Kesembilanbelas

7.1K 599 24
                                    

Dirga termenung dikoridor rumah sakit setelah 30 menit yang lalu adiknya telah dipindahkan ke ruang rawat biasa, pikirannya berkelena pada kejadian yang baru saja dirinya alami adiknya kembali disiksa oleh Ayahnya tepat didepan matanya.

Bahkan Dirga sempat berpikir tadi jika Liano tak akan bertahan mengingat begitu banyak darah yang merembes keluar dari hidung dan mulut adiknya itu, untuk pertama kalinya Dirga menangisi seseorang yang tak dianggapnya selama ini dan untuk pertama kalinya Dirga takut kehilangan sosok adiknya itu.

Sementara tadi Omnya Delon dan Sania neneknya meradang ketika dirinya sempat membawa Liano kerumah Omnya sebelum dibawa kerumah sakit dan menceritakan semua yang dialami adiknya selama ini bahkan Delon sempat mengamuk dan akan menemui Ayahnya untuk dihajar habis oleh Omnya itu, namun sekali lagi Dirga menahannya karena pada saat itu adiknya membutuhkan pertolongan segera. Sementara Sania sang nenek hanya menangis kencang memeluk tubuh lemah cucunya itu.

Dirga menghela nafas saat dirasa sesak menghimpit dadanya mengusap kasar wajahnya yang ia yakini pasti wajah tampannya kini berubah kusam dan kucel mengingat sepulang sekolah tadi hingga kini pukul 7 malam dirinya belum sempat membersihkan diri walau hanya sekedar mencuci muka.

Delon menghampiri keponakannya yang nampak melamun dikursi koridor setelah dirinya menangani dan memeriksa kondisi adik keponakannya itu.

"Haii..". Sapanya, Dirga sempat terkejut memandang kesal diriya itu membuat kekehan garing tercipta.

"Gimana keadaan Lian Om?". Tanya Dirga kembali serius, sejenak Delon menghela nafasnya haruskah ia memberi tahu Dirga yang sebenarnya? Hati kecilnya berkata jika sebaiknya keponakannya itu harus mengetahui kondisi sang adik yang sebenarnya sekarang.

"Ga...". Ucap Delon menggantung membuat Dirga semakin dilanda rasa penasaran melihat wajah Omnya kini berubah serius manik tajamnya bahkan kini memandang lekat manik legam dirinya.

Dirga memutuskan untuk tidak bertanya dirinya membiarkan Omnya itu melanjutkan jawaban dari pertanyaannya "Lian nggak baik-baik aja Ga, oke untuk kali ini kondisinya udah mulai stabil tapi...".

"Tapi apa Om!". Sentak Dirga meninggikan nada suaranya merasa kesal dengan Omnya itu yang kembali menggantung kalimatnya.

Delon tersentak sungguh dirinya tak sanggup untuk mengatakannya, dirinya saja hancur apalagi kini Delon yakin jika Dirga telah menyayangi Liano dirinya yakin keponakannya itu akan hancur, Haruskah ia katakan?

"Leukemia stadium 2..". Lanjut Delon, bisa ia lihat jika Dirga mematung seketika sorot anak itu menatapnya tak percaya, Dirga menggeleng kuat kedua matanya sudah berkaca-kaca mungkin satu kedipan saja air mata itu akan meluncur bebas dari pelupuk matanya entah mengapa Dirga menahannya membuat matanya semakin dilanda rasa panas dan perih.

"Nggak... O-om katakan kalo ini Aku cuma salah denger. Om nggak mungkin...".

Delon menggeleng menatap iba keponakannya itu dugaannya benar jika Dirga akan sehancur dirinya bahkan mungkin lebih.

"Maaf Ga maafin Om, tapi Om janji Om akan berusaha buat Lian sembuh Om janji Ga, yang sekarang Lian butuhkan bukan cuma pengobatan tapi juga dukungan semangat dan do'a dari kita semua untuk Lian Ga". Delon memeluk erat tubuh Dirga yang mulai merosot jatuh itu dan tangisnya pecah.

"Menangislah... nggak papa untuk kali ini dan terakhir kalinya kamu menangis untuk adikmu, setelah itu jaga dan support dia". Delon mengusap punggung kekar itu yang nyatanya kini telah rapuh ditampar oleh kenyataan yang mungkin sulit diterima oleh semua orang yang mengalaminya.

"Kenapa Om hiks kenapa? Apa ini hukuman buat aku hiks karena aku udah benci sama Lian adik aku sendiri yang nyatanya nggak salah apa-apa selama ini hiks kenapa Tuhan nggak hukum aku aja hiks kenapa bukan aku yang sakit Lian masih kecil Om hiks". Racau Dirga yang mampu mengiris perasaan Delon saat ini.

"Maaf hikss maafin kakak Lian maafin kakak maaf...". Delon mempererat rengkuhannya memberi sedikit ketenangan untuk keponakannya itu.

***

Sementara diruangan serba putih dengan bau khas obat-obatan itu Liano tergolek lemah diranjang pesakitannya sebelah kiri tangannya tertancap jarum infus dan selang pernafasan melintang dihidung bangirnya, seseorang yang menjaganya terus saja memegang memberi kehangatan untuknya.

"Bangun sayang...". Ucap Sania yang hampir membuat tangisnya pecah kembali, walau keadaan cucunya kini mulai stabil namun hatinya merasa belum tenang mengingat bocah yang terbaring dihadapannya ini belum membuka matanya sejak tadi dan kenyataan jika bocah itu tengah sakit keras.

Tanpa lelah ia terus saja terduduk disamping ranjang pesakitan itu sudah hampir 2 jam.
Memikirkan kenyataan yang baru diketahuinya jika menantunya itu selama ini telah berbuat buruk pada cucu yang merupakan anak bungsu yang dilahirkan mendiang putrinya itu hatinya mencelos antara kecewa dan marah bahkan ingin sekali dirinya menampar keras pipi menantunya itu sekarang.

"Ini sakit ya sayang, nenek elus-elus ya biar cepet sembuh...". Tangan yang mulai mengkeriput itu mengelus lembut pipi lebam Liano tanpa diundang air mata itu jatuh begitu saja bahkan kini dirinya kembali terisak hebat tanpa perlu ia bayangkan pasti luka yang diterima cucunya ini terasa begitu sakit, bukan hanya dari segi fisiknya saja namun hati dan jiwanya pun sama sakitnya untuk diterima bocah berusia 15 tahun itu.

Ceklekkk!!

Pintu ruang rawat itu terbuka dengan keras sosok Dirga muncul dan berlari memeluk tubuh terbaring adiknya menangis meraung-raung menggumamkan kata maaf untuk adiknya itu.

"Maafin Kakak dek maafin kakak hiks maafin kakak, pukul kakak dek pukul ayo sepuas kamu tapi pliss jangan hukum kakak kayak gini hiks maafin kakak..".

"Kakak bener-bener nyesel maafin kakak dek hiks ampunn... ayo bangun pukul kakak dek!".

Delon menarik tubuh Dirga yang terus saja memeluk erat Liano sungguh pemandangan yang begitu menyayat hati, melihat penyesalan begitu dalam seorang kakak pada adiknya.

"Dirga sayang... sini sayang jangan nangis". Ucap Sania merengkuh tubuh Dirga yang telah berhasil Delon tarik itu.

"Nenek Dirga nyesel banget... maafin aku nek maaf". Racau Dirga, Sania mengecupi pipi cucunya itu Delon yang melihatnya pun kini ikut menitikan air matanya dirinya tak menyangka jika keadaan akan sehancur ini.

















Tbc!

Hmmmmmmmm....

Fast up😌

Nggak ada double up apalagi triple up😐awas aja kalo ada yang minta😒

Ohh iya waktu itu ada yang nebak kalo si Liano itu sakit Hemofilia nah dichapter kali ini udah terjawab ya Liano sakit apa😊terima kasih ya udah menebak-nebak eaaa😆😆


Bye!

Little Hope (END)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang