25. Rangga

36 4 2
                                    

Icha turun dari tangga menuju meja makan, acara sarapan pagi selalu ada dirumah itu. Duduk disamping Stevano  sudah menjadi kursi tetapnya.

"Sementang lo makin cantik kalo digerai tuh rambut jadi sering digerai deh, apalagi ke sekolah." pagi-pagi Stevano sudah mengejeknya.

"Suka-suka gue."

"Kenapa lo pakai jaket ke sekolah ?" tanya Stevano bingung.

"Dingin." jawabnya singkat tak ingin memperpanjang. Ia memang cantik dengan rambut panjang yang ia gerai apalagi ditambah jaket biru muda yang ia kenakan, membuat manis. Tapi entah kenapa hari ini ia sangat lesu.

Mereka pun memulai makan dengan damai tanpa ada bahan percakapan, semua fokus dengan makanannya.

"Oh iya, Mama mau kasih tau kalian kalo Mama dan Papa sabtu ini harus keluar kota karna urusan pekerjaan. Baliknya gak lama kok cuma bentar, minggunya juga udah balik." jelas Tia teringat.

"Lama juga gak papa, malah bagus." gumam Icha mengunyah makanannya.

"Lah, iya Ma ? Vano juga sabtu ini harus keluar kota untuk tugas dan penelitian kampus ke suatu desa." jelas Vano kaget.

"Oh iya ? Yaudah deh kalo gitu adikmu_"

"Enggak, Icha gak mau harus disuruh nginap disalah satu rumah tante ataupun om Icha. Pokonya gak mau." potong Icha secepat mungkin.

"Tapi kan kamu sendirian dirumah." seru Tia.

"Yaa gak papa, Icha tinggal dirumah ini sendirian juga gak papa kok."

"Nanti kalo ada apa-apa gimana ? Kamu sendirian kan gimana gitu, gak ada temannya."

"Ma, please. Icha gak mau, lebih baik Icha nginap dirumah Novitri atau Sofia dari pada disana." tegasnya.

"Kok gitu sih." gumam Tia.

"Yaudah, pokonya Icha tetap tidur dirumah, nanti Icha ajakin Novitri sama Sofia buat nginap. Orang lagian cuma satu malam aja kok, gak lama." ujar Icha mengambil keputusan seenaknya.

Tia dan Stevano hanya menghela pasrah. Apa boleh buat, Icha sungguh keras kepala. Sedangkan Heru ? Ia santai menikmati makananya tanpa ikut campur urusan istri dan anaknya. Karna ia percaya, anak perempuannya itu aman dirumah ini walaupun sendirian.

***


Lorong masih sepi dan itu waktu kesukaan Icha untuk datang kesekolah. Ia memasuki kelas yang masih sepi, hanya ada satu dua orang saja disana.

Saat ia menuju mejanya ia melihat pemandangan yang entah kenapa membuat hatinya sesak.

"Kak, kalo misalnya soalnya gini gimana tuh, Kak ?" tanya Safira, adik kelas yang saat ini belajar dengan Rangga.

"Ohh, itu gini aja." Rangga pun mulai menuliskan angka demi angka menjadi rumus.

Icha menyadarkan dirinya, membuang sesak dihatinya lalu duduk dikursinya. Saat ia mendekati mejanya mata Rangga menatap Icha yang akhirnya membuat mata Icha pun bertemu dengannya. Tapi dengan cepat Icha mengalihkannya.

"Wah! Kakak keren banget, pantesan Kakak menang terus setiap perlombaan. Kakak keren banget." puji Safira tepat saat Icha menduduki kursinya.

"Gak kok, saya gak selalu menang dalam perlombaan. Ada yang sampai saat ini belum saya menangkan." jawab Rangga menatap lekat rambut gelombang Icha.

Sedangkan Icha yang mendengarkan percakapan mereka mencoba menghiraukannya.

"Ahk, tenang Kak. Kakak pasti akan memenangkannya." Safira memberi semangat tapi pandangannya fokus ke bukunya sampai ia tidak sadar bahwa sedari Icha duduk Rangga selalu menatap Icha lekat.

Aku Suka KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang