"Aku tau apa yang kamu alami, tapi kalau boleh ngasih pendapat, mungkin sebaiknya kau mencoba membuka diri pada laki-laki."Aku yang merindukan sahabatku, Yena, maka pada akhir pekan pun kami memutuskan untuk bertemu di sebuah cafe. Kami memesan minuman yang menjadi favorit masing-masing, vanilla latte dan starwberry milkshake.
Pertama kalinya kami berdua bertemu setelah saling terpisah, Yena menyadari kemurungan di raut mukaku. Tak perlu diragukan lagi, ikatan di antara kami begitu erat. Yena tau setiap detail tersembunyi dari balik ekspresiku. Bahkan, sejak kubuka rahasiaku pada Yena, gadis itu secara suportif memberi dukungan dan semangat agar aku tak menyerah untuk menghadapi kelemahanku ini.
"Iya, Yena. Kau sudah beribu kali mengatakannya. Kau tau, telingaku sampai perih mendengar kalimat itu keluar dari mulutmu ...."
"Kau ini, menyebalkan sekali. Itu kan bentuk perhatianku padamu!"
Dan pembicaraan pun berlanjut. Aku mengisahkan banyak hal, terutama tentang bagaimana kesan pertamaku berkenalan dengan Yoojung dan Saeron. Serta bagaimana nasib buruk yang terus datang menghampiriku semenjak aku mengenal Hanbin, Eunwoo, dan juga—yang terparah, Lee Taeyong.
"Pokoknya sial banget! Mana aku harus berurusan dengan cowok berandal itu, bagaimana aku bisa bertahan hidup di sana?"
"Tenang, Sohyun. Tarik napas ...."
Aku menarik udara luar sebanyak yang aku mampu, menuruti saran Yena supaya perasaanku jauh lebih tenang dan kesal di dada yang mendesak ini akan segera terloloskan.
"Saranku, kau harus cari pacar supaya terlindungi dari cowok bernama Taeyong yang kau sebut tadi."
"Itu saran apa pemaksaan, sih? Kau lupa?? Aku takut pada semua jenis cowok, ya, nggak mungkin lah aku milih satu. Apalagi buat aku jadiin pacar. Mustahil!"
"You know, nggak ada yang mustahil di dunia ini. Everything is possible."
***
Semburat langit yang menjadi kuning-kemerahan memaksa kami berdua untuk berpisah. Yena tak dapat menemaniku pulang sebab ia harus segera mengantar ibunya ke bandara sambil menunggu keberangkatan beliau ke Hongkong untuk urusan kerja.
Aku berdiri di tepi jalan, menunggu taksi datang. Karena mendadak, ponselku mati—low battery—aku tak dapat menghubungi Pak Yoon. Salahku juga. Aku jarang sekali mengecek persentase baterai ponsel kalau sudah asyik memakainya. Aku menyesal berkali-kali namun tetap saja kemalangan semacam itu tak bisa kuhindari.
Setelah cukup lama berdiri, taksi yang kutunggu tak kunjung datang. Di saat aku mulai menyerah, dua titik cahaya tertampakkan. Bibirku pun menyunggingkan senyuman.
"Akhirnya ...."
Aku bergegas menghentikan taksi itu dan masuk ke dalamnya.
Seperti yang kalian tau sebelumnya, aku takut pada sosok lelaki. Namun, dalam kondisi yang darurat, aku masih bisa mengendalikan diri secara terpaksa. Termasuk saat harus menumpang pada taksi yang disetir oleh seorang bapak berusia sekitar 50-an ini.
"Jalan, Pak," pintaku lirih.
"Tunggu!!"
Dan kala itu juga, aku dikagetkan oleh kedatangan seorang lelaki berjaket merah. Saking terkejutnya, tubuhku sampai terantuk ke pintu mobil di sisi kiriku. Dan dengan tangan yang gemetar, aku berhasil membuka pintu mobil tersebut dan malah lari terbirit-birit keluar.
"M-maaf, Pak. Taksinya nggak jadi!"
Lelaki yang di mobil terdiam beberapa saat. Ia memandang aneh padaku, gadis yang barusan duduk di sebelahnya, yang tiba-tiba keluar tanpa alasan dengan wajah ketakutan bak dikejar hantu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Get Out, Boys! [GOB] ✔
FanfictionKim Sohyun tumbuh dengan sifat yang tak biasa. Kedekatannya dengan perempuan membuat Ibunya sendiri ragu untuk menyebutnya normal. Gadis cantik, tinggi, dan pintar itu takut dengan makhluk berjenis kelamin laki-laki! Bagaimana keseruan Sohyun yang d...