Keduapuluh-satu

6.9K 538 21
                                    


Liano berjalan riang dikoridor sekolah menuju kelasnya, dirinya diliputi perasaan senang luar biasa ketika Kakak, Om dan Neneknya sudah mengijinkannya kembali bersekolah walau sempat terjadi perdebatan sengit antara dirinya dan ketiga orang yang begitu menyayanginya itu.

Senyum manisnya terus terpatri diwajahnya menyapa setiap siswa atau siswi yang ia lewati, tiba-tiba saja ada yang menepuk pundaknya lumayan keras hampir membuat dirinya terhuyung jatuh.

"Ehh bener, kemana aja sih lo Yan?". Tanya Jeff yang ternyata adalah pelakunya.

Liano kembali melebarkan senyumnya "Aku sakit, tapi sekarang udah nggak papa". Jawab Liano, Jeff anak itu memandang lekat wajah sang sahabat yang ternyata sedikit mengalami perubahan lebih tirus dari sebelumnya tubuhnya pun tampak semakin kurus.

"S-sakit apa?". Tanya Jeff terbata dirinya takut jika sahabatnya ini sakit parah.

Senyum Liano luntur begitu mendengar pertanyaan dari Jeff, dirinya takut jika ia memberi tahu pada Jeff anak itu akan menjauhinya.
Liano dilanda rasa cemas berlebihan tapi disatu sisi ia tak ingin menyembunyikannya bukankah Jeff sekarang adalah sahabatnya?

"Nanti Lian ceritain, t-tapi janji ya jangan jauhin Lian". Cicit Liano

Sontak hal itu membuat Jeff semakin kebingungan dengan kaku ia menganggukan kepala, Liano menarik dirinya kedalam kelas karena sebentar lagi bel masuk berbunyi.

Liano mendudukan dirinya dibangkunya, Jeff memutuskan ingin sebangku dengan Liano mengingat dirinya dengan Arion bersitegang akibat insiden temannya itu dengan sengaja melukai Liano, lagipula Jeff sudah muak jika harus berteman baik dengan Arion yang berlaku seenaknya kepada dirinya.

"Kok Jeff duduk sini, Nanti Arion marah loh".

Jeff membuang nafasnya kasar "Bodo amat Dia bukan temen gue lagi". Ucapnya enteng sembari mengelurkan buku jam pertama.

"Kok gitu, Jeff nggak boleh gitu".

"Udalah Yan!". Kesal Jeff membuat Liano seketika terdiam menundukan kepalanya karena takut jika Jeff marah padanya.

***

Dimas menatap kosong tumpukan lembaran kerjanya ruangan yang dulu tertata rapi kini berubah sedikit berantakan sudah beberapa hari ini ia tak memperdulikan apapun keejaannya hanya melamun hingga membuat sekretaris dan para karyawannya memandangnya iba.
Bahkan Sekretarisnya pernah mendapatinya tengah menangis hebat diruangannya.

"Pak hari ini ada jadwal meeting pukul 9 dengan client yang waktu itu sempat dibatalkan". Ucap Rena yang merupakan sekretaris dari Dimas.

Dimas melirik sejenak Rena "Batalkan hari ini saya tidak ingin diganggu".

"Tapi Pak... ini sudah ke-".

"Batalkan!". Tegas Dimas memotong ucapan Rena, wanita itu seketika terdiam dan hanya mengangguk patuh.

"Keluar". Ucapnya dingin tanpa menunggu lagi Rena segera bergegas keluar dari ruangan.

Dimas beralih mengambil ponsel disaku jasnya menatap potret seseorang yang tengah tersenyum lebar dilayar ponselnya, hatinya kembali remuk penyesalan yang mendalam begitu menyiksanya saat ini.

"Maafin Ayahh Nak....". Dimas mencium layar ponselnya seakan dirinya tengah mencium putra bungsunya itu.

"Temui dia Dim sebelum semuanya terlambat". Ucap seseorang yang tiba-tiba muncul dibalik pintu ruang kerjanya berjalan menghampirinya, sementara ia hanya terdiam sembari menatap sayu sang sahabat yang merupakan partner kerja terbaiknya itu.

Little Hope (END)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang