Keduapuluh-sembilan

5.4K 373 8
                                    


'Huff'

Untuk sekian kalinya Liano menghela nafasnya, dirinya menatap sedih Ayah dan Kakaknya yang kini tengah bersiap hari ini Ayahnya harus kembali bekerja setelah lama mengambil cuti sementara Dirga kakaknya harus berangkat kesekolahnya.

Liano mengerucutkan bibirnya ada perasaan tak rela berarti hari ini dirinya sendirian diruang rawatnya.

"Jangan cemberut gitu dong, Kakak jadi makin gemayy deh". Ledek Dirga sembari mencolek dagu Liano hal itu tentu saja membuat Liano semakin dongkol. Dirga tertawa lepas melihat adiknya semakin kesal padanya.

Dimas hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat putra sulungnya yang gemar sekali menggoda adiknya.

"Dek... Ayah sama Kakak berangkat dulu ya, Ayah janji bakal pulang cepat sama suster dulu ya nanti siangan nenek juga kesini". Ucap Dimas mencium dahi Liano, bisa ia lihat jika mata anak itu sudah berkaca-kaca "Janji ya jangan lama-lama".

Dimas tersenyum "iya Ayah janji... Jangan lupa makan dan diminum obatnya ya". Liano hanya mengangguk pelan, "Jangan nangis... Nanti kalo Kakak pulang langsung kesini dehh".

Melihat wajah polos nan lugu itu membuat keduanya tak tega meninggalkannya sendirian.
Liano menyalami Ayah dan Kakaknya secara bergantian, setelahnya Ayah dan Kakaknya bergegas pergi pandangannya tak lepas dari kedua sosok itu hingga hilang dibalik pintu.

Tak berselang lama pintu ruang rawatnya terbuka kembali menampilkan sosok cantik yang kini tersenyum padanya.

Dengan senang hati Liano membalas senyum itu dengan miliknya yang tak kalah manis "Haiii, gimana kabar adek?". Sapa Suster Hanita riang, wajah Liano semakin berseri melihat jika susternya ini sangat ramah dan cantik pula.

"Udah sembuh, suster cantik deh hehe". Celetuk Liano membuat suster Hanita terkekeh malu.

"Hahh?! Makasih... Ya udah sarapannya dimakan dulu ya". Ucap Suster Hanita menata beberapa makanan yang akan dimakan Liano diatas meja kecil diatas ranjang.

"Nama suster siapa?". Tanyanya polos

Lagi-lagi suster Hanita tersenyum manis padanya "Nama suster... Hanita, adik manis". Jawab Suster Hanita dengan nada sedikit menggoda, hal itu tentu saja membuat Liano bersemu malu.

Dengan perlahan anak itu mulai menyuapkan sesendok bubur kemulutnya sendiri, dirinya mendengkus ketika bubur yang dirasakannya tak ada rasa sama sekali. Suster Hanita mengernyit ketika anak itu menghentikan acara makan sarapannya padahal baru satu suap bubur itu mendarat dalam mulutnya.

"Kok udah? Mual ya?".

Anak itu menggeleng "Nggak enak. masa nggak ada rasanya". Kesal Liano, Suster Hanita tersenyum tipis "Tiga suap lagi ya abis itu udah, mau suster suapin?". Tawar Suster Hanita, Liano sempat terdiam mencoba mencerna tawaran yang baru saja Suster Hanita tawarkan.

Anak itupun akhirnya mengangguk dengan senang hati Suster Hanita mulai menyodorkan sesendok bubur kemulutnya "Mungkin kayak gini ya rasanya disuapin Bunda". Gumamnya sedih.

"Kalo menurut Suster aku bisa sembuh nggak?". Tanya Liano disela acara menelan buburnya.

Suster Hanita sempat terdiam namun akhirnya ia tersenyum "Bisa dong, Adek kan kuat Suster yakin kalo adek itu bakalan sembuh". Jawabnya.

Liano tersenyum sendu "Tapi Aku denger kalo aku bakal meninggal 3 bulan lagi, Suster aku takut...".

