Lelaki itu menarik resleting jaket yang dikenakannya. Sekali, kembali memandang pantulan diri di depan cermin sebelum berniat beranjak. Jemarinya menyisir asal rambut kecokelatan yang masih basah. Meraih tas sekolah, lantas mengambil langkah keluar kamar. Berlanjut menuruni tangga untuk sampai di lantai dasar rumah besar itu.
"Aden baru selesai?"
Vean mengangkat pandangnya saat suara Mida, asisten rumah tangga di keluarganya terdengar dari ujung tangga. "Hm," tanggapnya.
"Mbak siapin sarapannya dulu ya? Soalnya yang di meja makan sudah habis."
Lelaki itu tak acuh. Justru mengambil langkah mendahului wanita tiga puluhan menuju dapur. Menyambar nasi goreng yang tersimpan di atas meja bar, mendudukkan tubuhnya di sana, lalu memakan hasil masakan yang masih hangat itu.
"Den, itu bekalnya Den Eshan." Mida menelan salivanya mendapati Vean yang masih sibuk menyuapkan nasi goreng ke dalam mulutnya. "Itu nyonya yang masak. Nanti nyonya marah kalau Aden habis--"
"Ekhem."
Belum sempat kalimat yang diucapkannya tandas, sebuah dehaman berhasil menginterupsinya. Mida menoleh ke belakang. Mendapati Laras, nyonya besar keluarga Adinata berdiri di belakangnya dengan tangan terlipat di bawah dada.
Vean masih diam. Mengunyah apa yang ada di dalam mulutnya dengan tenang.
"Vean."
Lirih, tapi sukses membuat Mida bergidik mendengar nama itu terapal dari bibir merah nyonyanya. Ada aura tak sedap yang menguar di ruangan tempatnya berada kali ini. Takut-takut, wanita itu menunduk. Mundur teratur lantas pamit dengan alasan harus membersihakan taman belakang rumah. Enggan menjadi saksi percekcokan yang sebentar lagi akan terjadi.
Laras mengamati sosok yang masih duduk di atas meja bar. Kaki panjangnya menyentuh lantai dengan fokus yang terarah pada makanan yang ada di tangannya. "Nyolong lagi?" Geram, perempuan awal empat puluhan itu memangkas jarak di antara mereka. Merebut paksa nasi goreng di tangan lelaki itu. Ini bulan kali pertamanya Vean memakan bekal milik adiknya yang masih sekolah dasar. Benar-benar kekanak-kanakan.
Vean beserdawa. Bangkit dari duduknya lantas mengambil langkah ke luar dapur. Tak memedulikan Laras yang mulai meneriaki namanya.
"Vean! Dasar anak tak tahu aturan!"
.
"I find you!" Dasha memekik girang. Mengangkat laptop di pangkuannya. Dibawanya berdiri. Berlanjut dengan meloncat-loncat tak jelas.
"Apaan sih, Sha?" Keira yang baru kembali dari toilet sontak memandang aneh sahabat satu ekstrakurikulernya itu. Ini memang bukan kali pertama dirinya mendapati Dasha seperti orang yang tidak waras, tapi entah mengapa ia belum terbiasa dengan hal aneh gadis itu. Beruntung saat ini mereka berada di rooftop sekolah. Jadi, tak ada saksi mata lain yang melihat kelakuan gadis itu.
"Gue nemu blog barunya Arlan!" Dasha berhenti. Dengan napas kembang kempis, kembali mendudukkan asal tubuhnya. Dengan semangat, gadis besurai lurus itu menunjukkan layar laptopnya pada Keira.
"Shadow Master?" Mata sipit Keira memicing. Dibalas dengan anggukan kuat dari seorang di samping kirinya.
"Flashdisk yang lo pinjemin ke gue kemarin itu punya Arlan, kan? Gue lihat di sana ada koleksi Paddle Pop. Lo tahu Shadow Master, kan? Terus pas gue cek profilnya, ada nama Adinata di sana."
Keira diam. Hening sesaat terjadi sebelum tawa gadis itu pecah. "Sha, please ya, lo bukan anak kecil lagi. Nggak usah buat teori yang aneh-aneh. Ngapain juga Arlan buat blog pake nama gituan?"
Dasha berdecak. Bibirnya mengerucut selagi masih mengutarakan pendapatnya, "Lo bilang dia ganti blog, kan?"
Keira menangguk. Arlan, lelaki yang diidolakan sahabatnya itu satu kelas dengannya. Dan kemarin, anggota jurnalis sekolah itu bercerita bahwa blog yang digunakannya tengah bermasalah. Maka dari itu, ia membuat yang baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's You
Подростковая литератураDasha pernah mengandai kalau saja hidupnya dapat sedramatis cerita dalam novel yang dibacanya. Bagaimana ia akan mencairkan ice boy, menaklukkan bad boy, atau mengendalikan perasaannya saat bertemu good boy, gadis itu sudah menyiapkan beribu cara ji...