“lo serius gapapa, Won?” tanya Yiren memastikan.
Entahlah, rasanya aneh setiap harinya melihat Yewon yang terus saja memuntahkan isi perutnya ketika ia baru saja selesai makan siang.
“iya gue gapapa. Kayanya masuk angin” sahut Yewon lemah. Rasanya benar-benar tidak ada gunanya ia makan karena pada akhirnya tetap akan dimuntahkan juga.
Aisha yang juga ada dibelakang ikut mengomentari setelah melihat Yiren dan Yewon kembali dari kamar mandi.
“apakah kau punya masalah dengan lambungmu, nona muda?” tanya Aisha sarkas. Yiren bukan satu-satunya yang menyadari bahwa Yewon terus saja memuntahkan isi makanannya setelah makan.
Yewon tidak menjawab.
“kalo sakit bilang sakit, biar gak usah kerja. Daripada ngerepotin orang. Ntar kejadian kaya waktu itu keulang lagi, ntar bos marah lagi” celetuk Aisha.
“Aisha, lo tuh bisa diem gak sih?” tanya Yiren kesal.
“ups... Lo kan karyawan kesayangan ya” katanya Aisha lagi tanpa berniat berhenti dan menjawab pertanyaan Yiren.
“Lo tu?!!!” geram Yiren tapi dengan cepat ditahan oleh Yewon.
Tidak ada gunanya meladeni Aisha karena dia akan tetap seperti itu
Yewon bahkan tidak tahu apa alasan Aisha bersikap menyebalkan sepertu itu padanya. Sejak awal bekerja dia sudah ketus pada Yewon, dan semakin hari semakin menunjukkan bahwa ia tidak suka dengan Yewon.
Walaupun Yewon tahu ia juga sering ketus pada karyawan lain, tapi Yewon menyadari bahwa Aisha sangat tidak menyukainya ketimbang karyawan lain yang ada disini.
“udah, biarin aja” sahut Yewon kemudian menyeret Yiren untuk pergi dari sana.
Mereka harus lanjut bekerja dan Yewon sangat bersemangat hari ini meski tubuhnya masih sedikit lemas karena habis memuntahkan isi perutnya.
Yewon ingin segera pulang dan mencoba resep makanan baru yang ia temukan disocial media tadi pagi.
Selain nafsu makannya yang bertambah, Yewon juga jadi sedikit moody. Tidak jarang dalam minggu ini ia tiba-tiba merasa sangat bersemangat, lalu tiba-tiba akan merasa sangat sedih tanpa ada faktor penyebabnya.
Besoknya ia akan merasa sangat malas sampai rasanya tidak ingin pergi bekerja, lalu kembali bersemangat lagi setelah beberapa jam dan hal lainnya. Benar-benar moody.
“aku akan menginap dirumah Jinyoung” ujar Yonghee pada kedua orang tuanya. Sekarang sudah pukul 8 malam dan Yonghee baru saja pulang dari kegiatannya.
“kau baru saja pulang dan ingin keluar lagi?” tanya ibunya.
Yomghee tidak menjawab dan memilih langsung masuk kekamarnya. Ia harus segera mandi dan bersiap-siap kerumah Jinyoung.
Terhitung sudah 3 bulan lebih sejak kakak perempuannya pergi dari rumah.
Tidak, bukan pergi. Diusir dari rumah.
Selama itu pula Yonghee jarang menghabiskan waktunya dirumah. Ia lebih memilih menghabiskan waktu diluar rumah karena dirumah juga tidak ada gunanya.
Sebelum kakaknya diusir, rumah memang terasa sepi, tapi tidak sesepi sekarang.
Jika papanya dikantor, mama dan kakak perempuannya— Yewon akan ada dirumah. Yonghee tidak akan merasa kesepian karena selalu ada Yewon yang bisa ia ajak bicara tentang pelajaran atau lainnya.
Yewon bukan anak yang akan selalu menghabiskan waktu diluar rumah ketika kuliahnya selesai. Itulah sebabnya ia hanya punya beberapa teman dan tidak memiliki teman dekat.
Bagi Yewon, Yonghee adalah segalanya. Jika Yonghee bisa menjadi adik sekaligus teman bahkan sahabat, kenapa ia harua mencari orang tak dikenal diluar sana.
Ia tahu betapa pentingnya untuk bersosialisasi. Tapi, sungguh, adik laki-lakinya itu benar-benar sudah cukup untuknya berbagi kisah dalam segala.
Begitu pula sebaliknya.
“setidaknya makan dulu lalu kau bisa pergi” tawar ibunya saat Yonghee baru saja keluar dari kamarnya.
“aku tidak lapar, aku pergi dulu!” pamit Yonghee tanpa menoleh dan berjalan menuju pintu depan.
Sebelum benar-benar keluar, ayahnya memanggilnya setelah sebelumnya tidak membuka suara sama sekali.
“Kim Yonghee!” seru ayahnya.
Yonghee berhenti, tidak berniat menoleh, ia hanya diam pada posisinya yang membelakangi dua orang yang sedang makan bersama itu.
“bisakah setidaknya kau dengarkan apa kata ibumu?” tanya sang ayah dengan nada yang tertahan. Kepala keluarga itu sedang menahan amarahnya.
“bisakah setidaknya kalian mendengarkan apa kata kak Yewon?” kata Yonghee membalik badannya. Tapi posisinya masih disana. Tidak berniat melangkah bahkan satu langkah pun.
“apa maksudmu?!” tanya ayahnya.
“beberapa bulan yang lalu, bisakah setidaknya kalian mendengarkan penjelasan kak Yewon dulu sebelum benar-benar mengusirnya?!” ujar Yonghee yang juga terlihat sedang menahan emosinya. “maksudku, tidak bisakah kalian mendengarkannya dan menyelesaikan secara baik-baik tanpa harus mengusirnya? Aku bukan satu-satunya anak kalian dirumah ini, kak Yewon juga! Tidak bisakah kalian bersikap adil? Tidak bisakah kalian juga memikirkan bagaimana perasaan kak Yewon, tidak hanya aku!”
“a—apa? Apa yang kau katakan, Yonghee?!” tanya ibunya.
“kau ini benar-benar...” ayahnya menggantung kalimatnya.
“Aku bukan satu-satunya yang harus selalu kalian perhatikan. Meski kak Yewon lebih tua dariku, tapi dia perempuan, Bu, Yah. Dia yang harusnya mendapatkan perhatian lebih, bukan aku. Aku bisa menjaga diriku sendiri karena aku laki-laki. Bisakah kalian melakukan itu?” tanya Yonghee. Ia benar-benar merasa sangat emosional jika membahas tentang kakaknya.
Sudah hampir 3 bulan dan ia sama sekali belum bisa menemukan kakak perempuannya itu. Apakah ia baik-baik saja? Apakah ia sudah makan sekarang? Ia tinggal dimana sekarang? Apakah ia sakit dan punya uang untuk membeli obat?
Yonghee benar-benar frustasi, ia harus segera menemukan Yewon.
Setelah tidak ada jawaban sama sekali dari kedua orang tuanya, Yonghee pergi meninggalkan rumah dengan terburu-buru. Tidak ada gunanya ia melakukan itu semua karena mereka benar-benar tidak perduli dengan Yewon.
“ada yang bisa saya bantu?”
“eh...gue—saya ingin periksa kandungan”
KAMU SEDANG MEMBACA
Pregnancy: Lee Jinhyuk✔
FanfictionBagi Jinhyuk, hidup bukan hanya sekedar takut akan kehilangan sesuatu yang disayangi, tapi juga tentang apa itu merelakan dan mengikhlaskan semua yang kita sayangi pergi. ©bexxx