Asap rokok mengepul di udara pagi. Nat mencoba merokok kembali setelah 3 tahun dia berhenti. Pikirannya berpusat pada cafe Al, dia diberi amanah oleh Al sebelum pergi menyelamatkan Loisa.
Manager cafe itu keluar melihat Nat merokok. Sewaktu manager itu hendak berteriak memanggilnya, mobil jeep hitam berhenti di dekat Nat. Pintu mobil itu dibuka dari dalam dan seorang laki-laki bertato dengan topi menutup wajah hampir seluruhnya.
Nat yang merokok bingung melihat orang itu berlari kearahnya dan seketika hidung dan mulutnya ditutup sapu tangan. Mau tak mau, Nat menghirup cairan klorofil yang ada di benda itu. Perlahan kesadarannya hilang dan langsung dibawa orang itu ke dalam mobil hitam itu.
Mobil itu melaju dan meninggalkan manager yang menjadi saksi itu diam membeku.
Dengan sekuat tenaga dia berteriak, "Nat!!!"
Hal itu membuat warga sekitar heboh dan tentu saja seisi cafe keluar melihat sang manager berteriak sambil melihat mobil yang berlalu lalang.
"Pak, ada apa?"
Manager itu menatap horor ke anak buahnya. "Nat di culik."
Ucapan dari manager cafe itu membuat para staffnya terdiam. Sementara mobil itu terus melaju dengan seorang perempuan yang pingsan diapit 2 orang berbadan kekar dan di depannya seorang perempuan tersenyum kecut.
Tak lama kemudian mobil itu berhenti.
Nat POV
Kepalaku terasa pusing, seluruh tubuh tegang dan mataku sepertinya di tutup. Aroma yang tidak kukenal menerobos masuk ke rongga hidungku. Mulutku diikat, kedua tangan dan kakiku juga diikat, sepertinya aku digantung.
Suara menggema, kutebak ini pasti di ruangan kecil atau mungkin gedung tidak dipakai.
"Apa dia sudah sadar?"
Kudengar suara lelaki dari sana dan seketika kain yang menutup mataku dibuka kasar. Kurasa beberapa helai rambutku tercabut. Sial, kepalaku lebih pusing.
"Dia sudah sadar sepenuhnya."
Mataku berusaha menyesuaikan dengan cahaya lampu yang disorotkan ke wajahku. Wajah mereka semua gelap, backlight.
"Well well, Nat Christina. Kita lihat adiknya Leon ini."
Seorang lelaki menarik rambutku. Lelaki itu menatapku tajam dan sadis, senyumannya begitu sinis. Seketika dia menampar pipiku. Terlalu pedas hingga dapat kurasakan pipi dalamku berdarah. Asin.
"Kerja bagus, Githa."
Githa?
Ku layangkan pandanganku ke sisi lain dan dapat kulihat wajah itu. Perempuan itu tidak menatapku. Githa. Dia yang membuat gerak gerik seakan dia mencintaiku? Kurang ajar!
"Kau berhasil menipunya, adikku tersayang."
What?
Githa melihatku, aku tidak tahu arti tatapannya itu. Dia seakan tidak melihatku. Dia tersenyum manis ke lelaki itu.
"Itu tugas yang mudah, Edgard Trevor."
Lelaki itu membelai kepala Githa. "Sudah kubilang panggil aku abang, Git."
Well, ternyata ada penghianat ya.
Githa pergi meninggalkan ruangan ini. Edgard menoleh kearahku dengan geram. Dia menendang perutku sekuat tenaga sehingga membuatku susah bernapas.
Napasku megap-megap mencari udara. Lagi-lagu dia menarik rambutku membuatku mau tak mau menatapnya. Dengan kesadaran yang tinggal sedikit. Kuludahi wajahnya.
"Brengsek!!"
Bukan tamparan yang mengenai pipiku, sekarang tinjunya. Seketika pandanganku menghitam. Kesadaran menghilang.
Author POV
Setelah kejadian itu, manager cafe itu menelepon polisi dan kakaknya Nat, Anatasya. Kini mereka berada di cafe, cafe itu ditutup dari pagi.
Anatasya hanya bisa menangis di dekapan Bintang sementara manager diintrogasi oleh polisi.
"Tolong temukan adik saya, pak." Ucap Tasya yang masih dipelukan Bintang.
Polisi hanya bisa mengangguk dan bekerja sesuai keterangan saksi mata, manager cafe tersebut.
"Kami akan sekuat tenaga menemukan adik Anda." Ucap kepala polisi yang bertugas itu. "Kami permisi."
Para polisi itu keluar cafe dan meninggalkan para staff dan Tasya serta Bintang bahkan beberapa staff dari cafe milik Leon ikut serta.
"Ini sudah sore. Apa dia baik-baik saja?" Sesegukan Tasya.
Bintang hanya bisa menenangkan tunangannya itu. Bintang juga geram sebenarnya.
Senja perlahan berubah menjadi malam. Polisi bekerja sampai larut.
Sudah 2 hari sejak kejadian itu, polisi juga belum menemukan pelaku.
Sementara Nat, dia dalam keadaan menggigil di gantung. Berkali-kali dia disiram air es sampai membuat luka-luka dalam itu tidak terasa lagi.
"Bang Al, apa aku akan menyusulmu?" Lirihnya.
Lirihnya ternyata di dengar oleh Edgard. Dia tersenyum lalu dengan bejatnya merobek pakaian basah Nat. Nat yang setengah sadar berusaha menghindari sentuhan dari Edgard.
Lelaki itu membelai kulit putih Nat dengan pisau tajamnya. Sayatan demi sayatan menghiasi kulit putih Nat. Bahkan luka dalam yang ada di bahu Nat, dengan sengaja ditekan sehingga darah segar keluar lagi.
"Aarrrgghhh!!!!" Nat hanya bisa teriak sekuat tenaga.
Dengan kasar, Edgard meremas payudara Nat sehingga menimbulkan memar baru disana bahkan puting Nat digigit sampai berdarah. Dan lagi-lagi Nat diguyur air es dari atas.
Rasa dingin dan sakit menjadi satu. Nat hanya bisa menangis ditemani aliran air es itu. Darah segar dari putingnya masih mengalir. Bibirnya membiru.
"Aku mau pulang." Lirihnya terbata-bata.
Di saat Edgard akan menusuk perut Nat, sebuah tembakan mengenai kedua bahu Edgard. Seketika kedua tangannya lumpuh dan darah segar Edgard mengalir dengan deras. Edgard membalikkan badannya dan menemukan Githa memegang pistol.
"Githa, kau?!"
Tembakan berikutnya tertahan saat pintu markas mereka di buka paksa dan menampilkan para polisi. Dengan cepat polisi itu meniarapkan Githa dan Edgard.
Kesadaran Nat menurun dan dia hanya bisa mendengar suara ribut di ruangan itu. Tubuhnya diturunkan dan di beri selimut. Para medis mengangkatnya ke tandu. Githa hanya bisa menatap Nat yang pingsan lalu kedua saudara itu di bawa polisi dengan kasar keluar markas mereka.
Di saat tandu dorong berisikan Nat keluar dari markas penjahat itu, orang-orang yang mengenal Nat langsung mengitarinya.
"Dek, bertahan ya." Ucap Tasya sambil mengikuti tandu itu di dorong memasuki ambulance.
Tasya menawarkan diri untuk menemani Nat di ambulance dan disanggupi oleh medis. Tasya memanggil Loisa yang hanya melihat ricuhnya di TKP tersebut.
Loisa di panggil Bintang dan Tasya saat mengetahui siapa pelaku yang menculik Nat.
Kini Tasya dan Loisa duduk berdampingan di depan Nat terbaring tak berdaya di tandu tersebut.
Tasya menggenggam tangan Nat sembari sesegukan sementara Loisa tidak menampakkan ekspresinya. Dia hanya melihat Nat pingsan dengan selimut putih menutupi tubuh Nat.
"Nat adik Leon?" Ucap Loisa pelan.
Tasya menoleh kearah Loisa dan menemukan tatapan benci kearah Nat yang pingsan itu.
"Bahkan adik angkat Leon di incar dia."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Coffee (GXG) {FIN}
RomanceBook #1 Sebuah kisah cinta antara seorang pelanggan dan barista di sebuah cafe. Ikuti kisah mereka dengan secangkir kopi panas dan cemilanmu. Ini bergenre gxg.. yang homophobic silakan bergeser