part 6

114K 2K 83
                                    

Hallloooooooo
I'm back yeee... Mon maap Mimin baru update lagihhh. Kangen ga kangen ga? Pasti pada kangen yes, okeh untuk mengobati rindu kalian pada eike (eits dah pede amat) maksud mimin rindu kalian pada babang tamvan dan se sembaknya Yuks mari ah kita ke tkp

Cedikotttt

Asyiapppppppppppppppp

****

Lisya membuang nafasnya kasar, menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya. Beruntung, Tuhan masih menolong. bulir bening yang sejak tadi di tahan, kini lolos menganak sungai.

Miris sekali jika mengingat kejadian tadi. Bryan hampir saja memperkosanya jika dering ponsel itu tidak berdering. Untuk sekarang, tidak ada yang bisa di lakukan kecuali menangis dan memaki.

"Brengsek kau Bryan! Hypersex sialan!" umpat Lisya memukul bantal, membayangkan yang ada di depannya saat ini adalah Bryan.

"Arghhhh..." Lisya meremas rambutnya frustasi. "Brengsek! Brengsek! Mengapa aku begitu bodoh!"

Lisya terus mengumpat dengan kata-kata kasarnya. Yang bisa di lakukannya saat ini hanya memukul benda di sekelilingnya. Tidak! Ini tidak bisa di biarkan, Bryan pasti akan kembali melakukan hal menjijikan itu lagi jika ia tidak cepat pergi.

Ya pergi! Sepertinya Lisya menemukan Ide berlian. Pergi menjauh dari kehidupan Bryan adalah solusi tepat. Dengan begitu kehormatannya akan terselamatkan. Lisya turun dari ranjang, menginjakan marmer yang cukup dingin tanpa alas kaki, menarik selimut untuk melilitkan tubuhnya.

Lisya harus memutar otak mencari cara untuk bisa keluar dari apartemen mewah ini. Berjalan mondar mandir demi sebuah misi.

"Sial! Mengapa otak ini tidak bisa berfungsi saat keadaan darurat!" Lisya kembali duduk di sofa, menatap rembulan yang begitu terang. Andai saja Ibunya masih ada. Dan semua itu hanya adaikan dan andaikan.

Bulir bening itu kembali lolos dari mata lentiknya. Lisya harus pergi sekarang atau Bryan akan segera pulang dan menubruknya kembali.

Lisya memunguti pakaiannya lalu memakainya kembali. Setelah semua rapi, ia menuju lemari pakaian dan mengemasi beberapa pakaiannya.

"Finaly! Semoga saja para pengawal bodoh itu sudah terlelap!" ucap Lisya bermonolog.

Lisya tidak membuang-buang waktu ia cepat keluar kamar dan menuruni tangga dengan hati-hati.

Dengan pengawalan yang begitu ketat, apakah mungkin dirinya bisa pergi dari tempat ini? Segala fikiran buruk segera di tepisnya jauh-jauh. Beberapa anak tangga telah berhasil di lewati, tinggal beberapa langkah lagi ia sampai di pintu utama tapi mengapa rasanya begitu sulit untuk melangkah.

"Nona?"

Deg jantung Lisya seakan melompat mendengar suara seseorang.

"Nona mau kemana malam-malam begini?"

Lisya terdiam memikirkan jawaban yang tepat, "Saya tadi akan ke kamar Tuan untuk menyerahkan ini." lanjut wanita paruh baya yang tak lain adalah asisten rumah tangga di apartemen ini.

Lisya mengeritkan kedua alisnya, wanita itu membawa map berwarna cokelat yang entah apa isinya.

"Sepertinya ini milik Tuan." sambungnya lagi.

"Oh iya, ini memang milik Bryan, ini yang sedang saya cari."

"Benarkah?"

"Ya." balas Lisya lalu mengambil alih map tersebut. Sekuat tenaga ia menyembunyikan raut wajah penuh ketegangan.

"Bibi nemu dimana?"

"Di ruang tengah."

Lisya membuka dan membaca isinya, sepertinya itu hanya surat biasa bukan dokumen penting. Lisya akan menggunakan alasan ini untuk melabui para pengawal Bryan.

Best Partner (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang