19: Him

468 47 10
                                    

Sandara Park POV

Sejujurnya, waktu itu aku belum mau kembali ke Korea Selatan. Aku sangat menikmati kehidupanku di Filipina, menggeluti pekerjaan yang kusukai sebagai seorang aktris dan penyanyi sampai menjadi idola yang dicintai masyarakat negeri ini. Semua kerja kerasku di Filipina membuahkan hasil, aku membuat kesan yang melekat pada masyarakat dengan nama 'Pambansang Krung-Krung' yang artinya Nation's Crazy Personality. Mereka menyukai kepribadianku yang menurut mereka unik dan menyegarkan, karena aku berbeda dan lebih menonjol dari orang lain yang berada di dunia yang sama denganku. Sampai saat itu aku tidak akan meminta lebih, karena menurutku dicintai banyak orang karena menjadi diri sendiri merupakan sebuah anugerah bagiku yang memulai karier dari nol di negara orang.

Aku menghabiskan masa remajaku lebih banyak di Manila, maka Manila adalah kota yang sangat berkesan bagiku. Hampir semua 'pertama kali' dalam hidup aku rasakan disini, seperti pertama kali belajar bahasa asing, pertama kali audisi dan masuk TV, pertama kali bekerja, pertama kali menerima gaji, hingga pertama kali jatuh cinta. 

Namanya Robert Domingo, tetapi ia lebih terkenal sebagai Robi. Kami bertemu melalui teman-teman yang membuatku sadar bahwa circle pertemanan kami sangat dekat namun aku baru mengenalnya setelah Christian mengenalkannya padaku. Christian adalah penyanyi yang sering tampil di acara yang dibawakan oleh Robi sebagai host-nya, dia juga yang membantu mengenalkan Robi padaku ketika kami bertemu di acara perilisan album Christian. Setelah menyadari kalau kami berdua saling menyukai, Robi menyatakan perasaannya dengan sebuket bunga mawar merah dan setelah itu kami berpacaran. Aku ingat hari jadian kita adalah hari dimana aku menyelesaikan syuting film keduaku. Aku menyukai sosok Robi yang senyumnya ramah dan tatapannya yang teduh.

Manajemenku di Filipina tidak mengajakku untuk memperpanjang kontrak sampai pada akhirnya aku kembali Korea untuk menjadi trainee di YG Entertainment, seketika aku tahu kapan harus berhenti. Begitu pula juga Robi.

Aku mendengar hujan yang amat deras saat aku menelpon Robi kala itu. Sebelumnya aku bertanya, apakah dia sedang berada di luar, karena kalau iya aku akan menyuruhnya untuk segera berteduh agar ia tidak sakit meskipun aku tahu apa yang aku akan katakan selanjutnya tetap akan menyakiti hatinya. Untunglah dia bilang dia berada di rumah, menerima telponku sembari mendekati jendela, alih-alih mencari sinyal yang bagus untuk menerima suaraku yang menelpon dari jarak jauh. Yah, kalau diingat sih memang teknologi komunikasi dulu belum sebagus sekarang. Tapi aku lega Robi tidak hujan-hujanan.

Aku merindukanmu, Dara.

Aku juga, sahutku. Bahkan kalau rindu itu sebuah penyakit yang mematikan, aku rasa aku telah meregang nyawa.

Aku selalu merindukanmu dan itu membuatku sadar, aku tidak bisa berpisah terlalu lama pada saat aku mencintai seseorang.

Aku bisa mendengar helaan nafasnya yang panjang sebelum dia berkata seperti itu, seakan-akan itu adalah hal terberat yang harus ia ucapkan padaku.

Lalu bagaimana dengan kita? tanyaku berpura-pura bodoh, mencoba menghindari kenyataan yang jelas pada akhirnya akan menghampiriku.

Aku mau kita sampai disini saja. Let's end everything here.

Rintikan hujan begitu deras tidak menghalangiku mendengarkan ucapan Robi yang terasa sangat keras dan jelas. Robi mengucapkan ini dengan mudahnya, maka aku tahu kalau yang sebelumnya memang yang paling sulit baginya.

Robi... maafkan aku. Bahkan aku tidak berusaha untuk menahannya atau bahkan mencoba meyakinkan dirinya sekali lagi. Aku hanya membiarkan semua yang diucapkannya terjadi begitu.

Jangan minta maaf, Sandy. Sekali lagi aku mendengar suaranya yang teduh dan menenangkan aku yang mulai terdengar getir. Aku ingin yang terbaik untuk kita berdua.

Get You // daragonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang