Hari-hari selanjutnya, Yewon semakin sering bertemu dengan Jinhyuk.Disupermarket, di halte bus bahkan mereka sering berada dibus yang sama, ditaman kota, dicafe, dirumah sakit, bahkan lagi Yewon sering sekali berpapasan dengannya saat dijalan.
Dan juga didekat kontrakan Yewon.
Entahlah, Yewon bahkan sudah lupa berapa kali ia bertemu dengan Jinhyuk setiap harinya. Seperti, Jinhyuk adalah tetangganya sendiri yang pada kenyataannya Yewon bahkan tidak dekat dengan semua tetangganya yang ada disekitar kontrakannya.
Sampai suatu sore, Yewon baru saja kembali dari toko matrial, membeli bola lampu karena lampu diluar rumahnya memang sudah rusak dari beberapa hari yang lalu.
Tidak terlalu tinggi, tapi juga tidak terlalu rendah, Yewon masih tidak bisa menjangkau keatas untuk mengganti lampu nya sendiri. Maka ia berniat mengambil kursi kayu yang ada didekatnya sebagai tangga.
Dengan perut yang sudah besar tentu saja itu sangat menyulitkan Yewon. Tapi mau bagaimana lagi, ia tidak ingin merepotkan orang lain apalagi tetangganya.
“EH PERMISI?!”
Suara barusan benar-benar membuat Yewon hampir saja terjungkal dari tempatnya berdiri.
Yewon menunduk dan mendapati Jinhyuk yang berdiri didekatnya sambil memegangi kursi yang Yewon pijaki sekarang.
“ya?” tanya Yewon bingung sekaligus kesal. Jika saja Yewon punya riwayat penyakit jantung mungkin sekarang Yewon tidak akan bisa menyahut panggilan orang itu lagi karena sudah mati duluan karena kaget.
“kau sedang apa? Kenapa naik kursi segala?” tanya Jinhyuk panik.
“l—lampu nya rusak mau gue ganti” sahut Yewon kikuk. Ini memang baru kedua kalinya mereka berbicara satu sama lain setelah Jinhyuk mengenalkan dirinya tanpa Yewon minta sebelumnya.
Jadi, Yewon rasa, ia tidak perlu berbicara formal lagi. Masa bodoh jika dianggap tidak sopan. Toh, Yewon tidak terlalu dekat dengan dia. Dia bukan siapa-siapa.
“biar gue aja...” ujar Jinhyuk sambil mengisyaratkan Yewon untuk turun.
Yewon hanya menatap Jinhyuk bingung.
“gak usah gue bisa, permisi” sahut Yewon sambil memutar bola lampu lama untuk diganti yang baru.
Jinhyuk pusing. Merasa takut bukan karena berpikir Yewon akan jatuh karena Jinhyuk sudah memegangi kursi itu dengan kuat, hanya saja, Jinhyuk takut jika ia tersetrum tiba-tiba.
Jinhyuk dengan cepat menggelengkan kepalanya menepis pikiran bodoh itu.
“biar gue yang bantu, lo turun aja, please” mohon Jinhyuk sambil memegangi baju Yewon. Terlihat tidak sopan memang tapi Jinhyuk benar-benar khawatir.
“sini lampunya, lo turun, hati-hati...” ucap Jinhyuk sambil membantu Yewon turun dari kursi.
Setelah itu Jinhyuk mengambil alih bola lampu yang ada ditangan Yewon dan menggantinya dengan cepat.
Karena Jinhyuk benar-benar tinggi, ia bisa dengan mudah melakukannya.
“makasih” ucap Yewon saat Jinhyuk turum dan menggeret kursi yang tadi mereka jadikan pijakan ke pinggir.
“sama-sama, ini kursinya taro dimana?” tanya Jinhyuk.
“taro sini aja gapapa, gue bisa kok bawa kedalem”
“gak usah biar sekalian, didalem ya, gue masuk ya, permisi...” ucap Jinhyuk lalu menggeret kursinya kedalam.
Untuk beberapa alasan mereka diam selama beberapa detik karena tidak tahu harus berbicara apa. Dan juga bingung, terutama Yewon karena dia pikir bagaimana bisa?
“sorry ya ngerepotin...” ujar Yewon memecah keheningan.
“gapapa kok hehe” sahut Jinhyuk sambil tertawa canggung.
Lalu mereka kembali diam. Bahkan posisi mereka dari tadi hanya berdiri berhadapan tanpa ada pergerakan satu inci pun.
“y—yaudah. Makasih, Jinhyuk”
“sama-sama, Yewon”
“mau minum apa? Biar gue bikinin?”
Ini dia. Ini dia pertanyaan yang Jinhyuk tunggu-tunggu.
Jinhyuk menggeleng sambil tersenyum, “gak papa gak usah repot-repot, Yewon”
“gapapa gapapa, sebagai ucapan terimakasih karena udah nolongin” sahut Yewon meyakinkan.
“air putih aja gak papa hehe makasih”
“yaudah duduk dulu gue ambilin bentar” suruh Yewon lalu berlalu menuju dapur.
Sementara Jinhyuk sudah menahan senyum diruang tengah.
Yewon membuka kulkas dan mengambil sebotol air dan gelas untuk Jinhyuk. Sebenarnya, Yewon ingin sekali agar Jinhyuk cepat pergi dari rumahnya, maka ia bisa beristirahat dengan tenang karena jujur saja hari sudah mulai gelap dan badan Yewon pegal-pegal.
“diminum..” ujar Yewon sambil menyerahkan segelas air pada Jinhyuk.
Baru saja menyambut gelas dari Yewon ponsel Jinhyuk bergetar, ada sebuah panggilan masuk.
Kak Seungwoo is calling...
“halo?” sahut Jinhyuk saat mengangkat panggilan tersebut.
“bisa pulang kerumah sekarang gak?”
“gak bisa, gue lagi dirumah temen. Kenapa?
“ayah...”
Ekspresi Jinhyuk langsung berubah bahkan Seungwoo belum menyelesaikan kalimatnya.
Yewon tidak tahu siapa yang sedang menelpon Jinhyuk dan tidak mau tahu, tapi melihat perubahan ekspresi Jinhyuk membuat Yewon sedikit kaget. Ada apa?
“gue pulang sekarang!” ujar Jinhyuk kemudian mematikan panggilan tersebut.
“maaf ya Yewon gue harus pulang, makasih minumannya” ujar Jinhyuk sopan. Yewon hanya mengangguk teratur. Jinhyuk bahkan belum meminum airnya tapi ia bahkan mengucapkan terimakasih. Harusnya yang berterimakaskh justru Yewon karena sudah menolongnya mengganti bola lampu tadi.
“gue pamit ya, hati-hati dirumah” pamit Jinhyuk kemudian menutup pintu depan. Sementara Yewon masih terdiam ditempatnya bingung.
———
“beli apa lagi? Yewon suka tuna gak?” tanya Yoonbin.
Mia tidak menjawab karena ia sibuk memilih sesuatu yang Yoonbin tidak tahu itu apa.
Saat Yoonbin datangi, ternyata ia sibuk memilih susu.
“ngapain?” tanya Yoonbin.
“susu yang Yewon minum yang mana ya, bin? Ini apa ini?” tanya Mia sambil menunjukkan dua kotak susu ibu hamil yang berbeda.
“ya mana aku tau yang, aku kan gak liat”
“kalo salah beliin takut gak diminum kan ibu hamil biasanya cerewet” ujar Mia sambil tertawa.
Sekesal-kesalnya Mia, tapi ia tidak lupa untuk selalu memperhatikan Yewon dan terutama pertumbuhan janin nya.
“beli dua-dua nya aja lah” saran Yoonbin. Akhirnya Mia mengangguk dan memasukkannya ke keranjang.
“kak Mia?!”
Yoonbin dan Mia menoleh serentak.
“iya?” tanya Mia bingung. “siapa ya?”
“gue Yonghee. Adiknya kak Yewon”
KAMU SEDANG MEMBACA
Pregnancy: Lee Jinhyuk✔
FanfictionBagi Jinhyuk, hidup bukan hanya sekedar takut akan kehilangan sesuatu yang disayangi, tapi juga tentang apa itu merelakan dan mengikhlaskan semua yang kita sayangi pergi. ©bexxx