SAJAK DARI LANGIT - PART 24

372 39 3
                                    

"Kak Kalani, bila memaafkan semudah itu, apa gunanya ada penjara di dunia ini?"

Kalani tersenyum mendengar curhatan dari seorang remaja yang sedang marah dengan kekasihnya melalui acara radionya. Ia berkata kekasihnya sering mengingkari janji dan terlalu sibuk dengan teman-temannya. Kekasihnya selalu meminta maaf, tapi mengulanginya berkali-kali. Kalani teringat soal Jimi karenanya.

"Apakah kekasihmu korupsi atau membunuh seseorang? Apakah dia begitu menyakitimu?"

Gadis bernama Lia tersebut terdiam. "Aku mengerti kau kecewa, tapi bukan kah mengabaikannya sekarang merupakan hukuman untuknya? Dia mungkin juga terluka sekarang," sambung Kalani.

"Apakah aku harus memaafkannya?"

"Tergantung keputusanmu. Jangan bilang iya bila memang kau tidak ingin. Sebelumnya, mungkin kau bisa dengarkan dia. Kau juga bisa minta dia dengarkan pendapatmu. Bukan kah dengan begitu hubungan akan berjalan lebih baik?"

Lia menutup sambungannya setelah berterima kasih atas saran yang diberikan Kalani. Bimo memberikan salah satu lagu dari penyanyi Indonesia untuk Lia yang sesuai dengan suasana pagi hari ini yang mendung. Lagu lama dari Bunga Citra Lestari yang juga sempat menjadi soundtrack film dari Presiden RI B. J. Habibie.

"Bila iya katakan saja iya

Bila kecewa katakan saja kecewa

Menyimpan tidak semudah itu

Hanya akan menjadi bekas yang membeku di dasar

Meninggi hingga membetuk gunungan rasa

Meledak dan mengancurkan sekitarnya

Maka katakan lah

Dan bila memang kau mencintainya

Biarkan sisa ledakan mendingin

Membentuk pulau baru

Dan mungkin menjadi dunia baru untukmu

Sajak dari Langit, Rabu, 18 Juli 2018. Sampai bertemu esok hari," Kalani menutup acara radionya hari ini.

Dinda segera mendekatinya, sementara ia membereskan barang-barangnya. Ia hari ini mengajak Dinda untuk pergi ke Bandung. Ia harus cepat bertemu dengan Arya dan menyelesaikan semuanya.

"Kita naik apa?"

"Mobil," jawabnya singkat.

Dinda mengikuti Kalani menuju parkiran mobil. Ia menganga melihat mobil Mini Cooper yang dinaiki sahabatnya. Segera ia mengikuti Kalani masuk ke mobil di kursi penumpang.

"Aku tak pernah tahu kau punya mobil."

"Aku sempat mengenakannya sesaat sebelum putus dari Jimi, tapi tak pernah mengatakannya padamu. Aku mengembalikannya saat memutuskan hubungan dengan Jimi," jelas Kalani. Ia memasang sabuk pengamannya yang juga diikuti Dinda. Segera melajukan mobilnya.

"Lalu apa hubunganmu dengan Jimi benar-benar sudah kembali sekarang? Kukira kau mendatangi Arya karena ingin memulai hal baru."

Dua minggu lalu saat kembali dari Santorini, Jimi tidak langsung mengantarkannya ke rumah. Mereka mampir ke rumah sakit tempat dulu Jimi dirawat. Ternyata mobil Kalani masih ada di sana, tidak bergerak sedikit pun. Jimi bilang mobil itu tetap milik Kalani karenanya ia tidak menyentuhnya. Bahkan barang-barang di dalamnya masih lengkap. Jimi juga mengatakan bila Kalani tidak mau membawa mobilnya kembali, maka mobil beserta barang-barangnya akan terus ada di sana. Karenanya Kalani terpaksa membawa mobilnya tersebut.

"Belum, aku akan bicara pada Arya dan mungkin juga Queisha."

Dinda mengerutkan kening. "Kenapa harus bicara dengan wanita ular?"

"Aku tidak ingin kejadian yang sama terjadi lagi, Dinda."

Ponsel Kalani berdering. Ia segera menyambungkannya ke speaker mobil. "Ya, Jim?"

"Apa kau sungguh-sungguh pergi ke Bandung bersama Dinda?" tanya Jimi khawatir. 

"Iya, aku sedang dalam perjalanan bersama Dinda."

Jimi sejujurnya tidak setuju bila Kalani menemuinya lagi. Ia takut Kalani akan ragu lagi. mungkin saja Kalani menyadari kalau dia benar-benar menyukai Arya setelah bertemu dengannya lagi. Jimi tidak tahu apa yang harus dilakukannya bila itu terjadi.

"Apakah aku tidak bisa ikut denganmu?" tanya Jimi ragu-ragu.

"Terakhir kali kau menemui Arya di depanku, kau memukulnya. Lalu kau juga menemuinya untuk mengusirnya dari kantor."

"Aku tahu, aku tidak dalam kondisi berhak melarangmu. Tapi, bolehkah aku melarangmu sekarang?" tanya Jimi sekali lagi.

Kalani menghembuskan napasnya. "Tidak , Jim. Kalau kau ingin aku segera memberikan jawabanku untukmu sebaiknya kau biarkan akau menyelesaikan masalahku."

Ada jeda keheningan. Kalani tahu Jimi sedang berpikir.

"Maukah kau berjanji untuk tidak menjauhiku setelah bertemu dengan Arya?"

"Aku berjanji," jawab Kalani yakin.

"Kau berjanji?"

"Ada Dinda di sini. Kalau aku mengingkari janji, kurasa dia yang akan melemparkanku ke jurang lebih dulu."

Jimi akhirnya menyerah. "Baiklah. I love you, sweetheart."

sesaat setelah Jimi menutup ponsel, Dinda berucap, "Aku tidak pernah menyangka Jimi sangat posesif."

Kalani sedikit tersenyum mendengarnya. "Di awal pacaran, dia bahkan cemburu karena aku mengobrol dengan sepupunya."

"Dan kau bisa bertahan selama 8 tahun tanpa putus? Luar biasa," komentar Dinda.

***

"Kau yakin ini kantor barunya?" tanya Dinda sesaat turun dari mobil.

Kalani menganggukkan kepalanya. Ia mendapat alamat kantornya dari Langit, jadi kemungkinan salah sangat kecil. Lagipula stasiun radio di depannya cukup besar dan Kalani bisa melihat logo kecil perusahaan Jimi di papan nama di depannya.

Seorang wanita menyambut mereka. Di kartu nama yang tergantung di lehernya bertuliskan Nadia Vanessa. Ia mungkin seumuran dengan Kalani dan Dinda. Rambutnya di kuncir ke belakang. Kacamata tersemat di wajahnya. Ada yang aneh dari wanita di depannya tapi Kalani tidak tahu alasannya.

Dinda menyenggol tangannya. "Ah, Kalani," Kalani memperkenalkan diri.

"Dinda," tambah Dinda juga memperkenalkan diri.

"Nadia," jawabnya. "Ada yang bisa kubantu?"

"Kami ingin mencari Arya, apakah dia ada?"

Nadia terlihat baru menyadari sesuatu. "Arya, ya?" Ia menggaruk kepalanya yang sepertinya tidak gatal. "Sepertinya aku mengenalmu. Kau orang yang dia maksud?"

Kalani semakin bingung. "Aku tidak mengerti maksudmu."

"Ah, tidak. Aku akan segera memanggilnya."

Nadia mempersilahkan Kalani dan Dinda untuk duduk di ruang tunggu. Dinda kembali menyenggol lengan Kalani. Ia berbisik, "Bukan kah wanita itu mirip sekali denganmu?"

"Aku?"

XAVIERS - BTS FanfictionWhere stories live. Discover now