"Perhatiannya, pedulinya, semua itu ia lakukan hanya atas dasar kemanusiaan, hanya karena rasa kasihan, bukan karena rasa cinta dan sayang"
_____________Ketika El sadar, ia terkejut bukan main, Karena kini ia bukan berada di apartemennya, dan baju yang ia kenakan...sungguh El tidak tahu apa yang terjadi.
"Alhamdulillah, Non Lisa udah sadar," ucap Bi Siti yang masuk dengan membawa semangkuk bubur.
"Anda siapa?"
"Saya Bi Siti, pembantu di rumah ini,"
"Ini rumah siapa? Dan kenapa saya bisa di sini,"
"Ini rumah tuan Bagaskara, tapi majikan saya lagi ke luar negeri, di sini cuma ada anak dari majikan saya, den Al,"
"Al?"
"Iya non, semalem den Al yang bawa non Lisa ke sini, katanya non Lisa habis mabuk, den Al banyak cerita sama Bibi akhir-akhir ini,"
"Mabuk?"
"Non, Bibi permisi dulu," ucap Bi Siti ketika melihat Al masuk ke dalam ruangan.
"Lo gabakal inget kejadiannya, karena lo di kasih racun,"
"Hah?"
"Udah, mending lo istirahat dulu,"
"Gak, gue harus pulang,"
"Gue udah bilang sama Naya, supaya bilang ke Bi Suti kalo lo nginep di rumah dia,"
"Al," panggil El ketika Al ingin pergi meninggalkan ruangan.
"Hem?"
"Makasih,"
"Dimakan buburnya," perintah Al dingin.
El mengangguk mengiyakan. Iya segera menghabiskan semangkuk bubur itu, perutnya memang sangat lapar saat ini, Al yang melihatnya, hanya bisa tersenyum sekecil mungkin.
******
Hari berikutnya, Mereka kembali bersekolah, Al memang sudah menolong El, tapi, El masih belum bisa memaafkan Al sepenuhnya, karena Al tidak punya bukti apa-apa.
Begitupun dengan Rendi, El dan Rendi semakin hari terlihat semakin dekat, kejadian di malam yang lalu, tidak ada yang mengetahuinya, El pun sama sekali tidak ingat apa-apa, racun itu seakan melumpuhkan ingatannya, walau hanya beberapa jam yang lalu.
"Nay, gua heran deh sama Al, kenapa dia gak mau ngaku kalo dia yang udah buat berita itu, atau mungkin emang bukan dia pelakunya?" El kebingungan sendiri.
"Ya mungkin dia gak mau lo benci sama dia kali Sa,"
"Ya tapi kan kalo dia jujur gua bisa aja maafin,"
"Iya sama aj...," belum selesai bicara, Rendi tiba-tiba masuk ke ruang kelas mereka.
Semua murid harap berkumpul di lapangan, ada berita penting yang ingin saya sampaikan.
"Eh Sa itu kaya suaranya Al?"
"Hah masa sih,"
Terutama untuk siswi bernama Elisa Senjani, harap kehadirannya di sini, penting!
Setelah mendengar suara selanjutnya, El baru menyadari itu memang benar suara Al.
"Sa, dia manggil lo tuh,"
"Mau ngapain sih tuh anak," dengan langkah kaki berat, El pergi menuju lapangan.
Sepanjang koridor sekolah, banyak siswa yang membicarakan dirinya.
"Jangan - jangan mau ditembak nih cewe murahan," ucap salah satu dari mereka.
"Yuk ke lapangan, kepo nih" ajak salah satu siswa yang lain.
Setelah sampai di lapangan, El langsung menatap Al dengan sorot mata tajam.
"Buat semua siswa dan siswi yang ada di sekolah ini, gua mohon sama kalian jangan percaya sama berita hoax itu! Keluarga Elisa gak seburuk yang kalian kira, dan El gak pernah morotin harta gue ataupun kecentilan sama gue, gak sama sekali! tapi gue yang ngedeketin dia karena mau ngebantu ekonominya, sebagai sesama manusia gak ada salahnya kan saling bantu-membantu?gue cuma kasihan aja liatnya, plis jangan ada yang ngebully El lagi, ini semua cuman kesalahpahaman,"
Al berhenti sejenak, ia lalu menatap El yang sepertinya sedang menahan air mata. Al lalu melanjutkan.
"Kalian semua harus ingat! Cyber bullying itu gak baik, kalian bisa dikeluarin dari sekolah ini kalo sampe bikin seseorang depresi karena pembulyan yang kalian lakuin, gue akan cari siapa dalang di balik semua ini, dari cctv, orang itu mengenakan jubah hitam panjang, wajahnya gak keliatan, dan gue yakin dia anak sekolah ini, karena dia tahu letak cctvnya,"
"Mampus gue!" batin seseorang.
"Dan ingat! Gue deket sama El, cuma karena buat ngebantu dia nyelesain masalah keluarganya, gue ngelakuin ini semua karena... Atas dasar kemanusiaan," ucap Al dengan nada terpaksa, ia melihat El yang juga sedang melihatnya, dengan air mata yang entah sejak kapan sudah turun, Al benar-benar tak tega, namun ia harus melakukan ini demi kebaikan El juga.
Setelah mendengar semua kenyataan dari Al, El lalu berlari ke arah taman belakang, ia menangis di sana sekencang-kencangnya, karena taman belakang sekolah sangat jarang digunakan, atau dikunjungi para siswa.
Bagaimana ia tidak menangis, pria yang selama ini perhatian padanya, pria yang selama ini selalu peduli padanya, pria yang mau membantu menyelesaikan masalah keluarganya, pria yang selalu ada untuknya dan pria yang sangat ia percayai, melakukan semua itu hanya atas dasar kemanusiaan, hanya karena rasa kasihan.
Mungkin di sini hanya El yang memiliki perasaan lebih dari sekedar teman, mungkin di sini hanya El yang mengira bahwa Al peduli padanya karena ia cinta. Tapi, semua tidak seperti fikirannya, semua sangat berbanding terbalik dengan bayangannya.
Kali ini ia tidak tahu siapa yang harus ia salahkan, Al atau dirinya sendiri, yang Al lakukan padanya tidak salah, justru itu membantunya menyelesaikan masalah, tapi di sini, perasaan El yang salah, ia terlanjur memiliki perasaan ini, ia yang salah karena terlanjur jatuh cinta pada seorang Al Bagaskara, pria dermawan dengan sikap dinginnya.
"Lo bodoh El, bodoh! Kenapa harus Al, kenapa harus dia yang lo cinta El," teriak El dengan mata yang tidak berhenti mengeluarkan air mata.
"Lo bodoh El karena udah salah ngartiin kebaikannya, lo bodoh El," teriak El lagi sambil memukul-mukul keningnya sendiri.
Dari kejauhan ada seorang pria yang mendengar teriakannya, pria itu tersenyum kecut ke arah El, seolah ucapan El tadi sangat menyakitkan untuknya, bahkan ia muak mendengarnya.
Siapa itu ya?
Segini dulu ya...
Jangan lupa vote dan commentnya! ❣️
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA [SELESAI]
Fiksi RemajaSeperti sangkuriang yang jatuh cinta kepada seorang wanita, yang padahal wanita itu adalah ibundanya Seperti putri duyung yang mencintai manusia, meskipun mustahil tuk bersama Dan Seperti bella yang mengagumi sosok pangeran istana, meskipun ia buruk...