Aku dan Zahra sedang membantu Mama mencari gaun pengantin.
Kami terpaksa tidak masuk sekolah demi mencari gaun pengantin untuk mama.
Ini juga karena paksaan papa sih!
"Mama." Panggilku.
Mama menatap ke arahku. "Ya?"
"Ini, coba mama pakai ini." Aku memberikan Mama sebuah gaun.
Mama mengangguk. Kemudian, mencoba gaun yang kuberikan.
Tak lama kemudian, mama keluar dari ruang ganti.
"Waa... Mama cantik sekali." Pujiku dan Zahra bersamaan.
"Haha, terimakasih." Jawab mama.
"Ambil yang ini saja Ma." Ucap Zahra.
Mama mengangguk. "Baiklah. Ayo kita bayar."
Lalu, aku, Mama dan Zahra membayar baju pengantin itu.
Setelah itu, kami pergi ke sebuah restoran untuk makan siang.
"De... Serius kamu mau nikah sama kak Revan?" Tanya Zahra yang kesekian kalinya.
Aku memutar bola mataku. Lalu mengangguk.
"Ck, masa kak Revan harus menjadi kakak ipar ku sih?!" Zahra menyilangkan tangannya di dada.
Mama tertawa melihat tingkah Zahra. "Lama kelamaan kamu juga akan nyaman kok Zah."
Aku mengangguk.
"Terserah deh.😒"
❤❤❤
Hari ini hari pernikahan mama dan papa.
"Az-Zahra Putri Humaira!!"
Dan, yang di panggil pun menoleh.
"Ya? Kenapa Dea?" Tanyanya.
"Ayo cepet! Acara bentar lagi dimulai!" Aku menarik tangan Zahra.
..
.
Mama dan papa sedang sibuk menerima tamu. Sedangkan aku dan yang lainya hanya duduk diam.Tiba-tiba, Zahra memelukku erat.
"Aaa... Aku tidak menyangka kita saudara sekarang." Ucap Zahra.
Aku tersenyum. Lalu membalas pelukannya. "Aku juga."
"Hei, hei! Acara pelukannya di tunda dulu. Ayo kita makan." Ajak bang Zhafir.
Aku dan Zahra sama-sama mengangguk.
"Emang dasar kembar!" Gumam Fathir, tapi masih bisa kudengar.
"Biarin... Wee..."
Walau hanya memakan makanan penutup rasanya seperti memakan nasi.
Banyak, dan lama.
Itu karena ada tamu tak diundang datang ke meja tempatku dan saudaraku makan.
Kak Revan.
Tapi biarlah, aku juga akan menjadi istrinya, kan?
Zahra hanya menatap kak Revan dengan tatapan: apa yang dia lakukan di-sini
"Emm... Dea, bisa bicara sebentar?" Tanya kak Revan, memecah keheningan.
Aku mengangguk.
Kemudian, beranjak dari dudukku dan mengikuti kak Revan keluar dari tempat acara.
"Ada apa kak?" Tanyaku, begitu kami telah keluar dari tempat acara berlangsung.
"Tidak ada. Hanya ingin keluar saja."
Aku melongo. Apa-apaan? Dia hanya ingin mengajakku keluar? Kalau begini, lebih baik aku di dalam saja!
"Kamu ingin punya anak berapa?" Tanya kak Revan polos.
Aku membulatkan mataku. "KAKAK!!!"
"Shtt... Jangan teriak! Kau ingin kakak mati di tangan abangmu, hm?"
Aku menggeleng. Bang Dean itu sangat overproctective padaku.
Bang Dean tidak akan segan-segan menghajar orang yang telah menyakitiku. Apalagi membuatku menangis.
Katanya, air mataku itu sangat menyakitkan untuknya. Jadi, bang Dean tidak pernah membuatku menangis.
Pernah sih, tapi habis itu dia langsung meluk aku dan menenangkan ku.
"Dea?"
Panjang umur! Baru diomongin udah nongol aja orangnya!
"Y-ya? Kenapa bang?" Tanyaku gugup.
"Tadi abang denger kamu teriak? Ada apa?" Tanyanya.
"Itu..."
"Itu tadi ada tikus, ya, tadi cuma ada tikus kok Dean." Sarkas kak Revan.
Padahal aku pengen ngomong ke bang Dean biar itu mulut kak Revan ngak bisa ngomong yang nggak-nggak lagi.
"Oh, yaudah. Ayo masuk lagi." Ajak bang Dean.
"Eh tunggu!" Bang Dean berbalik menatapku.
Kemudian, aku mengarahkan jari telunjukku ke tanah.
Bang Dean menghembuskan nafas kasar. Kemudian, berjongkok di depanku. "Naik."
Dengan semangat. Aku meloncat keatas punggung bang Dean.
Bang Dean hampir saja terjatuh. Namun, dia tahan dengan tangannya.
"Tak ku sangka ternyata Dea semanja ini." Ucap kak Revan.
Aku tersenyum. "Tapi bang Dean ngak papa kok. Ya kan bang?"
Ku lihat bang Dean tersenyum.
"Hmm, ya."
[Revision date; 02/03/23]
KAMU SEDANG MEMBACA
MY KAKEL MY HUSBAND {COMPLETE}
Random[SUDAH TAMAT] [📌 DON'T COPY MY STORY! TETAP VOTE WALAU CERITA SUDAH TAMAT. THANK YOU] Bagaimana jika kita menikah dengan kak kelas kita? terlebih lagi, dia tampan dan populer? ©™cheeseTrap_