part 2

206K 3K 20
                                    

Bryan berjalan mendahului Lisya, tanpa menolongnya. Untuk kali ini, Lisya menurut, karena memang ini adalah kesalahannya. Lisya mengekor dari belakang. Ia berfikir sejenak sebelum memutuskan langkahnya,

'Kira-kira hukuman apa yang akan di berikan?' pikirnya dalam hati.

Lisya berusaha bangkit, beberapa karyawan yang melihatnya bermain dengan argumen masing-masing. Lisya adalah type wanita bodo amat. Jadi tidak terlalu pusing dengan mulut orang lain yang mencibirnya.

Bryan sudah dulu di ruangan, duduk dengan menyilangkan kaki kanannya sambil memegang map.

Tanpa di komando, Lisya langsung mendaratkan bokongnya di kursi yang menghadap Bosnya.

Bryan sudah tau keberadaan sekretarisnya sejak tadi, hanya saja dia sedang menyiapkan hukuman untuk karyawan yang datang terlambat.

'Sepertinya, ini akan menarik.' pikir Bryan.

Bryan berdehem, memecahkan keheningan. Lisya yang sedari tadi berdecak dalam hati mendadak salah tingkah.

"Bukankah semalam sudah saya bilang untuk tidak terlambat?"

Lisya terdiam, bukan memikirkan alasan melainkan berfikir bagaimana bisa Bryan mendapatkan nomor telfonnya.
Di sisi lain, Bryan hanya menyeritkan dahi.

"Wait, eimm dari mana anda bisa tahu nomor telfon saya."

Dari sorot matanya terpancar kemenangan dalam diri Bryan. Hal yang sangat mudah untuk mendapatkan apa yang di inginkan. Jangankan nomor telfon karyawannya, nomor telfon model papan atas saja bisa dengan mudah ia dapatkan.

Lisya menggigit bibir bawahnya, pertanyaan macam apa ini, tentu saja Bryan punya identitasnya, secara dia adalah bawahannya.
Oh no, bukan bawahan lebih tepatnya sekretaris sesaat. Gumam Lisya dalam hati.

"Bukankah saya sudah menjelaskan alasannya."

"Itu adalah alasan koyol." Bryan tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kau tau macet, kenapa harus bangun siang!" lanjutnya.

"Eimm oke, saya minta maaf untuk itu." sejujurnya, Lisya malas untuk berdebat dengannya. Bryan adalah type pendebat yang hebat, tidak heran jika dirinya bisa membangun perusahaan sebesar ini. Walaupun ini adalah perusahaan milik Ayahnya.

Dua hari bersama Bryan membuat Lisya tau sedikit tentang sifat bosnya.

"Kamu tau, karyawan yang datang terlambat akan mendapatkan sanksi?"

Lisya mendongkakan wajahnya, ia tahu letak kesalahannya, dan sanksi juga memang harus didapatnya karena kesalahan.

"Mulai hari ini, kamu adalah sekretaris pribadiku."

"Hah?"

"Ya."

"Bukankah, sejak kemarin aku sudah menjadi sekretarismu?"

Bryan terkekeh mendengar jawaban polos yang keluar dari bibir sexy itu.

'Dasar bodoh. Pertanyaan macam apa ini.' umpat Lisya dalam hati.

"Kamu memang sekretarisku, sebagai hukumannya, kamu juga harus menjadi sekretaris pribadiku. Paham!"

'Oh mine.' pekik Lisya lirih.

Lisya tidak habis pikir, hukuman yang di berikan Bryan akan sulit di terima dengan akal sehat. Menjadi sekretaris pribadi, itu artinya dia akan bekerja dua puluh empat jam dengan bos gilanya.

"Satu hal, kamu juga akan menjadi sekretarisku di rumah." lanjutnya.

"Apa? Sory saya tidak mau."

Best Partner (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang