Author POV
Setelah malam itu, semua berjalan seperti biasa. Staff kitchen dan beberapa staff yang mengenal Alice terkejut melihat Alice berjalan bersama GM mereka, Loisa Fyffe.
Siang ini mereka dipisahkan dengan pekerjaan masing-masing. Loisa memberi kecupan lembut di bibir Al sebelum kekasihnya itu berangkat kerja.
"Bos, Anna ijin. Dia sakit katanya, dia dirawat ibu kostnya."
Al menoleh kearah Andre yang bertugas disampingnya. Al mengangguk sembari menyelesaikan tugasnya.
"Sepulang kerja, gimana kalau kita ke kost-annya?" Celetuk Indra yang siap mengantarkan pesanan.
Alice mengangguk. "Itu yang kurencanakan. Kasian kalau anak magang cuma kita anggap tenaga tambahan. Dia secara tak langsung sudah menjadi keluarga kita, bukan?"
Mereka berdua mengangguk. Malam hari berganti, tidak terasa semua begitu cepat. Semua staffnya bersiap untuk ke kost-an anak magang mereka.
"Bin, kau tahu alamatnya kan?"
"Iya bos. Bos, boleh bawa Tasya ga?"
Al membuka pintu mobilnya. "Boleh, setelahnya pasti kencan kalian." Al menyindir mereka sementara teman yang lain menertawakan mereka.
"Bos ga kencan sama miss itu?" Celetuk Tasya.
Tasya memang memanggil Al dengan sebutan Bos, dia merasa kalau dia sudah termasuk keluarga cafe Flow. Mereka menerima saja yang penting jangan bikin malu cafe itu dengan hal yang tak berguna.
"Dia sibuk sama kerjaannya." Jawab Al biasa saja.
Walau begitu entah kenapa dia merasa resah. Seakan ada hal yang tidak diinginkan.
Sementara di tempat lain...
"Jadi bagaimana sayang? Jawabanmu?"
Seorang lelaki menaikkan dagu seorang wanita dengan lembut tapi tidak dengan senyumannya. Itu seperti senyuman setan. Matanya tidak ikut tersenyum.
"Segitunya kamu mau jadikan aku istri kamu?"
Lelaki itu memancarkan aura tak sukanya dan menghimpit wanita yang sedang duduk di meja kerjanya.
"Tentu saja my baby, Loisa Fyffe."
Wanita itu terdiam saat lelaki itu menunjukkan sebuah surat yang tertera tanda tangannya.
"Apa-apaan ini?" Loisa seorang GM hotel merampas kertas itu.
Lelaki itu tersenyum tipis malah terkesan keji.
"Kau menandatanganinya sewaktu kau mabuk." Bisik lelaki itu ditelinga Loisa.
Wanita itu merinding.
"Kontrak. Oh bukan. Itu ancaman karena aku mengingini tubuh indahmu sayang." Dia terdiam. "Kalau kau menolak, orang-orangku akan membunuh orang tuamu yang ada di Irlandia Utara."
Loisa hanya bisa terdiam. Bisa-bisanya dia menandatanganinya sewaktu mabuk.
"Aku punya kekasih." Ucapnya dingin.
Lelaki itu diam lalu tersenyum.
"Siapa pria itu?"
"Dia bukan pria sepertimu."
"Oh jadi dia perempuan? Kau harus kubuat normal kalau begitu."
Lelaki itu mencium paksa bibir Loisa dan meninggalkan sedikit darah. Dia menggigit bibir wanita itu.
"Akan kubunuh dia."
Lelaki itu keluar ruangan Loisa dengan menutup pintunya sekuat tenaganya. Loisa terduduk lemas di meja kerjanya. Seketika ia sesegukan.
"Leon, kumohon menjauhlah dariku."
Di luar ruang kerja Loisa, lelaki itu masih di sana. Dia tersenyum lebar dengan aura yang menakutkan. Dia mendengar nama kekasih Loisa.
"Leon." Dia beranjak. "Akan kubunuh kau."
Alice POV
Sedari tadi aku merasa ada yang mengganjal. Semoga saja Lois baik-baik saja.
Anna ternyata hanya terkena demam ringan. Kepalanya masih pusing katanya jadinya kami lebih banyak diam dan mendoakan yang terbaik buat anak magang kami.
"Kami pulang dulu ya, Anna." Seru Indra.
Hmm sepertinya bakal ada yang jadian nih. Aku hanya tersenyum melihat keduanya. Yah beginilah masa muda.
"Jadi kapan mau nembak dia?" Bisikku setelah jauh dari kost-an Anna.
Indra tampak salah tingkah dan kami menertawakannya. Jarang-jarang melihat Indra malu-malu kucing. Biasanya dia sering malu-maluin.
Kring.. kring..
Ponselku bergetar saat hendak membuka pintu mobilku. Kuambil dan tertera nama Loisa. Yah aku menulisnya seperti itu. Tidak ada panggilan khusus. Mungkin belum.
"Hallo?"
"Leon, kita menjauh dulu ya."
Alisku terangkat otomatis. Apa maksudnya? Dia baru saja melepaskan segelku semalam dan dia minta kami pisah. Menjauh itu terlalu halus untuk...
"Leon, kumohon."
Kudengar dia sedikit memohon. Aku permisi sebentar ke teman-teman yang hendak pulang. Mereka kusuruh pulang duluan.
Malam ini terlalu gelap dan telpon dari Loisa bakal membuatku semakin tidak suka.
"Tolong jelaskan kak."
Kudengar suara diseberang sedikit berantakan.
"Hallo, Leon."
Kudengar suara lelaki disana. Jangan bilang kalau..
"Hei manusia lesbian. Menjauhlah dari tunanganku. Kau memilih pisah darinya atau kau yang akan mati."
Apa-apaan ini? Semuanya lelucon kan?
"Siapa kau?" Suaraku terdengar sedikit dingin.
Disana terdengar lelaki itu tertawa dan suara Loisa memohon-mohon supaya aku menjauhinya.
"Mana Loisa?!"
Aku tak peduli dengan sekitar. Sementara di seberang sana terdengar lelaki itu meremehkanku.
"Kau bisa mendapatnya tapi nyawa orang tuanya taruhannya."
Aku benar-benar tidak habis pikir. Lelaki ini gila. Apa yang dia mau?
"Berengsek kau!" Teriakku tertahan karena ini masih kawasan penduduk.
Suara tawa membahana di seberang sana. Aku hanya bisa mengepalkan tanganku.
Cukup hidupku dipermainkan seperti ini setelah kejadian masa kecilku dan kedua orang tuaku.
"Temui aku besok di stadion terbengkalai itu. Jam 7 malam. Ingat itu Alice Leonhart. I'll remember your name."
Sambungan itu diputus secara sepihak. Aku hanya bisa menatap langit malam. Senyumku sedikit merekah.
"Kau mencari mati, orang kaya."
Sesuatu di dalamku akan bangkit. Aku tahu apa itu. Aku sudah capek menjaganya untuk tetap diam disana. Tapi untuk besok kulepaskan dia tanpa apapun.
"Bersiaplah kau, Glans. Kau punya kerjaan besok."
Panggilan khusus itu diciptakan papaku buat sisi lain dari diriku. Sesuatu yang hampir membunuh papaku dan anak buahnya.
Glans, sisi gelap yang akan bangkit. Sisi membunuhku. Maafkan aku kawan, aku benar-benar senang kau menantangku.
Senyumanku semakin lebar. Aku yakin mataku menyalang di tengah kegelapan. Di tengah malam terakhir bangsat itu.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Black Coffee (GXG) {FIN}
RomanceBook #1 Sebuah kisah cinta antara seorang pelanggan dan barista di sebuah cafe. Ikuti kisah mereka dengan secangkir kopi panas dan cemilanmu. Ini bergenre gxg.. yang homophobic silakan bergeser