Chapter 22

226 18 0
                                    

TENTU saja rumah itu tidak kosong. Pertama kalinya bagi Runa dan Ender untuk tidak menuruti apa yang diminta ayah mereka, namun bagi Davis, Lyn dan Zean yang tingkat keingintahuan mereka tentang Ersi begitu tinggi, memutuskan untuk mengintip setiap kali ada kesempatan, semenjak mereka mulai tinggal di sana.

Biasanya mereka mengintip untuk tidak mendapatkan apapun, namun sekarang sepertinya akan berbeda. Sebagai percobaan gila seorang Lyn, dirinya sampai membobol salah satu dinding rumah Ersi untuk dijadikan tempat persembunyian rahasia, yang kalau Ersi tahu, tamatlah riwayatnya (dia selalu memohon agar Ersi bukanlah arsitek dari rumah ini jadi dia punya alasan).

Ide ini sendiri berasal dari Davis, dia seorang penggemar film. Oleh karena itu sekarang mereka berlima berada berdesakan di ruangan kecil dengan mata yang ditempelkan di dinding. Kalau dilihat dari sisi sebaliknya, bisa dikatakan mata mereka menyaru dengan jajaran lukisan yang dipajang di sana.

Sementara posisi mereka sendiri berada di dalam kamar Lyn, ruangan sempit itu jika dilihat dari kamar Lyn adalah sebuah lemari yang memanjang. Memang ketika dibuka, lemari itu akan menampilkan banyak baju-baju Lyn yang menggantung, hanya saja jika diperhatikan lebih baik, ruangan dalam lemari itu akan terasa sempit sekali karena terbagi dua dengan ruangan rahasia itu.

Lalu pintu masuknya adalah warna kayu yang menyaru lemari dibalik pakaian-pakaian Lyn.

Memang sengaja Lyn memilih kamar strategis itu dengan sebagai kamarnya, yang tentu saja kalau mau diperiksa oleh Ersi, pria itu pasti akan berpikir dua kali untuk tidak membuka lemari yang berisi 'pakaian cewek'. Dan lagipula, Ersi tidak tertarik dengan mereka semua, itu hanya seperti jaga-jaga saja.

Hanya ada dua lubang intip di dua lukisan, jadi mereka harus bergantian. Kali ini Davis dan Lyn duluan yang memakainya.

Ruangan yang mereka intip adalah sebuah ruang duduk di lantai dua yang hanya berisikan lemari-lemari buku serta dekat dengan beranda, dekat dengan tangga turun di lantai tiga.

Semua orang-orang suruhan ataukah teman –mereka tidak tahu pasti– sudah ada sejak sejam yang lalu, tidak tahu juga Ersi menyembunyikan mereka di mana, juga menyembunyikan dirinya sendiri.

"Biasanya Ersi palsu dateng jam berapa kalau hari Kamis?" tanya Ender berbisik.

"Biasanya jam satu siang sih," jawab Lyn.

Runa dan Ender langsung mengecek jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan Ender. Saat itu baru sebelas menit sebelum jam satu.

Lyn menghela napas panjang tapi pelan sembari menjauh dari lubang intipnya, begitu juga dengan Davis. "Hhh, nanti ajalah kalau udah pada dateng, sekarang belum seru," keluhnya sambil melorot di dinding, membuat lututnya yang tertekuk menempel pada dinding yang lain.

Semuanya ikut menghela napas lalu berjongkok menjajar, menghabiskan seluruh ruang yang tersisa. "Ventilasinya kurang gede, pengap tau," keluh Ender.

"Ya biasanya juga cuma bertiga isinya. Masih untung Zean gak bisa ikut," kata Lyn "Kalian juga ngapain bolos sekolah cuma buat hal ginian."

"Gue pengen liat pake mata kepala gue sendiri, Lyn." Ender mendengus.

"Yaudah gak usah protes," ujar Davis.

Mereka semua terdiam cukup lama, yang bahkan lebih lama lagi untuk Runa karena tidak berbicara sama sekali sejak datang ke sini. Alasan mengapa dia merasa sedih dan murung adalah karena Remiel, tentu saja.

Lelaki itu benar-benar mengamuk setelah Ersi pergi selasa lalu dan tidak pernah menoleh sedikipun kepada Runa maupun yang lainnya.

Hari ini, dia menyetujui Ender untuk bolos dengan tidak ingin bertemu Remiel di kelas sebagai alasan lain. Kemarin, Remiel juga tidak makan siang bersama di meja mereka. Sibuk bersama teman-temannya yang lain membuat video makan siang HBHS dengan ekspresi ceria walau Runa tahu sebenarnya tidak begitu.

Fill in The BlankTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang