Maaf (2)

3.2K 224 4
                                    

Malam ini turun hujan sesuai ramalan cuaca hari ini. Loisa menyetir mobilnya pelan-pelan karena hujan turun sangat deras sehingga susah melihat jarak ke depan.

Perlahan mobil itu membelah malam di jalanan dengan sedikit kendaraan berlalu lalang. Jam 12 malam, Loisa akhir sampai dengan selamat di apartemennya dan sekarang ia membaringkan badannya.

Dia menatap langit-langit lalu melamun. Bayang-bayang Leon kembali muncul dan segera dia menutup matanya dengan bantalnya lalu perlahan ia menangis.

Ia merindukan Leon dengan sangat. Lelah dia menangis akhir terlelap dengan sendirinya hingga pagi.

Pagi yang cerah untuk para makhluk bumi. Loisa masih terlelap dalam tidurnya, untungnya dia shift sore jadi masih ada waktu baginya untuk berleha-leha di kasur kesayangannya.

"Mmhh!" Loisa merenggangkan badannya sampai melorot ke pinggir kasur dan terjatuh.

"Aduh!"

Dia segera berdiri dan pergi ke kamar mandi. Dia sudah berjanji akan menuntaskan permintaan maafnya ke gadis bernama Nat.

Sementara di lain tempat, Nat masih terlelap dalam mimpinya dan tidak ada seorang pun membangunkannya. Tiba-tiba pintu kamarnya di buka pelan. Ternyata adiknya, Rista yang berjalan ke kasur Nat. Dia ternyata hanya melanjutkan tidurnya, tapi tidak dengan Nat yang perlahan terbangun.

"Rista." Panggilnya dengan suara khas bangun tidurnya. "Gulingku jangan di ambil."

Mereka rebutan guling milik Nat dan tak sengaja Rista menendang kaki Nat. Sontak Nat memukul Rista sekuat tenaga sehingga Rista terkejut. Dia terduduk dan melihat kaki kakaknya.

"Kakinya masih sakit, ya?" Polosnya.

Nat langsung badmood dan tak niat menyahutinya. Dia memaksakan dirinya untuk duduk. Dilihatnya kakinya itu, kaki yang bengkak kemarin sudah mengecil tapi masih nyut-nyutan. Setidaknya kakinya bisa di ajak sedikit kompromi.

"Awas Ris, aku mau mandi." Nat berniat berdiri tapi kakinya masih lemas.

Dia duduk sebentar untuk mengumpul nyawanya sembari mengantuk. Sudah 30 menit dia tertidur duduk seperti itu. Dan tak lama pundaknya di tepuk pelan dan terdengar suara bisikan.

Nat masih tertidur sehingga membuat orang di depannya terpaksa membaringkan dia lagi. Tetapi di saat Nat hendak di baringkan, dia terkejut dan segera membuka matanya.

Dia terdiam melihat manik mata yang indah di depannya lalu jantungnya kembali berulah seperti semalam. Wangi parfum orang itu terhirup ke rongga hidungnya.

Dari keduanya mereka tidak ada yang mau memutuskan kontak mata itu. Entah siapa yang memutuskan, bibir mereka menyatu, hanya menempel. Mata Nat terbelalak sempurna merasakan bibirnya bersentuhan bibir orang di depannya yang sekarang memejamkan matanya.

Nat berniat membuka suara tapi itu sebuah kesalahan. Sesuatu yang lembut menerobos masuk ke rongga mulutnya. Dengan sedikit kewarasan, Nat segera mendorong orang itu kuat sehingga ciuman itu terputus.

"Kenapa datang langsung menciumku?" Ucap Nat sembari mengatur napasnya dan detak jantungnya.

Orang yang di depannya tersenyum tipis lalu dia menjilat bibirnya sendiri. Loisa menatap Nat dengan nafsu.

"Ada perlu apa, Loisa?"

Loisa mendekatkan dirinya ke Nat tapi suara Rista menggelegar dari dapur memarahi Yehez, adiknya.

"Maaf, bagaimana dengan kakimu?" Loisa menatap kaki Nat yang bengkaknya semakin mengecil.

"Masih sakit." Ucap Nat datar.

Loisa hanya membulatkan mulutnya sebentar lalu dia merogoh kantong kain bertuliskan nama hotel terkenal dan dia mengeluarkan sebuah kotak yang lagi-lagi bertuliskan nama hotel. Loisa memberikan itu kepada Nat yang menatapnya bingung.

"Kau cari sarapan di hotel?" Tanya Nat.

Loisa hanya tersenyum tipis, "Aku kerja di sana."

Nat hanya mengangguk kaku. Suasana kembali canggung. Nat memakan sarapan yang di bawa Loisa dengan di tatapi Loisa.

"Kau bisa memakannya sedikit." Nat menyodorkan kotak itu.

Loisa menggeleng, "Aku sudah sarapan di sana."

Kembali Nat makan sendiri tapi kali ini dia tidak di tatap manusia cantik itu. Dia tampak fokus sama hp mahalnya. Sesekali matanya melihat kamar Nat.

"Kamu kerja dimana?" Celetuk Loisa sembari menatap seragam kerja Nat.

"Cafe." Sahutnya singkat karena mulutnya penuh.

Nat melihat Loisa yang sedang melihat seragam kerjanya. Kelihatannya dia sedikit sedih.

"Ada yang mengganggumu?" Tanya Nat.

Loisa yang tadinya melihat seragam kerja Nat menoleh kearahnya dengan tatapan sendu lalu dia menghela napas.

"Calon tunanganku pernah kerja di sebuah cafe."

Nat hanya mengangguk ringan lalu memakan sarapannya. Loisa meremas bajunya sendiri.

"Tapi dia sudah meninggal."

Sontak itu membuat Nat mengurungkan niatnya untuk menyuap sarapannya dan kembali ditaruhnya lagi.

"Apa dia sakit?" Tanya Nat pelan.

Loisa menatap Nat tepat di pupil matanya. Nat dapat melihat kesedihan dari mata Loisa dan itu membuat Nat menggenggam tangan Loisa yang sedari tadi meremas bajunya.

"Aku turut berduka cita." Nat memberikan senyuman terbaiknya ke orang yang sekarang ada di depannya.

Loisa tersenyum tipis lalu dia menunduk. "Dia cinta pertamaku."

"Beruntungnya dia menjadi pacarmu. Kamu kuat ya." Ucap Nat.

Hening sejenak.

"Kamu sebagai apa di cafe?" Tanya Loisa.

"Barista." Jawab Nat.

Loisa tak sengaja menyenggol hpnya dari kasur Nat. Nat melihat Loisa mengambil hpnya sedikit gemetar.

"Kau yakin sudah makan?"

"Su..sudah."

Nat merasa aneh dengan tingkah Loisa sekarang.

"Dia.." Nat menggantungkan kata-katanya sehingga membuat Loisa terdiam.

"Dia seorang barista?" Lanjutnya.

Loisa mengangguk pelan. Nat hanya bisa diam.

"Siapa namanya?" Tanya Nat lembut.

Loisa menatap Nat takut-takut. Nat membuka luka yang harusnya Loisa tutup.

"Alice... Leonhart."

Nat diam. Loisa diam. Tidak ada yang membuka suara lagi sampai Rista membuka kamar Nat sambil membawa minuman buat Loisa. Tapi Loisa berdiri.

"Aku punya abang disana." Akhirnya Nat membuka suara dan itu membuat Loisa menoleh dan mereka saling tatap.

Rista memilih keluar dari kamar Nat.

"Calon abang ipar." Ucap Nat, "Kak Anatasya itu sepupuku. Maaf, tapi aku melihat kejadian itu."

Loisa memilih keluar dari kamar Nat dan terdengar suara deru mobil meninggalkan perkarangan rumah Nat.

Nat hanya menghela napas sembari membaringkan badannya.

"Maaf bang Al."

***

Black Coffee (GXG) {FIN}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang