Ketujuhbelas

6.9K 603 56
                                    

Prangggg!

Tak!

Prangggg!

Pranggg!!

Suara benda berjatuhan yang berakhir pecah itu terus menggema, kilatan emosi begitu kentara diwajah pria paruh baya itu.

Kini ruang tamunya telah berganti bak kapal pecah seluruh benda-benda disana telah dibantingnya, setelah dirasa puas dirinya pun menjatuhkan dirinya dilantai menangis tergugu seperti orang putus asa.

"Apa aku harus bilang dulu kalo hidup Lian sekarang tinggal 3 bulan, 2 bulan atau 1 bulan lagi! Baru abang mau percaya?".

Nafasnya memburu setiap kali kata itu berputar dikepalanya, air mata penyesalan terus mengucur dari pelupuk matanya bahkan kini dirinya menangis meraung-raung memukul keras dadanya yang terasa sesak.

Tampak menyedihkan sekali seorang Dimas Wira Yuda yang dikenal dengan menjunjung tinggi wibawanya kini jatuh kedalam jurang penyesalan.

***

Bisa Dirga rasakan jika adiknya itu kini memeluk erat dirinya menyandarkan kepala pada punggungnya, sementara dirinya yang tengah fokus mengendarai motornya pun tersenyum tipis ada getar aneh namun itu membuatnya dilanda rasa nyaman.

"Kak... jangan ngebut-ngebut Lian takut". Cicit Liano namun sepertinya Dirga tak mendengar itu karena memakai helm serta suara angin yang berhembus kencang malah kini ia menambah kecepatan motornya membuat jantung Liano semakin berdegup kencang bahkan sesekali matanya terpejam saat jalan yang dilewati sedikit menanjak kemudian menurun tiba-tiba Liano semakin mengeratkan pelukannya menenggelamkan wajahnya dipunggung sang kakak saat dirasa angin semakin keras menampar wajahnya.

Akhirnya penderitaan Liano berakhir saat motor kakaknya itu mulai memasuki perkarangan rumah, Dirga mulai memarkirkan motornya disebelah kanan halaman rumah mencagak motor kemudian melepas helm full facenya namun sosok yang berada dibelakangnya masih tetap memeluk erat dirinya.

"Hehh!, udah lo turun udah nyampe nihh!".

Liano nampak linglung dan sedikit tersentak ternyata benar dirinya sudah sampai dirumah, dengan perlahan ia menurunkan diri bahkan sesekali meringis saat luka memar itu berdenyut bergesekan dengan celananya.

"Bisa turun nggak lo?". Tanya Dirga saat menyadari jika adiknya itu kesusahan, kasihan juga sih lagi pula bisa ia lihat tadi jika luka adiknya itu sepertinya cukup parah hingga membuatnya linu sendiri ketika melihatnya.

"Bisa kok Kak". Lirih Liano yang akhirnya berhasil turun dari motor sang kakak, Dirga cukup terkejut ketika mendapati jika wajah adiknya itu kini begitu pucat bak mayat hidup.

"Lo? Nggak papa?". Tanya nya ragu-ragu, bocah itu hanya menggeleng.

Dengan ragu ia menuntun adiknya itu untuk masuk, namun sebelum itu ia baru menyadari jika mobil sang ayah telah terparkir digarasi yang terbuka. Dibenaknya berkata tumben sekali ayahnya sudah berada dirumah dijam segini?

"Kayaknya Ayah udah pulang deh Kak". Ucap Liano yang dibalas deheman oleh Dirga.

Ceklek!

Dirga membuka pintu rumah utama dengan lembut, namun beberapa detik kemudian ia dibuat terkejut dengan pemandangan yang dilihatnya sekarang ruang tamu rumahnya seperti tertimpa bencana angin ribut begitu kacau dan berantakan.

Barang-barang seperti Gucci, souvenir yang terbuat dari kaca atau keramik dan barang mudah pecah lainnya sudah hancur berkeping-keping mengenaskan dilantai.

Liano, bocah itu sama terkejutnya dengan sang kakak bahkan mulut mungilnya terbuka dan matanya melotot lucu.

Pandangan Dirga meliar dan menangkap sosok ayahnya terdiam disudut ruangan dengan pandangan kosong bahkan jejak air mata dan wajah sembab terlihat jelas.

Dirga berjalan hati-hati melewati kepingan kaca yang tumpah ruah hampir memenuhi seluruh bagian lantai ia menghampiri sang ayah.

"Ayah... ada apa ini? Kenapa jadi kayak gini? Ayah kenapa??". Tanya Dirga berusaha mengontrol emosinya.

Namun bukannya menjawab Dimas hanya terdiam dan menatap sesaat putra sulungnya itu namun pandangannya menajam saat melihat putra bungsunya tengah berdiri tidak jauh darinya yang juga tengah menatapnya.

Dimas bangkit berjalan cepat menghampiri sosok putra bungsunya itu dengan tatapan emosi bahkan ia tak takut jika kakinya akan tertancap pecahan benda yang dihancurkannya.

Liano memundurkan badannya saat Dimas mulai mendekat padanya, jujur ia sangat ketakutan Ayahnya menatap dengan kilatan emosi.

PLAKKK!

Tubuh ringkih itu seketika jatuh dan sedikit terpental menghantam lantai dengan ringannya tangan kekar itu menampar pipi mulus Liano.

Dirga sangat terkejut begitupun Liano yang menjadi korban tangan mungilnya memegang bekas tamparan yang sepertinya tak main-main itu bahkan kini pipinya berdenyut nyeri dan terasa panas.

Bahkan kini bocah itu tak lagi bisa menahan tangisnya menatap takut wajah sang ayah yang masih diselimuti amarah, entah mengapa Dimas yang ditatap seperti itu membuat emosinya semakin berada dipuncak.

Dengan kasar Dimas menarik tubuh ringkih itu dan kembali ia hempaskan dengan keras membentur lantai.
Menendang, menampar berkali-kali tubuh itu dengan kesetanan.

"Kenapa hahh! Kanapa kamu harus sakit sialan! Mau menghukum ku dengan cara seperti ini! KENAPA KAMU HARUS SAKIT BRENGSEK! KENAPA? KENAPA!!!!!". Tanpa ampun Dimas menghujani pukulan pada Liano tak perduli suara minta ampun dan sakit dari anak itu.

Dirga mendorong tubuh Ayahnya dengan sekuat tenaga sungguh ia tak tega melihat pemandangan dimana adiknya diperilakukan seperti ini, sebenci-bencinya ia pada adiknya jujur saja ia tak pernah suka jika Ayahnya sudah bermain fisik dan jauh dihati kecilnya masih menyimpan rasa sayang pada sang adik.

"AYAHH UDAH GILAA HAHH!, MAU NGEBUNUH ANAK KANDUNG SENDIRI. IYA?". Bentak Dirga

Dimas hanya terdiam dan terkulai lemas dilantai bahkan air matanya kini kembali mengalir.

"AKU NGGAK NGERTI SAMA AYAH SUMPAH AKU NGGAK NGERTI! JANGAN MAIN FISIK YAH UDAH AKU BILANG BERAPA KALI JANGAN MAIN FISIK!". Hampir saja Dirga melayangkan bogemannya pada sang Ayah namun ia urungkan saat dirinya ingat jika statusnya adalah sebagai anak.

Dirga menghampiri sang adik yang nampak melemas dengan darah yang mengalir dari kedua lubang hidungnya bahkan sudut bibir anak itu robek mengelurkan banyak darah. Menyedihkan!

"Ka-kak...". Lirihnya terdengar pilu sontak saja Dirga memeluk erat tubuh adiknya itu.

"Sak-it hiks..". Tangis Dirga pecah mendengar betapa menyakitkannya rintihan sang adik.

Bisa Dirga rasakan jika tubuh adiknya itu bergetar hawa panas menguar dan begitu terasa nafasnya pun terdengar putus-putus.
"Nggak dek, jangan tutup mata dulu kakak mohon... kamu kuat! Ayo kita pergi". Susah payah Dirga menaikan tubuh adiknya dipunggungnya.

"Jangan cari aku dan adikku!". Dingin Dirga meninggalkan Dimas yang terpaku mendengar ucapan putra sulungnya baru saja.

"BODOH KAMU DIMAS! BODOH! BRENGSEK! AYAH NGGAK GUNA!". Dimas memukuli sendiri kepalanya.

"Maafin Ayah.... Maafin Ayahhhhhhh".












Tbc!

😊

Jangan hujat Ayah Dimas plissss✌😁

Little Hope (END)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang