KETIKA sampai di sebuah minimarket dan memarkirkan motornya, Faran melihat Runa sedang membenarkan selimutnya, menutupi bagian belakang dirinya.
Sambil meringis, Runa berkata tanpa merasa malu. "Kayaknya udah tembus."
Lelaki itu tidak tahu harus bersikap seperti apa sekarang, dirinya ingin tertawa geli tapi sepertinya hal itu akan menyinggung Runa. Bagaimana pun, menstruasi kan hal yang alami. Dirinya hanya pernah pacaran dua kali sampai saat ini dan tidak pernah sekalipun mendapati mantannya itu mendapatkan datang bulan di hadapannya.
"Yuk masuk," katanya sambil mengulurkan tangan. "Gue beliin lo yang anget-anget sekalian kalau ada kaos juga gue beliin deh."
Runa menatap uluran tangan Faran sambil mengerutkan dahi, lalu dengan datar dirinya berjalan melewati Faran dan segera masuk ke dalam minimarket itu. Faran melihat tangannya yang diabaikan begitu saja, hanya tersenyum kecut dan segera menyusul Runa.
Faran melihat Runa buru-buru menghampiri rak benda yang dibutuhkannya, kemudian berbicara dengan salah satu pegawai untuk bisa mendapatkan izin ke kamar mandi. Sementara dirinya melihat-lihat apakah ada kaus yang dijual di sana atau tidak.
Begitu menemukan jersey yang terbungkus di salah satu sudut, dirinya menghampiri salah satu pegawai dan mengatakan akan membeli kaus itu.
"Ini gak dijual, Mas," kata karyawan itu. "Harus belanja minimal seratus ribu produk sponsor."
Faran memeriksa saku jaketnya dan langsung mengumpat dalam hati, karena terburu-buru tadi, dirinya lupa tidak membawa dompet dan hanya membawa uang pecahan lima puluh ribu dari ibunya yang meminta dibelikan krim masker wajah.
"Ada hadiah lain juga kok tergantung nominal belanjanya," kata si Karyawan mengiming-imingi.
Lelaki itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal tepat saat seseorang menepuk bahunya. Dia menoleh dan mendapati Runa di sana, pucat sambil tetap mengeratkan selimutnya.
"Udah, gak usah," katanya.
Faran membalikkan tubuhnya ke arah Runa, memperhatikan gadis itu. "Abis ini gue anter pulang," katanya.
Runa berdeham sebelum menjawab. "Gak usah. Gue masih ada urusan di sekitar sini."
Lelaki itu mendengus, meraih bahu Runa dan menggiringnya ke arah bangku tinggi tempat menyeduh minuman dekat jendela besar minimarket yang menghadap ke jalan. Dia mendudukan Runa dan segera meraih gelas styrofoam dan menyeduhkan kopi untuk Runa.
Beberapa saat kemudian Runa sudah mendapati segelas kopi mengepul di hadapannya. "Makasih," katanya tanpa senyum dan tidak menunjukan ekspresi berterimakasih yang sesungguhnya, dia hanya meraih kopi itu dan menyeruputnya dengan damai.
Setelah melihat rona wajah Runa sudah sedikit muncul kembali, dirinya pamit sebentar ke belakang. Ketika dia kembali duduk di samping gadis itu, dia mulai bertanya hal yang membuatnya penasaran.
"Urusan apa?" tanyanya.
"Lo gak beli?" Runa malah menanya balik, hanya ditanggapi oleh gelengan singkat lalu dirinya kembali mengajukan pertanyaan yang sama.
"Bukan urusan lo," kata Runa dingin.
"Setelah apa yang udah gue lakuin sama lo?"
"Makasih," ucapnya lagi sambil menundukan kepala lalu mendongak lagi.
Faran merasa kesal, dan tidak berusaha menutup-nutupinya. "Oke, tapi gue yang anter," katanya tanpa menatap Runa.
"Gak usah."
Lelaki itu mendesis. "Lo tau cara bersikap baik sama orang yang udah nolong lo gak sih?" tanyanya dengan sedikit penekanan.
Sebelum Runa menjawab, dirinya berbicara lagi, "Ah ralat: temen yang udah nolong." Dia melirik ke arah Runa, tadinya ingin melihat ekspresi mengerutkan hidungnya lagi, namun yang dia dapatkan hanya wajah datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fill in The Blank
Fiksi Remajacompleted✓ Faran sudah menduga ada yang tidak beres dari hubungan kelima orang yang ada di sekolah barunya. Runa, Remiel, Kharis, Ender, dan Abel menyimpan suatu rahasia. Ketika dia mendapat kesempatan untuk dekat dengan Runa, dia mencoba memanfaatk...