Chapter 6

266 34 0
                                        

heyyy, aku belum mastiin bakal update berapa kali seminggu nih. tapi tiap update kayaknya bakal dua chapter sekaligus XD

hari selasa dan jumat deh yaa, gimana? XD

well, happy reading!

-----

WAJAH Ender mendadak pucat pasi ketika Pupu memarkirkan mobilnya tepat di depan palang masuk dan pos jaga kecil milik sebuah stasiun kereta api pinggiran kota.

 Dirinya termenung sebentar sambil mengerjapkan matanya berkali-kali, tetapi hal itu tetap tidak bisa mengubah kenyataan bahwa Pupu memang berniat menurunkan dirinya di sana.

Tubuhnya menegang, kedua tangannya mencengkeram sandaran kursi pengemudi dari belakang. "Yakin turun di sini?" katanya masih tidak percaya.

Lelaki berusia hampir lima puluh tahun itu menoleh, tersenyum lebar dan mengangguk kepada tuan kecilnya itu. Ender mengamati Pupu dengan seksama: wajah tirus dengan dagu kasar karena jambang putihnya sudah mulai tumbuh, keriput-keriput di sekitar mata dan dahi, juga rambut cepaknya. 

Tetapi ada hal yang tidak ditemukan cowok berusia enam belas tahun itu: sorot mata geli karena lagi-lagi salah tujuan.

"Emang di sini kok, Der," kata Pupu. Senyumnya makin melebar.

"Runa beneran ada di sana?" tanyanya masih tidak yakin. Lalu lagi-lagi Pupu mengangguk, dia melepas sabuk pengaman dan keluar dari dalam mobil.

"Kok di sini sih?" Sebetulnya Ender masih tidak ingin percaya bahwa Runa dan Remiel memang menyuruh yang lainnya untuk berkumpul di stasiun ini.

"Ya mana saya tau, Der," jawab Pupu ketika membukakan pintu untuknya lalu membuka bagasi untuk mengeluarkan koper milik Ender.

Cowok itu melangkah ke depan mobil sambil mengeratkan jaket kulitnya karena udara saat ini sangat dingin. Pupu menarik koper dan menaruhnya tepat di sisi kiri Ender, lalu ikut menatap stasiun dari kejauhan sambil menyilangkan tangan di depan tubuhnya, menunggu tuan mudanya menerima kenyataan.

Ender mengamati lapangan luas yang memisahkan palang masuk kendaraan dan stasiun. Sejauh pandangannya, tempat ini begitu luas karena tidak banyak rumah yang dibangun. Hanya lapangan luas yang membentang, untuk itulah dia merasa kedinginan lebih dari biasanya di jam setengah empat pagi seperti ini.

Dia melirik Pupu, tinggi lelaki tua itu sekarang sudah hampir disusulnya, entah dia merasa waktu telah cepat berlalu tanpa disadarinya. Kemudian dia mengambil kopernya, masih menatap Pupu. 

Berharap lelaki itu mau mengantarnya sampai stasiun. Namun yang dilakukan Pupu ketika melihat Ender menggenggam pegangan kopernya adalah mengangguk singkat lalu masuk ke mobil lagi.

Dalam beberapa detik, mobilnya sudah menghilang dibawa Pupu kembali ke rumah megahnya di tengah kota.

Stasiun yang sedang ditujunya ini benar-benar kecil, Ender menyadari hal itu ketika dirinya sudah hampir sampai beberapa langkah lagi. Semula, dirinya menyangka stasiun ini terlihat kecil hanya jika dilihat dari jauh, namun kenyataannya memang begitu.

Dia menaiki tangga ke ruang tunggu, tidak begitu banyak orang di hari minggu yang pergi dengan kereta di jam empat pagi. 

Dia melihat beberapa orang mengantre di loket, seorang cleaning service yang mengepel, dan orang-orang yang duduk menyebar di ruang tunggu. Hingga akhirnya dia menemukan Remiel, sedang membentuk lingkaran dengan Runa, Kharis dan Abel.

"Der!" panggil Remiel sambil mengangkat satu tangannya. Tepat setelah itu ketiga cewek yang mengelilinginya berbalik dan tersenyum kepadanya: kecuali Abel.

Fill in The BlankTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang