Chapter 31

2.2K 164 1
                                    

Ruangan bercat putih itu di isi dengan tawa dari teman-teman Nat yang berkunjung. Nat ikut tertawa walaupun sesekali bingung sama apa yang mereka tertawakan.

Pintu ruang rawat itu dibuka dan muncul perawat membawakan obat. Nat membalas senyuman perawat itu.

"Ayo geser dulu, biar Nat nya minum obat dulu."

Bintang menyuruh yang lain minggir. Mereka keluar setelah pamit pulang. Nat diperiksa perawat itu dengan teliti.

"Kamu sudah sehat, dokter Sherly belum memberitahu kapan kamu diperbolehkan pulang."

Nat mengangguk sembari tersenyum lalu dia menunduk. Sementara perawat itu merapikan peralatannya.

"Saya permisi dulu ya. Kemungkinan dokter Sherly akan berkunjung kemari."

Lagi-lagi Nat mengangguk sambil tersenyum. Sejak kejadian itu, Nat kembali ke sifatnya waktu masih kecil. Pendiam dan tertutup. Mengenai Loisa, rasa cintanya pudar dan sewaktu ciuman saat itu, Nat tidak merasakan apa-apa.

Perawat itu keluar ruangan itu. Nat memandang kosong langit-langit ruangan itu. Rasa sakit fisiknya masih ia rasakan. Nat memilih meringkukkan badannya di dalam selimut dingin itu.

Dia menangis dalam diam. Tanpa ia sadari, seorang dokter telah di sebelahnya yang menatapnya meringkuk di dalam selimutnya sedih.

Tangannya terangkat untuk membelai selimut itu tapi terhenti saat mendengar isakan tertahan di dalam sana. Mau tak mau dia mengelus selimut itu.

"Nat, ini kak Sherly." Ucapnya lembut.

Selimut itu bergerak sebelum Nat menyembulkan kepalanya. Wajahnya tampak berantakan. Sherly menatapnya lembut lalu hendak membelai rambutnya tapi Nat menggeleng.

"Aku gak mau disentuh." Lirihnya.

Sherly mengerti dan tak memaksa. Sherly mengambil kursi yang ada di belakangnya dan duduk di dekat Nat.

"Bagaimana kabarmu?" Ucap Sherly lembut.

Nat bukannya menjawab, dia membersihkan air matanya menggunakan selimut. Lalu dia duduk di kasur itu kemudian dia menghela napas.

"Tidak bisa di jawab." Ucapnya pelan.

Sherly mengangguk mengerti. Nat menunduk sambil memainkan jarinya dan lagi ia menghela napas.

"Kapan aku bisa pulang?" Ucapnya pelan.

"Kalau kamu mau, besok bisa pulang." Sahut Sherly lembut.

Nat mengangguk kemudian dia menatap pintu tapi pandangannya kosong. Hal itu membuat Sherly sedih mengingat kejadian yang menimpa Nat, adik temannya.

"Apa bang Al baik sama kakak?" Tanya Nat menoleh kearah Sherly.

Sherly tampak terkejut mendengar nama panggilan Al. Kemudian matanya meneduh seakan mengingat masa lalunya dulu.

"Dia sangat baik, tapi dingin." Jawab Sherly polos.

"Dingin? Seperti itukah dia?" Tanya Nat tak percaya.

Sherly menoleh.

"Iya sih, dulu pertama-tama kenal bang Al, dia terkesan dingin tapi keren." Wajah Nat cerah.

Sherly bersyukur melihat raut wajah Nat yang membaik.

"Memang dulu pas ketemu, kalian kayak mana?"

Sherly tampak antusias mengetahui masa lalu Nat dan Al.

Nat melihat Sherly lalu memandang pintu seakan mengingat kejadian bersama Al. Senyuman itu merekah membuat Sherly ikut tersenyum.

"Waktu itu kami gak sengaja ketemu di cafenya. Dulu aku kepo sama hal-hal berbau kopi. Aromanya bikin tenang. Aku suka." Ucap Nat senang.

Sherly mendengarnya dengan baik dan tak berniat memotong.

"Karena aku berkali-kali melihat cafenya, ada abang-abang datangin aku. Karena aku terlalu fokus melihat kakak-kakak yang bikin kopi, abang-abang itu melambaikan tangannya di depan mataku. Pas ngelihat dia, matanya keliatan serem makanya aku lari."

Sherly tersenyum membayangkan kejadian yang diceritakan Nat. Dia senang melihat wajah Nat cerah.

"Waktu aku mau lari, baju belakangku ditarik dia. Jahat, sampai bajuku hampir robek waktu itu. Dia langsung menangkapku dan menggendongku kayak ngangkat karung. Ga sopan. Jadilah kami dilihat orang-orang di cafe itu."

Tanpa mereka sadari, seseorang berdiri di dekat pintu sejak Sherly masuk. Dia tersenyum di luar sana mendengar cerita Nat.

"Seminggu aku diajarin cara bikin kopi sama cara ngelayanin tamu. Berkali-kali aku gak sengaja jatuhin gelas sama jatuhin kopi panas di depan tamu. Tapi di belakang bang Al selalu mangajariku hal-hal yang berbau kopi. Dia memberitahu mesin kopi dan lainnya. Sampai akhirnya bang Al bilang, aku akan mewarisi cafenya."

Nat mendengus.

"Padahal waktu itu aku masih kelas 5 sd. Setelah mempelajari kopi, dia mengajarkanku bela diri."

Seketika wajah Nat mendung.

"Sampai sekarang, kemampuan itu tak bisa kukeluarkan dan berakhir disini."

Sherly hendak membuka suara tapi Nat menoleh ke arahnya. Tatapannya dingin persis saat dia bertemu dengan Al.

"Kalau para bajingan menyentuh keluargaku, mungkin aku akan kesetanan seperti bang Leon."

Nat menatap pintu itu dan membaringkan badannya di kasur. Dia tersenyum kecil sambil menutup matanya. Kemudian dia merasakan elusan lembut di kepalanya yang membuatnya langsung membuka matanya.

"Al mengajarkanmu mengendalikan emosi kan?"

Nat mendehem karena dia sudah lama tidak dielus seperti itu.

"Kamu tahu?" Ucap Sherly membuat Nat penasaran. Dia terkekeh.

"Alice menyayangimu seperti adiknya, kau melihat kejadian itu karena Al menyuruhmu untuk tidak kemana-mana bukan?"

Nat mengingatnya dan mengangguk. Otaknya bekerja.

"Dia. Dia melihatku. Pantas saja."

Sherly sempat bingung lalu mengangguk.

"Miss G?"

Seketika rahang Nat mengeras mengingat Githa ikut dalam hal menyiksa Nat menemani abangnya, Edgard.

"Untung kakak gak menyebut namanya."

Sherly hanya tersenyum lembut lalu dia mencium kening Nat sebelum keluar ruangan.

"Nanti malam, aku akan patroli ke ruanganmu sebelum pulang."

Nat mengangguk. Sherly keluar lalu pintu di tutup. Sherly tersenyum melihat siapa yang menguping.

"Bagaimana Nat?"

"Lois, kalau kau menyukainya.. perlahan untuk mendekatinya. Dia pernah bilang padaku kalau rasa cintanya memudar. Dia masih trauma dengan namanya cinta." Jelas Sherly.

Loisa tersenyum kecut.

"Mohon mengerti dengan keadaannya."

Loisa mengangguk saja dan memasuki ruangan Nat. Sementara Sherly tersenyum melihat Loisa, sebenarnya dia pernah menyukai Alice. Tapi dia buang jauh-jauh saat tahu Alice sangat mencintai Loisa.

"Rasa sayang dan cinta. Tidak bisa dibedakan." Ucapnya sendiri.

***

Black Coffee (GXG) {FIN}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang