SAJAK DARI LANGIT - PART 9

472 118 4
                                    

~Mei 2018

Kalani memindah saluran televisi berkali-kali. Tidak ada yang menarik perhatiannya. Lebih tepatnya, ia memang tidak ingin menonton televisi. Terpaksa karena mereasa sangat bosan. Hari Sabtu dimana biasanya sebagai harinya bisa berduaan dengan Jimi telah terenggut hari ini.

"Jimi tidak datang?" tanya bunda.

"Ada meeting mendadak, bunda."

"Jimi jadi semakin sibuk ya sekarang, apakah dia tidak kelelahan?"

"Mungkin lelah. Dia bilang jabatannya yang mendadak menjadi direktur utama pusat memerlukan beberapa penyesuaian, karenanya ia lebih sibuk sekarang. Dia bilang akan berakhir dalam beberapa bulan," jelas Kalani. Ia tidak ingin membuat bunda khawatir seperti ia mengkhawatirkan Jimi.

"Persiapan pernikahan kalian bagaimana?"

"Semuanya baik, bunda," jawab Kalani.

Sebenarnya tidak, beberapa kali mereka harus menjadwalkan ulang seperti saat memilih makanan dan dekorasi. Beberapa kali juga Kalani harus datang sendiri karena Jimi benar-benar sibuk dan tidak mungkin ditunggu. Mereka berdua memang memutuskan untuk memilih konsep sendiri meskipun tetap dibantu oleh weeding organizer. Persiapan pernikahan yang tinggal beberapa bulan ini sebenarnya membuat Kalani stress berat, tapi ia tahu Jimi lebih stress lagi dengan jabatan barunya.

"Bagaimana kalau kau memasakkan sesuatu untuk makan malam Jimi dan mengantarnya? Dia pasti senang bisa bertemu denganmu."

Kalani langsung berdiri dari tempatnya. Ia memeluk bunda sekilas. "Bunda memang terbaik."

Kalani pergi ke dapur dan melihat lemari serta kulkas, mencari-cari bahan yang bisa ia buat untuk memasak. Ia memutuskan untuk memasakkan pasta. Jimi menyukai pasta buatannya. Butuh waktu hampir satu jam sampai ia selesai menata kotak makanan untuk Jimi. Ia juga melebihkan porsinya untuk dirinya sendiri, agar mereka bisa makan bersama.

Setelahnya Kalani dan bersiap. Ia pergi menuju kantor Jimi. Kantornya yang baru lebih jauh dari sebelumnya. Bila disertai macet, membutuhkan waktu lebih dari 2 jam. Untungnya ia meletakkan makannya di tempat makan yang dapat menjaga suhu makanan. Lebih beruntung lagi jalanan tidak macet, sehingga hanya dalam 45 menit ia telah tiba di parkiran kantor Jimi.

Ini pertama kalinya Kalani datang ke kantor Jimi, ia tak berani muncul di kantornya sebelumnya. Malam ini karena perasaan rindunya, ia mengenyahkan ketakutannya untuk dikenali banyak orang. Pikirnya malam hari juga tidak akan banyak orang ada di kantor. Benar saja, hanya tinggal segelintir orang yang sedang lembur di kantor. Lobby kantor hanya diisi oleh satpam dan resepsionis.

"Ada yang bisa saya bantu, mam?" tanya resepsionis.

Kalani mengeluarkan sebuah kartu, Jimi bilang kalau ia ingin datang ke kantornya ia harus menunjukkan kartu tersebut ke resepsionis. Jimi memberikannya sejak lama, tapi baru sekali ia menggunakannya. Resepsionis tersebut langsung melayaninya dan mengantarnya. Dengan menggunakan lift, mereka naik ke lantai 40.

"Tuan Jimi akan segera selesai meeting, Anda bisa menunggu di dalam."

Kalani masuk ke dalam ruangan yang ditunjukkan resepsionis. Pertama kalinya ia masuk ke dalam kantor Jimi. Kantornya bernuansa putih hitam. Sangat luas, mungkin berukuran lebih dari 100m2. Ada lemari besar berisi buku-buku yang pastinya tidak dapat dipahami Kalani isinya karena berisi seputaran bisnis. Sebuah sofa berwarna hitam disertai meja berada di tengah-tengah, tempat menyambut tamu. Ada sebuah kursi santai yang terarah ke bagian jendela, memperlihatkan pemandangan Kota Jakarta dari ketinggian 40 lantai. Di atas meja kerja Jimi terdapat sebuah laptop dan beberapa pajangan unik, ada sebuah papan nama yang terbuat dari kaca kristal bening yang ditulis dengan tinta emas, tersemat nama Jimi di sana beserta jabatannya. Kalani tidak bisa menahan senyuman ketika melihat pajangan fotonya bersama Jimi ketika masih sekolah.

"Puas melihat kantorku?" tanya Jimi tiba-tiba sudah ada di pintu.

"Maaf, aku hanya terkejut dengan kantormu. Benar-benar luas."

"Apakah aku bilang melihat-lihat kantorku sebuah kesalahan, kenapa kau meminta maaf?" Jimi mengucapkannya sambil tertawa kecil. "Aku mengira salah dengar saat asistenku bilang kau ada di ruanganku."

"Apakah pekerjaanmu sudah selesai?"

"Sudah, apakah kau ingin pergi jalan-jalan sekarang?"

Kalani mendekati Jimi. Ia melepaskan jas dan dasi, serta membuka kancing pertama kemeja Jimi. "Kau sangat lelah, aku ke sini karena mengkhawatirkanmu. Aku membawakanmu pasta kesukaanmu."

"Benarkah? Aku pasti sangat membuatmu khawatir sampai kau mau datang ke kantorku."

"Bunda juga khawatir padamu, dia yang menyarankanku untuk datang. Ayo kita makan."

Kalani menyiapkan makannya di atas meja tengah. Jimi melihat makanan tersebut dengan bersemangat. Dia sendiri belum memakan apapun selain dua helai roti yang dilapisi selai kacang tadi pagi.

"Jim, Wina menghubungiku tadi pagi, dia menanyakan penjadwalan ulang kita untuk konsep dekorasi, apakah kau memiliki waktu?" Wina adalah weeding organizer yang mengurus pernikahan mereka.

Jimi terlihat berpikir. "Kapan kira-kira? Aku akan mengusahakan untuk meluangkan waktu."

"Hari sabtu minggu depan, bagaimana?"

"Kurasa weekend cukup baik. Bagaimana dengan undangan? Kau sudah membuat daftar?"

Kalani mengangguk. "Aku mengirimkannya ke email asistenmu tadi pagi. Kau bilang ia yang akan mengurus daftar sisanya dari tamu perusahaanmu?"

"Iya. Maaf ya, beberapa kali aku membiarkanmu mengurus semuanya," Jimi mengucapkannya dengan serius.

"Tidak masalah, Jim. Aku sudah bilang jangan terlalu memaksakan dirimu."

Jimi menyantap pastanya dengan lahap sampai ada sisa di mulutnya. Kalani mengambil tisu dan menghapuskan noda tersebut. Setelah mereka selesai makan, ia membereskan kotak makanan.

"Pastamu memang tidak pernah mengecewakan. Aku rela makan pastamu setiap hari setelah kita menikah."

"Akan kupastikan kau makan dengan benar saat kita menikah."

"Aku sangat menantinya. Mari kita pulang. Mobilmu akan dibawakan supir. Aku ingin mengantarmu."

***

~Juni 2018

Kalani berusaha menghubungi Jimi beberapa kali, tapi nomornya tidak aktif. Sementara Wina telah menghubunginya terus sejak tadi. Dengan kesal ia akhirnya memutuskan untuk pergi sendirian saja. Lagi-lagi Jimi tidak dapat dihubungi. Hari ini adalah yang terpenting dari sebelumnya, mereka akan mencari cincin pernikahan. Setelah makanan, dekorasi, gaun, ia juga harus menentukan cincin pernikahannya sendiri. Masalahnya pemilihan cincin pernikahan sudah dibatalkan selama 2 minggu. Ia merasa tidak enak pada Wina yang selalu dibatalkan janjinya. Ia berusaha sangat memaklumi kesibukan Jimi, tapi kadang-kadang sisi melankolisnya muncul. Seperti hari ini.

"Kalani, kau menangis?" tanya Langit muncul dari balik lift.

Kalani berusaha menghapus air matanya sembari masuk ke dalam lift. "Tidak papa."
"Apa Jimi melakukan sesuatu."

"Tidak, aku hanya sangat stress berat. Pernikahan ini terasa mencekikku. Aku ingin menikah di gereja saja rasanya."

Langit tertawa mendengarnya. "Kau melucu sambil menangis. Kemana kau mau pergi sekarang? Pulang?"

Kalani menggelengkan kepala. "Aku harus memilih cincin pernikahanku, tapi Jimi tidak dapat dihubungi."

Langit berhenti tertawa. "Apa dia sekarang benar-benar gila kerja? Tunggu aku akan menghubunginya."

"Aku sudah melakukannya sendiri, Langit."

"Aku akan mencoba menghubungi asistennya."

Maaf karena tidak update lebih dari 2 minggu. Kuharap kalian tetap setia membaca Sajak dari Langit. Jangan lupa tinggalkan komentar ya! Khususnya yang baru baca pertama kali, yang sudah juga tetap komen dan vote hehe. Luv

XAVIERS - BTS FanfictionWhere stories live. Discover now