Loisa POV
Tasya sudah siuman dan berbincang dengan Bintang di ruang rawat sementara aku dan Leon diluar. Kami disuruh keluar karena mereka mau ngobrol. Sebelumnya Leon sudah memberi cemilan untuk mereka.
Aku ngantuk, sebaiknya aku pamit dulu deh. Ku intip keadaan di ruangan itu lalu mereka menoleh.
"Hai." Sapaku sembari masuk. "Aku pulang dulu ya."
"Iya, hati-hati." Sahut Bintang.
"Ini siapa Bin?" Suara Tasya sedikit serak.
Segera aku menoleh kearahnya. "Aku temennya Al." Sembari tersenyum.
"Oh, ku kira selingkuhanmu Bin." Sindir Tasya.
Aku hanya tersenyum kikuk lalu permisi keluar. Hampir saja aku teriak saat tubuh tegap Leon di depanku. Dia tinggi juga tapi aku menunduk. Dia menjijit?
Sudah pasti. Soalnya pas ga sengaja menghimpitnya dia sedikit lebih pendek dariku. Blushhh Oh tidak, mengingat kejadian tadi siang membuatku....
"Permisi, aku mau pamit pulang ke Bintang."
Suara Leon menarikku lagi ke dunia nyata. Aku menggeser badanku lalu Leon masuk ke ruangan itu.
Huammm
Aku menguap untuk yang kesekian. Segera aku melangkahkan kaki ke parkiran. Sudah malam rupanya. Sedikit dingin. Kulihat mobilku terparkir lumayan jauh.
Melihat parkiran ini mengingatkanku kejadian pagi tadi. Huftt aku hela napasku karena sekilas wajah datar Leon terputar di kepalaku.
Sekarang aku di dalam mobil dan segera menghidupkan mobil. Kulihat Leon berdiri di pintu rumah sakit. Dia hanya berdiri sembari mengeluarkan sesuatu. Rokok? Ohh dia merokok ya. Buat apa aku melarangnya? Aku bukan siapa-siapanya.
Mobilku berjalan melewatinya dan ku klakson tapi dia menyuruhku berhenti. Ku buka jendela mobil.
"Kenapa?" Tanyaku.
"Hati-hati. Awas begal." Dia mengingatkanku. Apa dia mulai perhatian?
Kuanggukkan kepalaku sembari tersenyum, tapi tidak dengannya. Wajahnya datar saat mengatakan hal tadi.
Sadarlah Lois, kau bukan siapa-siapanya dia. Bukannya kau tidak ingat pas Bintang menanyakan kehadiranmu? Bodohnya aku.
***
Pagi ini sedikit sibuk. Siang nanti anggota MLTR akan datang ke hotel yang kubina ini. Semoga kesibukan ini membuatku lupa tentangmu Leon.
"Miss, ballroom Pavallum nya hampir siap. Mungkin miss mau melihatnya. Buat memastikan."
Asistenku dari HRD selalu sibuk dengan tugasnya. Dia sangat giat dengan kerjaannya. Ku anggukkan kepalaku lalu Winny, asistenku keluar dari ruanganku.
Aku terpana melihat hasil kerja keras para staff disini. Mereka menyelesaikan semuanya dalam waktu singkat. Ballroom ini benar-benar seperti konser sungguhan di alam terbuka.
"Perfect." Gumamku.
Tiba-tiba hpku yang ku pegang berbunyi. Segera kuangkat.
"Loisa Fyffe here, can I help u?"
"Hallo miss, ada pesanan di ruang keamanan. Buat miss ditulisnya."
Pesanan? Aku tidak memesan apa-apa. Apa aku turun saja melihat pesanan itu?
"Aku akan kesana."
Segera kuputuskan telponnya dan segera pergi ke ruang keamanan. Aku menanyakan dimana pesanannya dan mereka memberikan sesuatu.
"Kopi?"
"Iya miss, tadi ada mas-mas yang ngantar. Dia bilang itu di pesan miss. Gimana miss?"
Mas-mas? Aku penasaran.
"Perawakannya gimana?"
"Dia sedikit muka asing sih miss, kayak miss gitu. Tapi suaranya ga terlalu berat kalau buat cowok. Wajahnya biasa aja waktu nganter pesanan ini."
Sedikit mengarah ke Leon? Hmm..
"Dari mana?"
"Itu ada di pesanan miss. Flow cafe."
Segera aku melihat pesanan itu. Aku tersenyum membaca nama cafe itu. Leon. Hanya itu yang terucap di hatiku.
"Iya, ini pesanan saya. Terima kasih."
Segera aku memasuki hotel lagi. Ini bukan kopi. Tapi matcha. Mungkin menu baru mereka.
Alice POV
Aku hanya melihat dari kejauhan untuk melihat Lois menerima pesanan itu. Iya. Aku sengaja mengantarnya dan memberitahu supaya satpam hotel ini tidak menyebut namaku.
"Kau suka GM baru kami?"
Suara bang Fredian, satpam pos yang bertugas mengejutkanku. Segera kugelengkan kepalaku.
"Engga bang."
"Kalau iya tidak apa kok. Kemarin kami sedih melihat miss Loisa nangis di tepi kolam tiap malam. Serasa ngelihat hantu. Hantu bule.. hehehe"
Aku tersenyum sambil geleng-geleng.
"Miss Loisa memang ada masalah apa?" Aku mulai kepo.
"Kata anak-anak service, dia diputus pacarnya. Kata mereka sih karena mantannya miss ga sengaja hamilin anak orang, Al."
Oh gitu. Aku hanya mengangguk lalu pamit pulang yang kemudian diberi wejangan sama abang itu. Ada-ada saja.
Aku teringat ciuman kemarin siang. Kuraba bibirku sebentar lalu menghembus napas dengan berat.
Bibirku jadi sasaran pelampiasan berarti. Kasiannya bibirku udah ga perawan.
Nyutt
Dadaku sedikit sakit. Aku harusnya tidak pernah lagi menemuinya. Cukup sudah dengan perasaan ini. Aku tidak mau perasaanku dipermainkan.
"Sebelum kau jatuh lebih dalam, Al."
Kuingatkan diriku sendiri.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Coffee (GXG) {FIN}
RomanceBook #1 Sebuah kisah cinta antara seorang pelanggan dan barista di sebuah cafe. Ikuti kisah mereka dengan secangkir kopi panas dan cemilanmu. Ini bergenre gxg.. yang homophobic silakan bergeser