Step 2

6.1K 505 1
                                    

Alice POV

Aku merokok di depan cafe tanpa memakai seragam cafe. Iya, aku sedang tidak mood buat kerja. Bos mah bebas.

"Fuuhhh." Aku menghembuskan asap rokok.

Aku hanya memandang para pelanggan keluar masuk cafeku dan kendaraan berjalan di depan cafeku. Aku menghela napas saat teringat perkataan bi Ratna dan perkataan almarhum papa.

'Jangan dekati Loisa lagi. Kau membuat keluarga kita malu!'

'Perbaiki hubungan mas Al dengan nona yang kemarin, mas.'

Kedua perkataan itu terus berputar di kepalanya. Aku menyesap kopi hitam yang aku buat di belakang.

'Brumm'

Terdengar deru mobil di depanku dan sekarang terparkir rapi. Aku tidak peduli dan terus menghisap rokokku.

"Al!"

Terdengar suara dari dalam cafe. Aku menoleh melihat ada orang bertengkar di dalam cafe itu. Segera aku berdiri dan mendekati mereka. Rupanya Bintang dan ceweknya, pelanggan cafe ini juga.

"Kamu kenapa jahat sama aku?" Cewek itu terisak.

Aku menatap Bintang sebentar lalu ke ceweknya, Anatasya. Aku menepuk pundak Bintang.

"Kalian berdua jadi sorotan disini." Ucapku. "Tolong selesaikan saja di belakang. Kalian membuat ricuh di cafe ini."

Bintang memegang tangan Anatasya tapi ditepis dan seketika dia lari keluar cafe tanpa melihat jalan raya dan 'Tiiiiinnnnn! Brak!'

"Tasyaa!!!!" Teriak Bintang sembari berlari ke tempat ceweknya terbaring lemah.

Aku ikut berlari dan hal ini mengingatku kejadian yang ingin kulupakan. Segera ku buka mobilku.

"Bawa Tasya ke mobilku. Kita ke rumah sakit sekarang!" Teriakku panik.

Bintang segera mengangkat Tasya dan sekarang mereka di mobil. Aku segera melaju kencang menerobos jalan raya dan dalam 5 menit sudah sampai di rumah sakit Elisabeth.

Kami berhenti di depan pintu UGD dan langsung saja perawat yang berjaga bertindak cepat. Bintang mengikuti para perawat itu. Sedangkan aku memarkirkan mobilku.

Aku terdiam seketika detak jantungku berdegup sangat kencang. Sekelebat ingatan itu menghantuiku. Aku mengeratkan kedua tanganku di setir sembari berusaha menetralkan detak jantung sialan ini.

'Tok tok'

Aku terkejut dan sontak melihat sisi kananku. Sedang apa dia di sini?

Aku keluar dari mobil tanpa menghiraukan dia. Aku meninggalkannya di parkiran dan berjalan menuju UGD.

"Al! Hei!"

Dia Loisa, yang harus kuhindari. Hanya ini satu-satunya agar dia tidak terluka seperti dulu.

Aku mengabaikan panggilannya sampai teriakannya membuatku berhenti.

"Leon!"

Aku terdiam dan menoleh ke belakang. Aku melihatnya menunduk. Wajah datarku hanya melihatnya yang sedikit terisak.

"Apa?"

Tiba-tiba dia memelukku. Aku terkejut. Terdiam. Dan sialannya jantungku berdegup sangat kencang.

Dia menangis dan langsung saja kulepas pelukannya itu.

"Kau salah orang. Permisi."

Aku memasuki UGD meninggalkan dia yang terdiam. Aku tidak mau melihat ke belakang. Pasti dia menangis.

"Berarti ingatannya kembali."

Loisa POV

Aku terkejut melihat seorang cewek lari ke tengah jalan dan seketika dia di tabrak mobil yang melaju kencang.

Aku melihat Alice memanggil 2 temannya ke dalam mobil dan segera melaju kencang.

Entah kenapa aku mengikuti mobil itu dan sedikit gambaran di kepalaku berputar.

Aku merasakan kakiku tergelincir dan kepalaku terantuk ke benda keras yang membuatku tak sadarkan diri. Perlahan aku mendengar sayup-sayup suara anak kecil memanggilku, 'Kak Loisaaaa, huaaaaa papaaaaa.'

Aku merasakan kepalaku sedikit sakit lalu aku melihat mobil Alice berhenti di depan pintu UGD yang langsung di jemput para perawat lelaki. Lalu dia ke parkiran, aku juga memarkirkan mobilku.

Aku keluar mobil dan mendatangi mobil nya. Kulihat dia menoleh tapi mukanya datar.

Dadaku terasa sakit saat melihat wajah itu.

Tanpa menghiraukanku, dia berjalan dengan ringan ke pintu UGD dan kupanggil dia. Tetap tidak menoleh.

"Leon!" Aku tidak sengaja memanggil nama itu.

Tapi Alice menghentikan langkahnya dan itu membuatku terharu. Aku langsung memeluknya tanpa berpikir. Kurasakan dirinya kaku. Jantungku serasa ingin lepas dari tempatnya.

Tapi dia mendorongku dan meninggalkanku begitu saja. Dadaku benar-benar terasa sakit. Kakiku tidak mampu menahan bebanku sehingga aku terduduk di depan pintu itu sambil melihat punggungnya tertutup pintu.

Aku merasa seperti terbuang. Para perawat yang berjaga di luar langsung mendatangiku.

Kulihat beberapa orang memasuki UGD dan menarik Alice. Entah apa yang terjadi, dia di pukul oleh mereka. Tanpa sadar, kami berdua saling menatap.

Wajah datarnya menahan geram. Dia keluar dan menghampiriku.

"Berdiri." Kalimat itu terdengar dingin.

Hatiku benar-benar terkoyak sudah. Aku hanya melakukan apa yang dia minta. Kami berdiri di dekat mobilku. Cukup lama kami hanya berdiam diri. Terlihat dia meringis. Aku tidak tega melihatnya.

"Leon." Lirihku.

Dia menoleh. "Jangan sebut nama itu lagi."

"Tapi kenapa? Aku⚊"

Alice memotong perkataanku dengan kata yang menusuk.

"Kau bukan siapa-siapaku. Buat apa kau memanggilku dengan sebutan itu." Dia berjalan menjauhiku. "Aku bukan Leon yang kau kenal lagi. Pergilah."

Aku benar-benar tidak berdaya. Apa ini ajaran ayahnya untuk menjauhiku? Apa karena kakiku tergelincir lalu dia di salahkan?

"Alice Leonhart. Aku ingin bicara." Kini aku memerintahnya.

Kulihat dia berhenti. Apa aku berhasil? Kulihat manik matanya menatap tajam padaku. Aku juga membalasnya.

Author POV

Alice yang dikenal sebagai Leon berbalik badan menghadap Loisa, teman masa kecilnya.

Alice melihat mata Loisa terlihat sedikit takut dan tersakiti. Dia tahu itu salahnya lagi.

Loisa melihat Alice tampak berantakan dan dihantui rasa bersalahnya. Dia tahu apa yang membuat Alice seperti itu

"Kalau begitu, tunggu di dalam." Alice memecahkan keheningan sedari tadi. "Aku mau melihat keadaan temanku."

Alice pergi duluan yang di ekori Loisa yang sedikit tersenyum.

***

Black Coffee (GXG) {FIN}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang