Chapter 3

442 41 1
                                        


RUNA menatap dua pasang mata berwarna hitam di hadapannya.

Dia menyesal merasa lapar dan lelah luar biasa ketika dirinya bisa menyelesaikan masalah dengan cepat kalau saja dia pulang lebih awal. Warung kopi pinggir jalan yang sepi, di sinilah dia berada sekarang, bersama seorang lelaki yang dia cari sejak tadi.

Faran, lelaki yang tingginya hampir sama dengan tinggi Remiel, rambut hitam legam dengan jambul. Baju seragamnya kusut, rambutnya juga berantakan. 

Cowok ini menariknya untuk berbicara empat mata di belakang tenda warung, lalu menyandarkannya di tembok semen yang belum rata rumah milik penduduk.

"Faran gue minta maaf yang tadi–" kata Runa tanpa rasa takut, dia berbicara pelan dan tulus. Kecemasan dan rasa bersalahnya mengalahkan rasa takut yang harusnya ada ketika Faran menatapnya penuh amarah.

"Brengsek lo."

Runa merasakan jantungnya langsung jatuh ke perut. Dia merasa ingin memuntahkan jantungnya saat itu juga ketika mendengar kata-kata kasar keluar dari mulut lelaki itu.

"Ng?" Runa membiarkan mulutnya terbuka, menatap balik ke mata Faran. 

Dirinya tahu bahwa dia telah salah, kesalahan yang amat sangat besar. Tapi pantaskah dia menerima umpatan itu setelah dia menunjukan bagaimana menyesalnya dia dengan memulai untuk berbicara halus?

Mereka berdua terdiam untuk beberapa saat yang mencekam. Lalu akhirnya Faran membuka suara, "Lo," katanya sambil menunjuk Runa dengan telunjuknya, lalu merapatkan kembali mulutnya karena kehilangan kata-kata.

Faran berbalik dan mengerang keras. "Sialan!" teriaknya frustrasi, tetapi Runa masih bungkam. Dia juga merasa sakit hati, pertama kalinya ada seorang cowok yang menggunakan kata berengsek untuk menyapanya di awal pembicaraan mereka.

"Lo pikir maaf–"

"Iya gue tau."

Runa akhirnya menunduk, sementara Faran memejamkan matanya sejenak.

"Lo bener-bener udah ngehancurin idup gue, tau gak! Gue sekarang udah gak punya muka buat balik ke sekolah!" bentaknya tepat di depan wajah Runa.

"Gue bisa selesain masalah ini," ucapnya.

"Emang lo bisa apa, ha?" Kali ini Runa melihat kedua mata Faran semakin bertambah besar, seperti ingin melompat keluar. "Lo bisa apa kalau sekarang video itu udah nyebar? Blokir YouTube? Percuma!" ejeknya penuh ironi.

"Pokoknya gue bisa ngatasin itu!" teriak Runa frustrasi. "Yang penting sekarang gue udah minta maaf. Gue janji sama lo bakal bikin semuanya beres."

Faran menatapnya dengan nanar. Beberapa kali Runa melihatnya memejamkan mata dan membuang napas kasar. Lalu lelaki itu memunggunginya lagi.

"Gue gak kenal siapa lo. Gue baru beberapa bulan di sini dan ... gue gak nyangka aja gue bakal sesial ini," katanya. "Gue, gak akan maafin lo."

Itulah kata-kata terakhirnya sebelum benar-benar menghilang dari sana, meninggalkan Runa yang tercenung sendirian.

Gadis itu menatap ke luar jendela kamarnya di lantai dua. 

Namun pikirannya tidak bisa berhenti memutar ulang kejadian siang tadi di kepalanya, bagaimana dia mendongak dan melihat tangannya sendiri yang menarik celana olahraga Faran karena mencari pegangan saat terjatuh, bagaimana orang-orang yang anehnya kebetulan sedang memegang ponsel mereka memanfaatkan momen itu untuk menjadikan seseorang sebagai lelucon.

Dia memejamkan mata, menghembuskan napas berat berkali-kali. Sebenarnya besok ada PR fisika, namun dirinya hanya bisa disibukkan oleh apa yang bakal dilakukannya untuk membereskan masalah ini.

Fill in The BlankTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang