian yang mengetahui seberapa dalam cinta yang kalian punya. Mungkin mudah untuk mengatakan sekarang mengakhiri karena kau sedang sangat marah, tapi kau telah menjalani hampir setengah hidupmu bersamanya. Mungkin ada baiknya bila kau memutuskan setelah pikiranmu lebih tenang."

"Aku sudah memikirkannya sejak lama, yah. Aku lelah bertengkar, tapi aku merasa dikhianati."

"Begini saja, ambil cuti selama tiga hari lalu pergilah berlibur. Mungkin kau bisa ajak Dinda pergi. Setelah pikiranmu membaik saat liburan, kau bisa kembali dan memutuskan."

***

"Kenapa kau tiba-tiba mengajakku pergi liburan?" tanya Dinda ketika mereka sudah tiba di bandara. Ia bertanya sambil mengambil tiket serta paspor miliknya dari dalam tas. Kalani dan Dinda akan pergi berlibur selama tiga hari di Malaysia-Singapura.

"Aku akan menjelaskannya nanti."

Langit sangat pengertian padanya sehingga mengizinkan keduanya cuti bersama. Ia juga meminta pada Langit agar tidak memberi tahukan kemana ia akan pergi. Kemarin ia menyalakan ponselnya dan puluhan pesan dari Jimi muncul. Ia segera menghapus tanpa membacanya.

Tidak memerlukan waktu seharian hingga mereka tiba di hotel yang ada di Singapura. Selepasnya mereka langsung bersiap-siap untuk jalan-jalan. Mereka mengelilingi kota, memotret pemandangan sekaligus singgah di berbagai toko untuk berbelanja. Hari itu Kalani melupakan rasa sakitnya sejenak.

Hari itu sepanjang hari Kalani berusaha melupakan semua penat dalam otaknya. Mencoba menjauhkan Jimi dari pikirannya. Meskipun seringnya gagal. Pikiran untuk berpisah menghantuinya. Siapa yang bisa mudah berpisah bila sudah menjalani hubungan lebih dari 8 tahun?

"Kau baik-baik saja?" tanya Dinda sekali lagi ketika mereka berada dalam kereta. Dinda sendiri sebenarnya yakin ada yang salah pada Kalani tapi dia tidak bisa menebak masalahnya. Kalani memang tertutup sejak dulu. "Aku tak pernah melihat wajahmu semurung saat kita liburan sekarang."

Kalani berusaha tertawa. "Apa kau sekarang semakin melankolis? Aku hanya kelelahan.

"Kau terus menghembuskan napas. Kau ada masalah, benar kan?"

Kalani merangkul pundak sahabatnya. "Nah, bagaiman kalau kau bantu menghiburku? Jangan bahas masalahku sekarang, oke?"

Dinda akhirnya menganggukkan kepalanya.

***

Ponselnya berdenting ketika ia ingin tidur di malam hari. Jimi memberikan pesan singkat memanggil namanya. Ia lagi-lagi menghapusnya. Tak lama ponselnya bergetar tanda Jimi memanggilnya. Ia segera mematikan ponselnya lalu pergi tidur. Sebenarnya ia menyalakan ponsel hanya atas permintaan bunda. Agar bunda tidak khawatir.

"Kalani!" seru Dinda ketika Kalani baru saja selesai mandi keesokan harinya. "Jimi mengklarifikasi pada wartawan secara langsung, kalau tunangannya bukan Queisha dan dia hanya rekan kerja."

Bagi Kalani meskipun ia melakukannya sekarang, tidak ada artinya lagi. Perasaannnya sekarang menjadi hampa setelah justru pikirannya lebih tenang. Ia tidak merasakan sesak yang sama seperti hari kemarin. Mungkin saran bunda benar, ia benar-benar butuh liburan.

"Tunangan Jimi yang sebenarnya aku."

Dinda tertawa. "Aku juga berharap kalau tunangannya yang sebenarnya adalah aku."

Kalani lalu duduk di atas kasur sambil masih mengeringkan rambutnya yang basah. Ia menatap Dinda serius. "Din, sebenarnya alasan aku mengajakmu ke sini adalah karena Jimi."

Dinda melongo karena tidak mengerti. "Maksudnya?"

Kalani mengambil ponselnya yang sedang diisi baterai. Ia membuka galeri fotonya dan menunjukkannya pada Dinda. "Aku benar-benar tunangan Jimi, setidaknya sampai hari ini."

"SERIUS?" Dinda menjerit.

"Maaf aku tidak pernah mengatakan jujur padamu. Aku tidak mau hubungan kami terpublikasi, mungkin itu juga alasan mengapa hal ini bisa terjadi. Aku tidak tahu apakah Jimi benar-benar selingkuh, tapi yang jelas hubungan kami mungkin akan berakhir sebentar lagi."

Dinda semakin terkejut mendengar. Sahabat karibnya, yang selalu menemani ia bekerja setiap hari, yang selalu menjadi curhatannya tentang keluarga Xavier, ternyata adalah kekasih asli dari Jimi Xavier. Lalu ketika ia tahu, tiba-tiba hubungan mereka sudah mau berakhir. Yang benar saja!

"Kalani, kau gak lagi menghayalkan? Atau aku lagi menghayal?"

"Aku menjalin hubungan dengan Jimi sejak sekolah, sulit menjelaskan bagaimana aku bisa mengenalnya. Tetapi, kami sudah 8 tahun bersama."

"Queisha tahu?"

Kalani mengangukkan kepalanya. "Dia tahu dan kurasa dia sengaja." Ia lalu menceritakan semuanya dari awal. Bagaimana ia bisa berkenalan dengan Jimi, perjalanan hubungan mereka, hingga hampir berada di ujung perpisahan.

"Sialan, dia benar-benar sengaja. Bagaimana bisa dia menjadi ular seperti itu?"

Kalani mengangkat kedua bahunya. "Dia dan Jimi pernah dekat sebelumnya, jadi mungkin dia merasa aku telah merebutnya lebih dulu. Dia mungkin merasa sekarang waktunya karena aku sebentar lagi menikah."

"Ya ampun, Kalani. Kau tidak pernah menceritakan betapa sakitnya kau beberapa waktu ini, maafkan aku selalu menceritakan tentang mereka," Dinda tiba-tiba merasa emosional. Dia mulai menangis dan memeluk Kalani.

Kalani tidak ingin menangis lagi. Jadi ia segera melepaskan pelukan Dinda. "Tidak papa, Dinda. Kurasa sekarang aku baik-baik saja."

***

XAVIERS - BTS FanfictionWhere stories live. Discover now