GOB-024

791 148 15
                                    

"Ugh ...."

Sebuah napas berat berhembus dari mulutku. Pijatan di punggung ini serasa melepas tekanan batinku sedikit demi sedikit. Walaupun aku tahu, stres itu sifatnya elastis, artinya dia akan kembali menyerang ketika aku mulai lengah. Sialnya jadi seorang cewek, masalah utamanya cuma satu, perasaan.

Tunggu, perasaan? Memangnya perasaan macam apa yang aku miliki untuk mereka?

"Kamu mengajakku spa bersama, lalu mentraktirku, apa ada masalah yang mau kamu bicarain?"

Aku menoleh ke arah samping. Sambutan kedua mata Yena yang membuka lebar langsung mengejutkanku. Dia tahu segalanya, sudah pasti. Itulah yang aku harapkan dari seorang sahabat yang menemaniku sejak bangku sekolah menengah atas.

"Persiapkan dirimu, kamu akan kaget setelah denger apa yang mau aku ceritain."

"Wah ... penasaran, nih, semengejutkan apa sampai-sampai kau melamun hampir satu jam di sini?"

"Itu ... eum ... bagaimana aku mengatakannya ya?"

Lidahku berdecak, Yena masih sibuk menunggu penjelasan dariku. Tampak dari kedua alisnya yang tertarik sejajar ke atas.

Apa yang aku ingin dapatkan hari ini adalah pencerahan. Cukup berat bagiku mengatakannya lebih dulu pada Yoojung dan Saeron. Lagipula, aku kenal Yena lebih awal daripada kedua sahabat baruku itu.

Katakan Sohyun.... Apa kau mau malam ini tidur tak nyenyak?

Aku menelan ludah. Sembari kubalikkan badanku menyamping—tepat menghadap ke arah Yena—aku menyiapkan segala kalimat yang ingin kuutarakan di pikiranku. Kutata baik-baik agar kesannya tidak terlalu mengejutkan.

"Ada tiga cowok yang menyatakan cinta padaku. Menurutmu, aku harus bagaimana?"

"Apa?! Siapa?! Cowok?!"

Lima detik! Yena diam seribu bahasa, ini sama sekali bukan dirinya. Aku bingung, belakangan sikapnya mulai berubah. Mungkin kalian belum kuberi tahu, bagaimana dirinya 24 jam selalu menanyai kabarku. Entah aku dengan siapa, aku sedang apa, pergi ke mana dan punya agenda apa. Bisa kubilang, dia sangat protektif. Sempat Yena melarangku menghabiskan banyak waktu dengan Yoojung dan Saeron, ia juga beberapa hari lalu melarangku untuk mengobrol dekat dengan Hanbin. Aneh. Hanya satu kata itu yang terputar di kepalaku.

"Kenapa? Kok diem aja, sih? Menurutmu aku harus gimana? Pusing tahu mikirin ini doang. Sshh ... susah banget ya jadi anak cewek. Apalagi muka aku yang cantik kayak gini, sekali ditembak cowok, eh ... muncul lagi pejuang cinta yang lain."

Diam. Lagi-lagi Yena tak membalasku, padahal aku sedikit bergurau padanya. Kenapa? Dia marah?

"Kenapa, sih? Kok mukamu jadi ngeselin gitu?"

"Udah selesai, 'kan?" sahutnya kemudian.

"Apanya?"

"Spa."

"Oh, sepertinya udah."

"Aku mau balik duluan. Ada urusan."

"Loh, kok mendadak? Kamu ninggakin aku sendiri? Aku harus pulang sendirian nih?"

"Menurutmu?"

Sumpah. Aku nggak ngerti sama sekali ke mana arah pikiran Yena. Sia-sia dong aku ngajakin dia spa hari ini? Aku cerita panjang lebar soal masalahku, tapi malah nggak dikasih solusi. Tanggapan satu pun aja nggak aku dapet hari ini. Serius, Yena mulai aneh.

***

"Ah, panasnya!"

Keluar dari salon, terik matahari langsung menyengat kulitku. Aku telah menambahkan banyak sunscreen di wajahku, tapi panasnya masih terasa memanggang di sana.

Get Out, Boys! [GOB] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang