“lo serius”
Yewon mengangguk sambil memasukkan baju-bajunya kedalam tas.
Setelah hampur sebulan lebih bekerja, Yewon tahu ia harus segera pindah dari rumah Mia. Bukan tidak lagi membutuhkan bantuannya karena sudah mendapatkan pekerjaan. Yewon tentu saja masih berharap akan bantuan dari Mia, tidak tahu diri memang, tapi hanya Mia yang kini jadi harapan Yewon.
Yewon tidak ingin terus menyusahkan Mia. Selama tinggal dirumah Mia, Yewon tidak berkontribusi dalam hal apapun. Ia menunpang tidur, menumpang mandi, menumpang makan, bahkan kadang memakai pakaian Mia karena minimnya pakaian yang ia punya secara gratis.
Ia tidak membantu membayar biaya listrik, air, maupun biaya makan karena tidak punya uang sama sekali.
“iya gue serius. Gue gak mau ngerepotin lo terus” kata Yewon.
“kalo lo ngomong gitu gak bakal gue izinin keluar dari rumah gue” kata Mia mengancam, Yewon tertawa. Ia bersyukur masih ada orang yang mau menemaninya dikala keadaannya yang benar-benar berada dibawah sekarang. Orang itu adalah Mia, dan..... Janin yang ada didalam tubuhnya saat ini.
Ah, Yewon bahkan tidak tahu usia kandungannya sudah berapa bulan. Jika punya uang lebih, ia akan pergi ke klinik untuk periksa kandungan.
Tidak masalah orang-orang akan menatapnya sinis atau jijik. Ia hanya, sangat merasa senang saat ini. Ia berusaha untuk bertahan menghadapi semuanya, karena ia tidak sendiri, akan selalu ada calon anaknya yang menemaninya menghadapi masalah, Yewon harua berani demi dia.
“emang udah ketemu kontrakannya?” tanya Mia lagi.
“udah. Gue emang udah nyari-nyari pas baru-baru kerja. Yiren juga ngebantu. Agak jauh sih dari tempat kerja, tapi murah”
“besok gue anter deh ya. Sekalian biar gue tau rumah baru lo”
“emang punya mobil?” tanya Yewon.
“pake grab. Gue yang pesen besok biar lo gak naik angkutan umum mulu”
Sekali lagi, Yewon merasa sangat bersyukur.
“gue kebelakang bentar, Won. Kebelet” bisik Yiren sambil berlari melewati counter.
“permisi” seru salah satu pelanggan. Yewon dengan cepat menghampiri pelanggan tersebut. Belum selesai mencatat pesanan dari meja tersebut, sebuah suara kembali memanggil dari meja lain.
Hari ini, restoran mereka lebih ramai dari biasanya. Bisa dipastikan Yewon akan sangat kelelahan, tapi semoga itu tidak memberi efek yang buruk untuk kandungannya.
“permisi!” seru pelanggan lain.
“ah, sebentar, nona”
Yewon berlari kecil mengahmpiri meja bertuliskan nomer 5 tersebut.
“chicken grill—” orang itu belum sempat menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba Yewon menutup mulutnya.
Ia tiba-tiba merasa pusing dan mual.
“ew! Lo ngapain nutu mulut pas kesini? Gue bau? Sadar diri dong, mbak!” sungut wanita tersebut pada Yewon.
Yewon menggeleng, rasanya benar-benar ingin muntah, ia tidak menjawab dan masih menutup mulutnya. Ia tidak bermaksud seperti itu.
Yewon pusing.
“jawab dong!” bentak wanita tersebut. Tanpa berpikir panjang ia langsung kebelakang dan menuju kamar mandi bertepatan dengan Yiren yang baru mencuci tangannya diwastafel.
“Yewon kenapa?” pekik Yiren kaget saat melihat Yewon menutup bilik dengan terburu-buru.
“gapapa. Kedepan, Ren, banyak pelanggan” katanya Yewon menyahut sebelum kembali memuntahkan isi perutnya.
Tidak ada apa-apa. Yewon baru ingat dia belum makan dari pagi.
Pindah kerumah baru membuat Yewon tidak sempat membuat sarapan karena bangun kesiangan. Semenjak seminggu pindah dari rumah Mia, tidak ada lagi kantong kresek misterius berisi Yogurt dan sticky notes bertuliskan nama Yewon.
Jadi, benar-benar tidak ada yang mengingatkannya untuk makan jika ia lupa.
“ada apa ini ribut-ribut?” tanya Lee Hyunjae, ia adalah pemilik dari restoran tersebut.
Yewon merutuki dirinya sendiri sekarang sambil berjalan pelan menuju sumber kericuhan akibat kesalahannya.
“itu dia! Itu orang yang saya maksud” tunjuk wanita yang tadi merasa tersinggung beberapa waktu sebelumnya.
Yewon berjalan pasrah. Ia tidak akan protes ketika dimarahi nanti karena itu memang kesalahannya.
Wanita itu menjelaskan semuanya dan bisa Yewon lihat bahwa wajah bosnya terlihat sangat tidak nyaman sambil meminta maaf berkali-kali.
Aisha hanya diam sambil menatap Yewon dan pelanggan tersebut secara bergantian.
Ia sama sekali tidak tertarik dengan hal ini dan memilih pergi menuju dapur.Setelah permintaan maaf Hyunjae—bos Yewon yang diterima secara tidak ikhlas, akhirnya wanita itu pergi.
Hyunjae membawa Yewon kebelakang. Yewon mengikuti dengan pasrah, Yiren menatapnya sendu.
“saya minta maaf, pak” kata Yewon lemah sambil menundukkan kepalanya.
“kamu pusing? Sudah makan?” tanya Hyunjae. Yewon tentu saja kaget. Reaksi itu sama sekali bukan yang dibayangkan oleh Yewon sebelumnya.
Ia pikir ia akan dimarahi habis-habisan karena sudah membuat satu pelanggannya pergi.
Yewon menggeleng sebagai jawaban.
“kalau kamu pikir saya gak marah kamu salah. Saya marah. Saya gak keras bukan berarti karena temennya temen saya. Kali ini kamu saya toleransi” kata Hyunjae. Yewon menghela nafas lega. Ingin rasanya ia berlutut sambil berterimakasih pada atasannya itu.
“terimakasih, pak. Saya tidak akan mengulanginya lagi”
“pastikan kamu udah makan sebelum bekerja biar tidak ada kejadian yang seperti ini lagi, sekarang kamu makan dulu” suruh Hyunjae kemudian Yewon mengangguk.
Setelahnya bos nya izin pergi karena ada janji dan akan kembali sebelum restoran tutup.
Yewon berjalan lemah sambil mengambil gelas, rasanya tenggorokannya tiba-tiba kering saat berhadapan dengan bosnya tadi.
“enak ya gak dimarahin walaupun udah jelas-jelas salah”
KAMU SEDANG MEMBACA
Pregnancy: Lee Jinhyuk✔
Fiksi PenggemarBagi Jinhyuk, hidup bukan hanya sekedar takut akan kehilangan sesuatu yang disayangi, tapi juga tentang apa itu merelakan dan mengikhlaskan semua yang kita sayangi pergi. ©bexxx