Suster Hanita tersentak entah mengapa hatinya berdenyut nyeri mendengar ucapan anak sepolos Liano bahkan kini matanya mulai memanas melihat keluguan anak itu mengingatkannya pada adiknya yang sudah 5 bulan ini tak bertemu karena tuntutan pekerjaan yang ia jalani sekarang. Namun nasib adiknya jauh lebih beruntung dibanding anak dihadapannya ini diusia belianya harus berjuang melawan penyakit mematikan seperti ini.

"E-emang adek denger dari mana?".

"Ayah sama Kakak".

Flashback...

Dimas dan Dirga menatap sendu sosok yang tengah terbaring dengan mata kembali terpejam, namun setidaknya mereka tahu jika sosok itu hanya tertidur.

"Ayah... Apakah benar yang Dokter itu katakan kalo umur adek tinggal 3 bulan lagi? ". Tanya Dirga dengan suara bergetar menahan tangis.

Dimas sejenak memejamkan matanya mendengar hal itu membuatnya dilanda sesak luar biasa "Itu hanya sebuah Vonis Ga bukan suatu kehendak Tuhan, kita patahkan vonis itu Ayah akan berusaha dan ngelakuin apapun untuk kesembuhan adek. Percayalah Adek akan hidup hingga 50 tahun lagi bahkan bisa jadi 100 tahun".

Dirga menatap manik sang Ayah tak ada keraguan disana mendengar jawaban dari sang Ayah membuatnya kini berfikir lebih positif ia yakin semua akan baik-baik saja.

Namun tanpa mereka sadari sosok yang tengah terbaring itu mendengar apa yang dibicarakan oleh keduanya karena sebenarnya sosok itu terbangun tepat kedua orang itu memasuki ruang rawatnya namun karena dirinya masih dihinggapi rasa pening dirinya memutuskan untuk terpejam.

"Aku bakal meninggal?".

***

Dirga menyeka keringat didahinya, nampaknya cuaca hari ini nampak sedikit terik hingga kulit putihnya merasa sedikit terbakar.

Brukk

Dengan cekatan Dirga menangkap botol air mineral yang dilempar sohibnya, Fahri.
Tanpa basa basi dirinya segera membuka dan meneguk habis air mineral itu.

"Gila njirr panas banget". Keluh Fahri sembari membuka kaos basketnya menampilkan tubuh atletisnya.
"Iya nih, kalo nggak buat pertandingan mana mau gue disuruh latihan diwaktu lagi panas-panasnya gini". Ujar Galih mengibas-ngibaskan Kaosnya.

"Oh iya Ga, gimana keadaan adek lo? Sorry belum sempet ngejenguk lagi". Tanya Fahri, Dirga tersenyum tipis "Udah ada kemajuan kok, udah bisa ngambek lagi, hehe". Jawab Dirga terkekeh membayangkan wajah adiknya itu.

"Alhamdulillah lah kalo kayak gitu kita ikut seneng dengernya Ga". Dirga hanya mangut-mangut.

Pritttt!

Suara pluit begitu memekakan telinga yang berasal dari pluit milik Pak Tirta pelatih tim basket.

Seluruh anggota tim berdecak kesal bahkan sampai ada yang memaki-maki Pak Tirta "Kenapa pada duduk hah! Ayo cepat latihan lagi. ingat! Pertandingan sebentar lagi didepan mata jadi nggak ada waktu buat santuy! Apalagi ini pertandingan terakhir buat kalian yang udah kelas 12 karena sebentar lagi kalian akan difokuskan dengan ujian. MENGERTI!". Oceh Pak Tirta panjang kali lebar

"MENGERTIIIII!". Seru seluruh anggota tim tak kalah keras dari Pak Tirta.

"Sudah sana kalian latihan lagi! Saya pantau awas saja kalo ada yang nggak serius latihannya saya gantung ditiang bendera mau?". Ancam Pak Tirta membuat seluruh anggota tim berlari kembali ke tengah lapangan.


















Tbc!

See youuu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

See youuu

Little Hope (END)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang