Di Lamar

6.2K 476 0
                                    

Loisa POV

Saat ini aku memakan sarapan yang di beli Leon sebelum datang ke rumah temannya, Tasya. Aku tahu apa yang ku perbuat semalam sehingga membuatku berada di rumah Tasya.

"Lois, kau selalu buat Al syok." Kata Bintang lalu ketawa renyah.

Sementara Leon memalingkan wajahnya dariku. Tasya dan Bintang sudah mengetahui namaku dan latar belakangku. Selama aku berpacaran dengan lelaki tampan a.k.a mantan, aku terkenal karena ciuman mautku. Aku benci cowok itu karena harga diriku dibuatnya rendah. Terkutuklah dia.

Untuk latar belakang itu, tidak ku ceritakan ke mereka.

"Al, sudahlah." Bintang masih tertawa.

Leon semakin memerah, dia sedikit menggigit kuku jempolnya lalu berdiri. Itu membuat kami terdiam.

"Aku ke cafe sebentar ya." Ucapnya. "Per⚊"

Dia berjalan melewatiku yang langsung saja kutangkap tangannya. Dia menoleh dengan wajah terkejut.

"Antarkan aku ke pub itu." Aku diam sebentar.

"Mobilmu disana kan?" Tanya Leon. Dapat kurasakan amarahnya walaupun dia meredamnya.

Kuelus tangannya dengan jempolku. "Iya." Jujur, aku sedikit takut kalau dia seperti itu.

Dia melepaskan tangannya dari genggamanku lalu dia beranjak keluar.

"Sarapannya dihabisin dulu." Tasya membuatku sadar kembali.

"Kuberitahu ya, Al itu masih polos. Jadi yang ciuman kalian itu, itu ciuman pertamanya."

Bintang membuatku terkejut. What? Leon, perempuan ganteng itu belum pernah ciuman?

"Dia juga belum pernah pacaran." Sambung Tasya.

Kulihat mereka berdua cekikikan melihat wajahku yang mungkin melongo tak percaya. Jadi, Leonku itu benar-benar polos?

Aku mencuri ciuman pertamanya. Aku tidak bisa menjelaskan rasanya. Bibir anak polos itu benar-benar manis. Sepertinya aku bakal ketagihan.

Hatchiiiiiummmm

Kudengar suara bersin dari luar. Leon bersin? Bintang melemparkan minyak angin kearahnya. Leon dengan sigap menerimanya. Lalu tak sengaja kami saling tatap.

"Ayo, aku sedikit flu ini." Ucapnya.

***

Sepanjang jalan kami hanya diam, hanya suara radio yang dia kencangkan. Sepertinya dia tidak ingin bicara padaku. Sementara aku, hanya melihat pemandangan di jalan.

"Kau berhasil mencuri ciumanku waktu kita di rumah sakit. Kau menciumnya di depan Bintang." Kulihat dia mengacak-acak rambutnya.

Aku tersenyum mendengarnya. Ciuman pertamanya terpampang di depan sohibnya. Ahahaha pasti malunya minta ampun.

Kami tiba di pub, tempat ku mabuk semalam. Wajahnya datar. Aku tidak mau menebaknya. Terlihat menakutkan. Aku membuka pintu tapi ditahan olehnya.

"Kenapa?"

"Sebentar saja. Ga sampai 5 menit." Dia diam. "Kamu mau ga jadi pacarku?"

Kulihat dia sedikit gugup. Matanya berkeliaran menghadap depan. Dia tidak menatapku. Segera kuarahkan kepalanya untuk melihatku. Matanya memancarkan gelisahnya.

"Mak..maksudku.. anu.." dia terbata-bata. Kulihat dia menelan ludahnya sendiri.

"Dulu kecil sampai sekarang... emm.. cu..cuma kamu yang bikin aku deg-degan." Lalu dia menggaruk kepalanya. Kuyakinkan itu tidak gatal.

Black Coffee (GXG) {FIN}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang