Vote
Seulgi melemparkan tasnya keluar jendela dapur sekolah. Setelah memastikan tidak ada orang, ia meloncat keluar. Tubuhnya yang ramping seketika sudah berada di kebun belakang sekolah. Bolos adalah kegiatan rutin Seulgi jika ada jam kosong. Daripada diam di kelas mending pulang, kan?
Sekarang tidak terjadi apa-apa, Seulgi memungut tasnya lalu berjalan santai menyusuri kebun. Anehnya, walaupun sering bolos, gadis SMK jurusan Akuntansi itu tidak pernah mendapat nilai jelek. Nilai akademiknya selalu diatas rata-rata dan kemampuannya juga cukup baik. Sehingga para guru tidak pernah mempedulikan absennya di kelas. Toh, nilainya malah justru meningkat. Entah hal apa yang membuat Seulgi tidak betah berada di sekolah.
"Heran, ya, selalu aja bisa bolos." chat dari Wendy, teman sebangkunya, hanya bisa ia abaikan. Ia hanya ingin pergi dari sekolah dan menuju tempat yang sepi atau jalan-jalan.
Tiba-tiba, lensa cokelat Seulgi menangkap sosok pemuda sedang merokok di bawah pohon yang tidak jauh dari tempat Seulgi berdiri. Ia buru-buru mendatangi pemuda itu dan merebut rokoknya.
"Berani banget ya ngerorok di area sekolah!", Cibir Seulgi sambil menginjak rokok itu. Si pemuda terkejut mendapati seorang gadis merebut rokoknya.
"Eh, apa-apaan nih?" Pemuda itu melotot.
"Udah bolos, eh ngerokok di area sekolah lagi!" Seulgi berkata tanpa berpikir.
"Heh! Ngaca dong! Situ juga ngapain di sini kalo bukan bolos? Lagian ini kan udah di luar area sekolah!" Pemuda itu membalas sengit.
"Woi!" Sebuah teriakan mengagetkan Seulgi dan si pemuda. Pak Kangin, penjaga sekolah, berdiri tak jauh dari mereka.
"Mampus!" Geram si pemuda. Penjaga sekolah berumur 40-an itu gemar sekali mengadu. Jelas ini adalah masalah baginya.
"Saya tahu kalian Seulgi dan Jimin!" Pak Kagin melangkah mendekat. Seulgi memikirkan cara untuk melarikan diri. Ia pun mencolek Jimin-si pemuda, yang tampak sama paniknya. Jimin menoleh.
"Oke, kita lari bareng. Lu ke kanan, gue ke kiri! Satu, dua, tiga!" Seulgi mulai berlari ke arah samping kiri pak Kagin. Jimin juga berlari ke arah sebaliknya.
Pak Kangin terkejut melihat 'tangkapannya' malah berlari dan ia pun berusaha menangkap salah satu dari mereka. Namun pak Kagin kalah gesit.
--------------------
Seulgi yang lebih dulu sampai di pinggir jalan raya segera menghentikan angkot lalu buru-buru masuk ke dalamnya. Jimin yang berada di belakang juga meloncat ke dalam angkot. Angkot pun segera tancap gas. Pak Kagin memaki-maki sementara Seulgi dan Jimin tertawa puas.
Ketika Jimin turun dari angkot, Seulgi juga ikut-ikutan turun.
"Ngapain ikut turun?" Jimin bertanya ketus
"Nggak boleh ya? Mau jalan-jalan sih, tapi males kalo sendirian. Mau nemenin?" Seulgi tersenyum centil.
"Biar ada temen gitu. Kan gak enak kalo jalan-jalan sendirian." Kata Seulgi ngeles.
Jimin terdiam sebentar.
"Oke, mumpung jadwal gue lagi longgar", ucap Jimin.
Seulgi tersenyum lagi. Ia mengulurkan tangannya,"Gue Seulgi."
"Jimin". Jimin menjawab sambil menjabat tangan Seulgi dengan sedikit kaku.
Setelah berdebat sedikit kemana tujuan mereka, Jimin setuju menemani Seulgi ke mall. Seperti Gadis pada umumnya, Seulgi suka sekali belanja. Ada barang bagus, Seulgi langsung membelinya. Jimin hanya mengikuti Seulgi yang keluar masuk toko. Kalo dilihat-lihat, pikir Jimin, Seulgi mirip seperti mantannya. Jimin hanya senyum-senyum sendiri melihat Seulgi yang kadang heboh dan histeris sendiri.
Setelah puas melihat-lihat dan membeli beberapa barang, mereka mampir ke food court. Mereka duduk berhadapan sambil mengobrol santai. Rasa kesal diantara keduanya sudah menghilang. Mereka berdua membicarakan banyak hal. Jimin juga menemukan banyak kemiripan antara Seulgi dengan mantannya.
"Pas bolos jam pelajaran biasanya gue ke sini. Tapi kalau enggak ya di rumah. Gimana sama lo?" Tanya Seulgi.
"Biasanya sih, ke warnet. Atau ngegame di rumah." Jimin menyeruput jus alpukat nya.
"Gamer ya?"
"Ngegame itu cuma hobi, sih. Cuma sekarang lagi coba-coba bikin game. Jadi sering bolos buat ngerjainnya." Jelas Jimin.
"Keren!" Puji Seulgi. Mereka mengobrol lagi. Sesekali mereka tertawa hingga lupa bahwa mereka sedang bolos sekolah.
Tanpa mereka sadari, sesuatu terjadi pada hati mereka. Mereka tahu bila esok mereka mungkin akan menerima hukuman dari pengaduan pak Kagin. Tapi mereka tidak peduli. Mereka sama-sama menginginkan satu hal; menghabiskan waktu bersama.