"Aku harus pergi, dear." Sakura mengecup pelan pipi Sai. Membuat lelaki itu yang tadinya merajuk tersenyum pelan. Menghela napas dan ia sadar bahwa ia sudah kalah telak dari Kirio. Sakura jelas akan memilih anak itu dari apapun di dunia ini. Apalagi ketika anak itu tiba-tiba menelepon di pagi buta dan mengatakan bahwa dia ada di Paris. Sai tidak akan percaya seperti halnya Sakura, namun mengingat nama Uchiha yang disandangnya keraguan itu mendadak hilang. Tentu saja bisa. Bahkan untuk anak berumur 8 tahun dan merancang jembatan kota. Pergi ke Paris, Sai yakin sebelum anak itu meneteskan air mata keduanya pesawat sudah terparkir di depan rumah.
Sakura mengenakan syalnya dengan cepat dan tidak berbalik lagi setelahnya. Suara pintu terdengar tertutup dengan pelan, Sai merapikan tas kameranya. Sebaiknya ia juga segera bergegas. Yamanaka merupakan model yang cukup sombong menurut orang-orang. Dia memanfaatkan kedekatannya dengan keluarga Uchiha dengan baik. Apalagi statusnya sebagai tunangan putra bungsu Uchiha Group. Sai mendengus.
...
Sakura hampir saja serangan jantung melihat Kirio benar-benar berdiri di depannya. Anak itu tersenyum sembari melambai. Terlihat sangat jelas bahwa ia sangat sehat, tidak bersalah, bahagia dan sangat tidak sabar bertemu dengan Sakura. Sakura berjalan dengan pelan melawati meja-meja yang penuh dengan orang-orang. Sakura baru tinggal di Paris beberapa minggu. Namun ia tahu dengan jelas bahwa ini merupakan salah satu restoran kelas atas dengan menu sarapan mereka yang paling diminati di kota ini. Kirio menarik tangannya dengan erat. Anak itu terlihat jelas tidak ingin membuang waktu.
"Grandpapa, ini bibi Sakura."
Sakura tersenyum dengan gemetar. Bingung dengan situasi yang terjadi. Harusnya Sakura tahu kalau Kirio tidak mungkin kemari sendiri. Sial. Ia harusnya menanyakannya terlebih dahulu. Atau mungkin setidaknya mencari tahu.
"Ah. Kau yang bernama Sakura." Sakura dapat merasakan aura tegas dan dingin yang menguar dari ayah Sasuke. Sial, benar, itu ayah Sasuke.
Fugaku tersenyum singkat padanya, sebelum kembali melanjutkan memakan croissant miliknya. "Bibi mau makan apa? Nanti grandpapa pesankan."
Sakura kali ini merasakan serangan jantung kecil. Apa kirio sadar dengan ucapannya?
Sakura tersenyum pelan, melirik pada Fugaku yang sepertinya sibuk dengan koran ditangannya. "Tidak perlu. Bibi pesan sendiri saja." Sakura berdiri menuju kasir untuk mengambil beberapa kue untuknya. Ia mengambil beberapa kue coklat dan kopi. Terakhir kali ia ingat Kirio pernah mencuri kue miliknya. Kenangan.... Indah.
Sakura kembali pada kursi dan duduk dengan canggung.
"Bibi grandpapa ingin mencari kado natal. Kau ikut dengan kami, bibi tunjukkan jalannya."kata Kirio.
Sakura meringis pelan, apa itu pertanyaan atau penyataan. Karena terdengar seperti perintah dibanding tawaran.
Fugaku melipat korannya. "Kirio benar. Kami butuh penunjuk jalan disini. Salim tidak bisa menemani kita terlalu lama. Harusnya ini sudah masuk liburannya."
Sakura tidak akan mempertanyakan siapakah salim yang dimaksud Fugaku. Sakura tersenyum pelan, perutnya melilit. Ia menatap Kirio yang memakan rotinya dengan lahap dan mandmag Sakura juga dengan gembira. Ayolah, Sakura tidak akan membunuh kesenangan anak itu.
...
"Jelaskan dengan baik-baik sebelum aku marah besar."
"..."
"Astaga. Kalian memang hanya memperumit keadaan. Natal besok dan..."
Itachi muncul memasuki ruangan itu. Istrinya Konan tampak kedinginan mengikuti dari belakang. Mengikuti ibunya mendekat apda perapian. Mikoto yang sedang duduk santai berselonjor di depan perapian, sembari handphone nya menempel di telinga. Rumah yang pantas disebut dengan mini kastil itu sudah penuh dengan hiasan natal.
KAMU SEDANG MEMBACA
and this is how life goes
FanfictionSTORY | 1 Karena sepertinya aku tidak bisa mencintainya. Aku tidak bisa mencintainya. Kau tahu Sakura, jika disuruh memilih dicintai atau mencintai. Sebagai seorang wanita, pilihlah untuk dicintai. Karena jika seorang pria mencintaimu, mereka memili...
