Vote
“Kali ini kita akan mendaki gunung. Karena tiga minggu lagi kita akan mengadakan ujian tengah semester jadi kita tidak bisa mendaki di luar kota” Jimin, ketua siswa pecinta alam sekolahku ini memulai sesi rapat. Aku beserta 23 cowok lainnya sedang mengadakan rapat untuk persiapan pendakian rutin kami yang diadakan 3 bulan sekali. Dan sekedar info tambahan, aku Kang Seulgi adalah satu-satunya anggota cewek dalam ekstrakurikuler pecinta alam ini. I Love Journey and Andventure is my middle name adalah mottoku.
“Kita sudah dua kali mendaki di sana. Bosan nih Jim” Hanbin, cowok yang duduk di sebelah kananku mulai mengeluarkan suara. Sedangkan aku mulai mengabaikan rapat yang sedang berlangsung dan memilih untuk memikirkan cara mendekati Yoongi.
Wendy, sahabatku sejak zaman masih pake popok hingga pembalut itu memintaku untuk mencari informasi mengenai Yoongi cowok yang disukainya. Walaupun aku mudah bergaul dengan cowok, bukan berarti aku akan mau bersikap sok kenal.
“Jadi, bagaimana menurut lo Seul?” aku langsung memandang ke arah Jimin saat mendengarnya menyebut namaku.
“Jimin menanyakan pendapat lo mengenai rencana pendakian kita minggu depan. Beberapa anak-anak menolak untuk mendaki ke gunung itu karena bosan” Sungwoon, cowok yang duduk di samping kiriku membisikan pertanyaan Jimin yang tidak kudengar.
“Oh. soal itu… bagaimana kalau kita meminta setiap perwakilan kelas mengirim tiga orang untuk kita ajak ikut mendaki?. Semakin ramai pasti akan semakin seru. Siapa tahu setelah ikut pendakian mereka akan tertarik bergabung dengan ektrakurikuler kita yang minim penghuni ini” beberapa menit kemudian usualanku diterima oleh seluruh anggota klub. Dari usulan dadakanku tadi, ide untuk mendekati Yoongi bermunculan bak petasan.
Sehari sebelum mendatangi setiap kelas untuk memberikan informasi mengenai kegiatan kami, aku menambahkan usulan pada ketuaku untuk mewajibkan setiap ketua kelas mengikuti kegiatan ini. Tanpa banyak bertanya Jimin menyetujuinya, Aku menambahkan usulan itu dengan maksud tertentu. Yoongi yang kebetulan seorang ketua kelas adalah alasannya. Dengan ikut sertanya Yoongi aku bisa dengan leluasa mendekati dan menggali banyak informasi tentangnya secara langsung.
“Hai,” suara seorang cowok yang terdengar asing mengusik kesibukanku yang sedang mencatat pembagian kelompok pendakian. Yoongi, cowok yang menyapaku mengambil tempat duduk tepat di depanku.
“hai, ada apa? ingin bertanya mengenai pendakian?” tanyaku berbasa basi.
“gk kok. Gue tadi lewat, gue lihat lo lagi ngerjain tugas sendirian. Jadi gue mampir siapa tahu bisa membantu” Aku mengangguk sebagai jawaban. Cowok ini terlihat baik walaupun bertampang playboy dengan senyum miring dan wajah tampannya itu. pantas saja Wendy ngebet ingin menjadi pacarnya.
Aku dan Yoongi mulai akrab bak sahabat lama yang baru saja bertemu sejak percakapan pertama kami. Selama empat hari belakangan ini aku tidak pernah absen memberikan informasi pada Wendy mengenai semua yang kuketahui tentang Yoongi yang akan selalu dihadiahi Wendy dengan pelukan maut yang menyesakan nafas.
“thanks Seul. Lo memang sahabat gue dunia akhirat.” kata Wendy dramatis dua hari yang lalu.
“Seulgi, pulang sekolah nanti tunggu gue di pintu gerbang. Ada sesuatu yang mau ngue sampain.” Akhir-akhir ini Yoongi selalu mengantarku pulang jika kami mengadakan rapat hingga malam. Bahkan jika tidak ada rapat pun ia tetap mengantarku pulang.
“mau ngomong masalah apa?. Di sini kan bisa. Nggak perlu nunggu sampai pulang sekolah”.
“ini sangat privasi. Jadi nggak bisa dibicarakan di sini” suara bernada cie cie mengisi ruangan.
“kayanya ada yang cinlok” kata Hanbin mengejek. Tanpa mengatakan apapun lagi Yoongi berjalan keluar ruangan, meninggalkanku yang dijadikan bahan gurauan oleh teman-temanku.
Aku menunggu Yoongi dengan perasaan berkecamuk. Memikirkan sikap Yoongi yang akhir-akhir ini lebih perhatian dan manis padaku. setiap mengantarku pulang Yoongi selalu menyempatkan waktu untuk mentraktirku makan dan meneleponku hingga berjam-jam untuk menanyakan tentang pendakian atau hal yang tidak penting. Perasaan tidak enak pada Wendy tiba-tiba saja muncul menyeruak tanpa bisa kukendalikan. Dan mengingat candaan teman-temanku tadi mendatangkan perasaan gelisah.
“Sudah nunggu lama yah” suara Yoongi mengembalikanku ke dunia nyata.
“nggak kok. Jadi lo mau ngomong apa?” tanyaku to the point. Wajah serius Yoongi membuatku semakin gugup.
“gue sudah lama mau ngomongin ini sama lo. Jika gue memendamnya lebih lama lagi gue akan semakin tersiksa” Kalimat yang baru saja meluncur keluar dari Yoongi membuat jantungku tiba-tiba berdebar abnormal.
“Seulgi, lo mau kan…” aku merasa seperti ada kupu-kupu yang bertebangan di dalam perutku. Perasaan yang sering Wendy katakan saat ia memikirkan tentang Yoongi, dan sepertinya perasaan itu juga yang sedang kurasakan saat ini.
“lo mau kan bantu gue deketin Wendy sahabat lo? Gue sudah lama suka sama dia” semua kupu-kupu di dalam perutku mati seketika. Jadi ini alasan dibalik sikap perhatian dan manis Yoongi padaku. Sial, menyesal aku sempat deg-degan karena Yoongi dan merasa bersalah pada Wendy. Aku menutup mata sejenak seraya menarik dan mengeluarkan nafas untuk meredam emosiku yang siap meledak.
“dengar baik-baik pretty boy. Ini adalah nasehat pertama dan terakhir gue sama lo. Temui Wendy sekarang dan katakan semua perasaan lo dengan gombalan alay terbaik lo sama Wendy dan dalam sekejab mata dia akan nerima elo sebagai pacar, calon suami atau sejenisnya. Got it lover boy?” tanpa menunggu tanggapan dari Yoongi aku berbalik dan berjalan meninggalkannya.
Mereka berdua terlihat seperti sebuah kisah romance picisan dengan aku yang berperan sebagai makcomblang kesiangan yang sebenarnya tidak diperlukan di dalam kisah mereka.