Chapter 2

719 60 0
                                    


Chapter 2


MEREKA berdua ada di sana selama hampir satu jam setelah bel pulang dibunyikan. Gedung olahraga indoor itu tidak sepi, beberapa anak yang memiliki jadwal pelajaran penjaskes di akhir jam sedang membersihkan lapang dan mengatur bola-bola kembali ke keranjang.

Dan mungkin itulah yang menyebabkan Faran belum ingin keluar dari ruang ganti pria di sudut ruangan. Runa dan Kharis duduk bersebelahan, di samping pintu dengan kedua kaki diluruskan. 

Perut mereka sudah sama-sama keroncongan minta diisi, terlebih Runa tidak sempat makan siang jam istirahat kedua tadi.

Setelah kejadian naas yang memalukan pada jam istirahat, mereka berdua sempat melakukan kejar-kejaran di sepanjang koridor kelas, dan untungnya ruang ganti pria menyelamatkan kedua paru-paru mereka dari kehabisan oksigen.

 Keduanya memanggil-manggil nama Faran dari luar namun cowok itu tidak bergeming sedikitpun. Alhasil, bel masuk pun terdengar, Kharis kembali ke kelas sementara Runa mengunjungi ruang kesehatan dan berpura-pura lututnya cedera agar tidak kembali ke kelas.

Dia membayangkan bagaimana anak-anak kelas meneriakinya sambil tertawa, dan bayangan itu sudah cukup menjadi alasan kenapa dia harus berpura-pura sakit.

Lalu mereka kembali lagi ke sini, menunggui Faran keluar dari tempat itu karena Kharis bilang Faran tidak kembali ke kelas sampai akhir. 

Runa paham betul bagaimana rasanya saat bagian pribadi seseorang terekam kamera dan dilihati seluruh siswa di kantin (meski Faran tentunya memakai celana dalam), dia yang hanya jatuh saja sudah malu bukan kepalang.

"Runa," panggil seseorang. Gadis itu mengangkat wajahnya yang tertunduk, rambutnya berantakan entah karena apa. 

Remiel berjalan ke arahnya sambil membawa tas di punggung, di sebelahnya ada Ender juga. Lelaki itu menatap Runa lekat-lekat, matanya sembab, hidung dan bibirnya memerah serta jejak aliran air mata membekas di pipinya.

Sementara itu Kharis terlihat lesu, tapi tidak ikut menangis. "Remi, Ender," balas Runa lalu mulai terisak lagi. Remiel menghembuskan napas berat dan berlari kecil ke arah gadis itu, lalu berjongkok di sebelahnya.

"Yakin dia masih di dalem?" tanya Ender yang duduk bersila di depan kedua cewek itu. Kharis mengangkat bahunya pelan, matanya menatap nyalang kepada kedua tali di sepatunya yang tidak terikat seolah-olah benda itu menari-nari mistis.

Remiel mengangkat tangannya dan mendaratkannya di kepala Runa, menepuk-nepuknya lalu mengacaknya pelan. Kalau saja tidak ada seseorang yang dibawa-bawa Runa untuk merasa malu, dia pasti sudah akan menertawainya selama sisa hidupnya.

"Dari tadi cowok yang keluar masuk juga gak ada yang mau ngasih tau," kata Kharis sambil cemberut. Runa mengencangkan tangisannya, kali ini menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Biar gue sama Ender yang masuk," sahut Remiel sambil berdiri. 

Setelah bel pulang berbunyi, dia sebenarnya ingin langsung ke sini untuk membantu Runa, namun kapten klub sepakbola menyuruh seluruh anggota berkumpul dulu selama satu jam. Jadi dia dan Ender tertahan selama itu. Remiel menggerakan tangannya di udara, meminta agar Ender ikut bangkit dan mengikutinya masuk.

Ruang ganti pria itu bau. Itulah yang pertama kali menyambut mereka berdua ketika melangkah masuk. Bau keringat, baju-baju apek dan bau kaus kaki kotor yang basah tercium memenuhi ruangan. 

Seketika Ender merasa mual, dirinya tadi sudah sempat ingin protes karena Remiel mengajaknya masuk di jam-jam rawan orang berganti baju seperti ini, tapi seniornya itu menatapnya seolah-olah dia akan mati saat itu juga jika tidak menurut.

Fill in The BlankTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang