DS 02 - Insiden

6K 470 25
                                    

Bel akhir mata pelajaran matematika berbunyi. Bu Sukma undur diri dan diganti oleh Arya yang mulai gembar-gembor memerintahkan anggotanya untuk segera mengganti seragam sekolah dengan pakaian olahraga.

Dari dalam kelas, mata Bima menangkap lagi sosok cerminnya yang sedang jalan beriringan dengan Cindy melewati koridor kelasnya. Tidak lama matanya mengikuti dua anak manusia tadi, ia alihkan ke sasaran semula yaitu Luna. Cewek itu bangkit kemudian berjalan menuju keluar kelas dengan pakaian olahraga dan sepatu pink-nya. Ia berjalan tidak sendiri, ada tiga cewek lagi di belakangnya yang ia kenal namanya kalau tidak salah Vanessa, Angel dan Metta. Keempat cewek itu terkenal akan cabe-cabeannya juga sebagai penikmat hiburan dunia malam. Seburuk-buruknya Bima, ia masih bisa bergidik ngeri jika mengingat geng cabe itu yang biasa ia sebut Noni-Noni Gayung.

Bima bangkit dan bergabung dengan teman-teman lelaki satu kelasnya. Mereka sudah siap menuju lapangan sekolah.

Bukan Bima kalo ia tidak nyangkut di kelas kakaknya untuk menemui Cindy. Kebetulan guru di kelas yang ditujunya masih dalam perjalanan.

"Cin." Bima memanggilnya. Ia tidak peduli dengan beberapa pasang mata yang menatapnya tidak suka termasuk Cindy yang malah mendengus sebal. Bima tidak menghiraukannya, ia tetap berjalan untuk mendekati cewek itu.

Sementara Bama hanya diam memperhatikannya. Duduk kalem bersama buku-bukunya.

Ia mengeluarkan dua gelang yang ia buat sendiri seperti gelang sambetan rempah, bedanya ia isi dengan bunga edelweis yang ia curi dan daun cantigi yang ia petik begitu saja. Bima memberikan barang itu, "Buat lo si cantik," ujarnya, "Isinya bunga edelweis. Kapan-kapan gue ajak ketemu bunganya," lanjutnya sedikit menjelaskan.

Cindy menerima gelang itu. Kemudian Bima beralih menatap kakaknya, "Nih buat lo. Si gagah," ujarnya lagi, "Isinya pucuk daun cantigi sama ranting-ranting."

Bama menerimanya, "Thanks," ucapnya bersama seringai tipis miliknya. Berharap suatu saat nanti ia pun bisa melakukan hal yang sudah menjadi hobi adiknya.

"Gue cabut dulu," pamit Bima langsung berlalu.

Bama dan Cindy saling melempar tatap penuh arti.

***

Bima melahap makanannya dengan begitu nikmat. Sejak kemarin perutnya baru ia isi. Ia tidak peduli dengan teman-temannya yang sudah berkumpul di tengah lapangan dan mendengarkan segala interupsi dari Pak Yono.

Seseorang menepuk bahunya berulang kali. Namun ia tak acuh dan terus menikmati makanannya.

"Kenapa sih?" tanya Bima pada akhirnya.

"Yang lain olahraga lo malah enak-enakan di sini," sungut si ketua kelas.

"Jangan sirik. Dosa. Kalo mau gabung ya ayo, kalo gak ya udah," balas Bima dengan santai.

"Niat sekolah gak sih lo? Kalo gak, pulang." Ujaran Arya terdengar mengacu pada pengusiran. Bima tertawa singkat. Ia meneguk teh hangatnya hingga tersisa hanya sedikit.

"Siapa lo, ngusir-ngusir gue?" Bima bangkit dari duduknya. Nadanya terdengar sedikit menantang.

Tanpa menjawab perkataan Bima dengan kasar Arya menarik bahu Bima. Membuat cowok itu nahas mencium tembok dengan keningnya. Bima segera menegakkan tubuhnya. Menurutnya Arya sudah keterlaluan membuat kadar ketampanannya berkurang karena benjol yang perlahan menyembul mengisi keningnya.

"Lo boleh maki-maki gue. Tapi gak buat ini," tajam Bima menatap raut Arya yang menegang. Ia berjalan mendekat untuk memangkas jarak antara dirinya dan Arya. Satu pukulan ia layangkan di wajah Arya, berharap impas.

DANKE SCHÖNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang