19. Pergi

1.1K 57 1
                                    

"Kamu pergi, membawa hatiku ikut bersamamu."

___________________

Dari kejauhan, ada seorang pria yang mendengar teriakannya, pria itu tersenyum kecut ke arah El, seolah ucapan El tadi sangat menyakitkan untuknya, bahkan ia muak mendengarnya.

Rendi, pria yang sedari tadi mengawasinya.

"Nih," Rendi memberikan sapu tangannya pada El.

El mendongak, ia malu sekali saat ini, wajahnya sudah tidak karuan.

"Cewe cantik kaya lo, gak pantes buat nangisin cowo dingin gak punya perasaan kaya Al,"

El hanya diam saja.

"Gue lagi pengen sendiri Ren,"

Dengan wajah masam, Rendi pergi meninggalkan El sendiri dibangku taman.

Tiba-tiba suara petir berbunyi sangat keras

Duaarrr

Hujan deras pun mengguyur bumi.

Sekujur tubuh El menggigil karna dinginnya air hujan. Al sama sekali tidak mencarinya. Ia benar-benar tidak peduli lagi.

El pulang dengan baju yang basah.

Kali ini hujan sama sekali tidak membuatnya bersemangat.

****

Pagi yang membosankan. El sebenernya tidak ingin masuk sekolah tapi ia takut ketinggalan pelajaran yang mana minggu depan akan diadakan ujian Akhir semester.

Sampai di gerbang sekolah, El melihat Al dengan motornya. Mereka saling pandang lalu setelah itu El memalingkan wajahnya. Dan melanjutkan langkahnya menuju kelas.

Seminggu berlalu...

Al sama sekali tidak menyapa El selama seminggu itu. Ujian telah selesai. Teman-teman El kini percaya lagi padanya, karna melihat pengakuan dari Al waktu itu. El mulai tenang akan perasaannya. Ia berniat akan melupakan Al. Tapi..

"El, tunggu,"

El terus berjalan tanpa menengok kebelakang.

"El, gua mau pergi,"

Setelah kata itu diucapkan, El berhenti. Dan menyuruh Naya yang sedari tadi berjalan di sampingnya untuk pergi ke kelasnya duluan.

Mereka berdiri di lorong kelas, sepi di sana, karna memang ini bukan jam istirahat.

"El, " ucap Al dengan membawa tas ransel di punggungnya.

Tapi El hanya diam saja.

"Lo masih kesel sama gue?" tanya Al.

"Gak," Jawab El singkat.

"Gue bakal pindah El,"

"Kemana?"

"Amerika serikat, "

Bagaikan  ombak yang menerjang perahu di tengah lautan, hingga hancur dan tenggelam, seperti itulah, perasaan El sekarang.

"Kenapa?"

"Bokap tugas di sana, gue disuruh ikut,"

El memandang kosong ke depan, menatap nanar nasibnya yang kelabu.

"Ini komitmen kita," ucap Al sembari memberikan gelang hitam putih.

Gelang yang menandakan bahwa hidup tidak melulu soal indahnya warna warni saja, tapi juga nuansa monokrom, harus Mengiringi setiap perjalanan. Agar kita bisa tau, yang indah tak harus sempurna, yang bahagia, tak harus banyak harta, karna hakikinya kebahagiaan, ada pada diri kita sendiri.

"Komitmen?"

"Iya, ini hati gue yang harus lo jaga,"

"Kenapa harus gue? "

" Karna lo yang gue percaya,"

Entah dentuman apa yang menghantam hati El, ia sangat takut akan kehilangan Al kali ini.

Mata El berkaca-kaca ia hampir saja menurunkan air matanya di depan Al.

"Lo nangis?"

"Menurut lo?" kali ini El benar-benar menangis, ia tidak bisa berbohong pada Al akan perasaannya.

"Jangan nangis El, semangat gue jadi hilang,"

"Lo pergi juga semangat Gue bakalan Hilang Al,"

"Gue harus lakuin apa supaya lo berhenti nangis?"

"Emang gak bisa ya setahun lagi lo di sini Al, " ucap El dengan air matanya yang mengalir.

" Gue maunya gitu El, tapi gue gak bisa biarin bokap di amrik sendiri, gue gak mau jadi anak durhaka El,"

"El, gue yakin kalo takdir kita bersama, kita bakal ketemu lagi," ucap Al yang semakin membuat El menangis.

"Kalo taqdir berkata lain?"

"Waktu yang bakal ngejawabnya El,"

"Gue gak bisa liat lu pergi,"

"El.. , " ucap Al membujuk.

"Gue juga gak bisa jaga hati lo,"

"Kenapa? "

" Gue ceroboh Al,"

"Tapi gue percaya sama lo,"

"Bukannya selama ini lo percaya gue sebagai teman? Teman yang selalu lo hibur, yang selalu lo bantu ekonominya, cuma itu aja kan Al?"

"Gue bohong El,"

"Maksud lo?"

"Perasaan gue lebih dari sekedar itu, perasaan gue jauh lebih besar dari sekedar teman, gue peduli sama lo karna gue....," ucap Al menggantung.

"Karna gue?" Tanya El.

"Gue gak bisa liat lo sedih,"

"Cuma itu?"

"Iya, "

Untuk kedua kalinya, Lagi-lagi Al berbohong akan perasaan nya, ia benar-benar takut mengungkapkannya. Ia tidak mau kehilangan gadis itu, itulah sebabnya ia berbohong.

" Kenapa perasaan kita selalu beda Al? " batin El.

" Soal kemarin, gue minta maaf kalo ada perkataan gue yang salah, "

" Lo gak salah Al, gue aja yang aneh, "

" Aneh? "

" Iya, "

" Aneh gimana? "

" Gue yang terlalu berharap perkataan lo itu salah, "

" Maks.., "

" Lupain Al, itu gak penting, "

Sebenarnya Al mengerti, hanya saja, ia menunda semua yang ingin ia katakan pada El, mungkin sekarang belum saatnya mengatakan apa yang seharusnya ia katakan.

"Jaga diri lo baik-baik di sini,"

"Lo juga, jaga diri lo baik-baik di Amrik,"

"Jaga gelang itu, seperti lo jaga hati gue,"

"Gue pergi dulu bulan purnama ," ucap Al lalu mengusap kepala El.

Dari kejauhan, Al melihat bulan purnamanya itu menangis. Ia lalu melambaikan tangannya tanda perpisahan.

El pun membalasnya.

"Selamat tinggal El," batin Al

Segitu dulu ya teman - teman..

Remember vote and commentnya!

Lavyu❣️

RASA [SELESAI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang