SAJAK DARI LANGIT - PART 17

305 62 7
                                    

Kalani tersenyum kecil setelahnya. "Kau mungkin sekarang tidak tampan, Zen."

"Jangan bercanda. Di antara para sepupuku, aku yang tertampan."

Ketukan di pintu menyadarkan Kalani. "Sepertinya aku harus pergi sekarang."

"Kemana?"

"Makan siang. Kita bicara lagi nanti, dah."

***

Wajah Jimi cemberut melihat kedua sepupunya baru saja menghubungi Kalani. Sementara ia harus diam saja karena Langit melarangnya bicara. Memang dia yang meminta sepupunya menghubungi Kalani, karena ia ingin sekali mendengar suaranya. Sejujurnya ini bukan yang pertama kali.

"Kenapa kau tidak menghubunginya sendiri saja?" tanya Binar yang juga ada di sana.

Mereka sedang makan siang bersama setelah selesai rapat. Sejak hubungannya berakhir, para sepupunya berusaha tidak membiarkannya sendiri. Sering kali mereka datang saat makan siang. Jimi menjadi lebih gila kerja. Seminggu pertama ia tidak pulang ke rumah sama sekali, padahal ia baru saja keluar rumah sakit. Sekarang karena dimarahi orang tuanya, ia sudah kembali ke rumah. Tetapi, ia lebih sering diam. Seperti sekarang, ia tidak ingin terlalu berniat makan dan menanggapi para sepupunya.

"Bro, kau belum makan. Kalau kau sakit lagi, perusahaan akan kacau balau," Rayi mengingatkan ketika Jimi ingin bangkit dari tempat duduknya.

"Aku ingin mencuci muka sebentar."

Sementara Jimi pergi. Para sepupunya berbincang. Sebenarnya mereka sendiri masih tidak menyangka hubungan Jimi dan Kalani berakhir. Bagi mereka, Kalani sudah seperti satu-satunya sepupu perempuan mereka. Beberapa dari mereka mungkin memiliki kekasih atau pernah memiliki, tapi tidak ada yang seperti Kalani. Mungkin karena tidak ada yang menjalani hubungan seserius Jimi dan Kalani. Mereka juga tahu betapa Jimi sangat tergila-gila pada Kalani sejak ia duduk sebangku dengannya. Jimi selalu membicarakannya sampai mereka bosan.

"Kurasa Jimi bisa gila bila Kalani dekat dengan laki-laki lain," Dean mengucapkannya dengan prihatin. "Aku melihatnya duduk di balkon lantai 2 tadi malam. Aku langsung duduk di sampingnya. Takut dia melakukan hal aneh."

Rayi memukul kepala saudara kembarnya. "Hidupmu kebanyakan nonton drama. Lagipula dia tidak akan langsung mati bila meloncat hanya dari lantai 2. Setidaknya Jimi lebih pintar darimu."

"Aku akan berusaha menjaga Kalani selama mereka bertengkar. Kalau dipikir-pikir sejak dulu Kalani memang banyak yang menyukainya, beruntung Kalani orang yang tertutup," ucap Langit. Selain Jimi, dia memang yang paling dekat dengan Kalani karena sejak dulu berada di dunia yang hampir sama. Dulu ada beberapa orang yang mengirimkan Kalani surat ketika Kalani masih menjadi penyiar radio sekolah, sekarang pun ia masih dikirim beberapa surat.

"Asal bukan kau yang malah mendekatinya. Kau tahu Jimi sangat cemburu padamu," Zeno menimpali membuat Langit sedikit tersenyum.

Semua orang tahu Jimi pernah menghajarnya karena mengakui ia juga menyukai Kalani, sesaat setelah mereka berpacaran. Saat itu Langit tidak tahu kalau Jimi berusaha menjodohkannya dengan dirinya. Sewaktu dia tau, Kalani sudah jatuh terlalu dalam pada Jimi.

Jimi kembali beberapa saat kemudian. Ia tampak lebih segar dengan rambut setengah basah. Ia kembali duduk dan memaksa makan makanannya. Lagi-lagi tidak tertarik dengan perbincangan para sepupunya. Ia hanya akan menyahut apabila itu berhubungan dengan bisnis.

***

"Bisakah Anda membahasakan cinta sekarang dalam puisi Anda?" tanya pembawa acara pada Kalani.

Kalani membasahi bibirnya. Ia memandang Arya sekilas tapi pimpinannya itu hanya tersenyum untuk merikan dukungan. "Cinta ya?" Setiap kali ia harus membuat puisi tentang cinta, Jimi adalah orang yang ada di benaknya. Baginya cinta adalah Jimi, tapi tidak lagi sekarang.

"Bagiku, cinta sangat lucu

Terkadang terasa ia telah mempermainkanku

Ketika cinta hilang

Nafasku terasa begitu sesak

Seakan oksigen di dunia ini tak akan cukup buatku seorang

Padahal cinta juga lah yang memberikan detak pada jantungku

Padahal cinta juga lah yang menghangatkan hariku

Bagiku, cinta bagaikan angka delapan

Tidak berujung, tetapi bertemu pada satu titik."

Para peserta yang ikut dalam acara bertepuk tangan. "Wah, seperti biasanya, Kalani sangat baik dalam mendefinisikan cinta. Apakah sudah menemukan orang yang Anda cintai?"

Lidah Kalani terasa kelu tapi ia berusaha memasang senyum. "Belum," sahutnya sangat pelan. Hampir seperti bisikan kalau saja tidak ada microphone untuk mengeraskan suaranya.

"Bagaimana dengan Arya Dama, bagaimana cinta dalam puisi Anda?"

Arya tersenyum manis. Para kaum hawa yang merupakan mayoritas peserta menjerit menglihatnya. Terutama karena lsung di pipinya yang semakin terlihat. Kebanyakan pendengar radio acara Arya juga perempuan, acaranya sendiri berjudul Cerita Arya Dama.

Arya mengangkat microphone miliknya sambil menatap Kalani.

"Cinta adalah ia yang ada di depanku

Cinta adalah ia yang membuatku tersenyum sekarang

Cinta adalah ia yang ingin kuhapus air matanya

Cinta tidak hilang hanya karena detik jam berputar

Sewindu, sedasawarsa, atau semilenium sekalipun

Cinta hanya ada di sana

Hanya waktu dan Tuhan yang tahu

Siapa yang akan memilikinya

Maaf puisiku tidak sebagus milik Kalani."

"Jangan merendah, puisi kalian sama bagusnya," puji pembawa acara sambil tersenyum senang. "Puisi Anda terdengar seperti sedang menunggu seseorang, benar begitu?"

Arya tertawa kecil. "Begitu lah," jawabnya. Para peserta di sana jadi ramai karenanya.

Sementara Kalani merasa pipinya bersemu merah. Entah karena apa. Mungkin karena Arya membacakan puisinya sembari menatapnya, seakan-akan ditujukan padanya. Kalani segera menghapus pikirannya. Terlalu cepat untuknya berpikiran yang tidak-tidak.

***

Langit memperhatikan sahabatnya yang tidak berhenti tersenyum. Arya Dama, teman culunnya ketika sekolah kini telah menjadi orang tampan yang memiliki banyak penggemar lewat siarannya di radio. Ia tahu Arya sejak dulu menyukai Kalani sejak mereka berada di klub yang sama. Dulu ia tidak berani untuk sekedar menyapa Kalani karena merasa sangat gugup. Setelah lulus sekolah sahabatnya itu kuliah di luar negeri. Ketika ia kembali, mereka berdua memutuskan membeli stasiun radio ini agar bisa bekerja bersama seperti dulu. Tak disangkanya itu membuat pertemuannya kembali dengan Kalani.

Langit memberi tahunya kalau Kalani masih menjadi kekasih Jimi hingga sekarang. Sehingga dalam waktu setahun, Arya tidak mendekati Kalani secara terang-terangan. Tetapi, tanpa sengaja Arya mengetahui hubungan Kalani yang telah berakhir. Ketika Kalani sedang bicara pada Dinda.

"Apa kau begitu senang?"

"Tentu saja!" sahutnya cepat. Ia menyuap makan siangnya. "Aku tahu kau tidak akan mendukungku."

"Yah, meskipun kau sahabatku, Jimi memiliki ikatan darah denganku. Lagipula aku dan para sepupu lain benar-benar ingin Kalani menjadi bagian keluarga kami."

Arya menyeruput es kopi miliknya. "Bila aku berhasil merebut hati Kalani, apa yang akan terjadi?"

Langit menatap sahabatnya beberapa saat. "Aku akan memastikan hal itu tidak terjadi. Aku tak ingin melihat sepupuku gila," jawabnya. Ia mencampurkan nada bercanda dan serius dalam ucapannya.

"Well, aku akan berusaha semampuku sekarang."

***

XAVIERS - BTS FanfictionWhere stories live. Discover now