Detak itu, aku masih ingat tepat. Semalaman tak dapat terlelap sebab bayang wajahmu yang menggelayuti akalku. Kamu diam membeku. Ragu, kupaksa sederet kata keluar dari bibirku. Kupanggil namamu. Kupinta sedikit waktumu untuk terlibat dalam dialog kecil. Tapi kamu tahu? Aku yang bodoh ini menyia-nyiakan peluang yang kupunya.
Kamu tanya, "Ada apa?"
Kujawab, "Soal yang barusan ...." dan bla bal bla. Percakapan terjadi tanpa kesan. Kuajukan semua tanya tentang acara yang kamu susun hari itu. Dan kamu menjawabnya semua. Aku mengangguk sebab puas betul. Tapi nyatanya, ada sesuatu yang mendobrak dadaku. Seolah sebuah batu beradu bahu denganku. Kusadar itu saat kamu berlalu. Barulah aku tahu, peluang itu terbuang percuma.
Harusnya, kutanya demikian sebelum kamu berlalu, "Lo ada waktu? Bisa ketemuan lagi?" Mungkin saat itu, aku punya nyali untuk mengungkapkan semua perasaanku.
"Aaaaaa!"
Ukhuk!
Bisma lelaki di samping Dasha tersedak saat gadis itu menepuk keras punggungnya selagi ia tengah meneguk air mineral dalam botol. "Kampret!" umpatnya. Tapi, tak lantas membuat pekik girang Dasha berhenti.
"Sha!"
Bungkam. Sontak bibir Dasha terkatup rapat. Tikam Angga lewat mata lesernya mengarah tepat padanya. Salahnya memang, saat semua pengurus OSIS tengah serius membahas perikrutan anggota baru dalam rapat dadakan yang dilakukan pada istirahat pertama ini, dirinya malah fokus pada laptopnya. Membuka blog yang kemarin ditemukannya dan membaca postingan terakhir di sana.
Dasha berdeham. Tanpa mematikannya terlebih dahulu, ia menutup laptop berstiker Liona--tokoh singa perempuan pemberani dalam animasi Paddle Pop-- cepat. "Hm ... sampai mana tadi?" Gadis itu meraih kertas dan pulpen di samping kiri. Berniat menyurat hal yang baru saja dibahas.
"Udah selesai." Keira menjawab.
Dasha menggigit bibir bawahnya. Diam-diam melirik Angga yang tengah menilik arloji di pergelangan tangan kiri.
"Kita lanjut pulang sekolah aja. Nggak efektif kalau jam istirahat kayak gini."
Dasha mengangguk-angguk. Sadar jika sang ketua OSIS itu tengah menyindir dirinya. Gadis itu menunduk. Membiarkan Angga, Bisma, dan anak-anak lain keluar mendahuluinya baru berani dirinya memangkat wajah. Dengan semangat, kembali membuka laptopnya.
"Emang nggak tahu kapok lo ya?" Keira nyengir. Hanya Dasha dan gadis itu yang kini tersisa di ruang OSIS.
"Kei, Arlan nulis cerita di sini," Tak menghiraukan teguran sahabatnya, gadis itu menunjuk layar benda elektroniknya, "judulnya It's You."
"Kenapa It's You?" Keira antusias. Bahkan, hingga kedua alis gadis itu menyatu di tengah.
Dasha mengulum senyum sebelum menjawab, "Kayaknya dia naksir gue."
"Hah?" Netra sipit Keira melebar.
Dasha mengangguk kuat-kuat. "It's You," gadis itu melafalkan judul cerita yang dibacanya, "'you' di sana pasti gue. Soalnya, tiap chapter dalam ceritanya itu kejadianya sama persis kayak yang kita laluin. Dan tanggal update-nya, hari di mana pertemuan itu terjadi. Ini terakhir yang dipublikasi pas kita ketemu di dekat tangga. Sehari setelah acara outbound kemarin."
Keira diam sesaat sebelum sesuatu yang menggelitik perutnya, sukses melepaskan tawanya. "Pas waktu itu ...?"
.
Dasha mengucir asal rambutnya. Beberapa kali bersngut-sungut sebab Angga yang terus saja menuntutnya untuk menggarap laporan pertanggungjawaban. Padahal, acara yang mereka laksanakan baru saja selesai kemarin. Gadis itu berniat menuruni tangga. Mengeluh pula mengapa kelasnya berada di lantai teratas. Membuatnya perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk bolak balik kelas-ruang OSIS yang ada di lantai dasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's You
Teen FictionDasha pernah mengandai kalau saja hidupnya dapat sedramatis cerita dalam novel yang dibacanya. Bagaimana ia akan mencairkan ice boy, menaklukkan bad boy, atau mengendalikan perasaannya saat bertemu good boy, gadis itu sudah menyiapkan beribu cara ji...