Vote
Setelah genap sebulan aku jadian dengan Jimin, aku semakin yakin kalau aku nggak salah pilih dan benar-benar sudah menemukan belahan jiwaku, cinta sejatiku, cahaya hidupku, Jimin adalah segalanya bagiku. Aku mencinta dia dan akan selalu menyayangi dia untuk selamanya. Saat ini aku merasa puas karena penantian, dan usahaku selama ini berbuah kebahagiaan.
Telah sekian lama aku merasa menanti Jimin menjadi milikku seutuhnya. Akhirnya, cerita cintaku saat ini sudah happy ending, tinggal sekarang aku dan Jimin yang menjalaninya. Dulu kami sering sekali bertengkar, hanya karena hal-hal kecil, kadang kami sampai ribut tidak menentu. Dulu sebagai teman, kami memang bukan teman yang cocok, kami saling menjatuhkan dan saling membenci. Tapi sekarang, benar kata orang-orang, kalau kamu membenci seseorang janganlah kamu sampai terlalu, dan hasilnya sekarang perasaan itu menjadi kebalikan bagi aku dan Jimin, justru kami sekarang saling mencintai dan menyayangi. Tapi yang jelas, aku juga nggak mau kehilangan Jimin, aku takut juga kalau aku terlalu mencintai dan menyayangi dia, bisa jadi aku dan dia akan terpisahkan.
Drtttt.... Drttttt...
“Hei Seul, kamu lagi ngapain? aku kangen sama kamu..”
“Halo Jim, kan baru kemarin kita ketemu, kamu gimana sih?”
“Seul, kamu baik-baik ya di sana, jaga diri kamu dan jangan pernah lupakan aku ya sayang.”
“Kamu ngomong apa sih Jim? Kamu ngigau ya?”
“Nggak, maksud aku yah kamu jangan macam-macam di sana, kan di kampus kamu banyak banget tuh cowok-cowok keren, ntar ada yang godain kamu lagi, trus kamu lupain aku.”
“Ha-ha…..ha-ha…. ya nggak dong sayang, aku nggak akan tergoda sama cowok-cowok di kampus ini, nggak ada yang kayak kamu di sini, dan yang aku mau tuh cuma kamu seorang.”
“Hei, kamu udah pintar ngegombal yah, siapa yang ajarin, ayo ngaku?”
“Jimin, kamu apaan sih?! Udah deh, aku mau kamu kasih aku kepercayaan untuk berteman dengan teman-temanku. Asal kamu tau aku berterima kasih banget selama ini sama Tuhan karena aku udah bisa memiliki kamu.”
“Iya Seul, dan asal kamu tau juga cintaku lebih besar dari yang pernah kamu bayangkan selama ini.”
Satu hal inilah yang selalu ditakutkan Jimin, dia selalu bilang aku akan tergoda oleh cowok-cowok di kampus, sementara aku nggak begitu? Justru akulah yang paling takut Jimin yang akan berpaling dariku, dia akan pergi meninggalkanku selamanya, dan cintanya hilang untukku. Jimin sekarang kerja di salah satu perusahaan asing terkemuka di kota ini, sebagai cowok kalau kita melihatnya dengan kesan pertama, dia adalah cowok yang diimpi-impikan semua cewek, karena Jimin punya segalanya, dengan modal wajah yang tampan, prilaku yang baik, kerja yang mapan, akupun takut dia akan pergi dariku, kalau seandainya ada cewek yang lebih menarik dariku, lebih sederajat dengan dia.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Jimin menggenggam tanganku erat sekali, aku merasakan kenyamanan saat dia memegang tanganku. Aku merasakan cintanya begitu kuat untukku. Saat kami masuk ke sebuah toko buku, Jimin bilang dia akan membelikan aku sebuah buku sastra yang dulu sudah pernah dibacanya dan sekarang dia ingin aku juga membaca buku itu. Setelah Jimin membayar buku tersebut, Jimin langsung menyerahkannya padaku. Aku kaget membaca sinopsisnya, ternyata buku itu berisi tentang kekuatan cinta yang tulus, yang akhirnya terpisahkan oleh maut, dan bagaimana sakitnya hati seorang kekasih saat menghadapi peristiwa kematian itu.
“Jimin, kenapa kamu kasih aku buku kayak gini?”
“Seulgi, aku pengen banget kamu baca buku ini, karena kalau kamu baca buku ini, kamu bakal lebih mengerti lagi apa itu cinta sejati, kamu akan merasakan betapa sangat berartinya orang yang mencintai kamu, pokoknya ceritanya bagus deh, kamu pasti nggak bakalan nyesal kalau baca buku ini, dan setelah membacanya, aku juga yakin kamu akan semakin sayang sama aku, he-he…”