DS 26 - Sedan

3.3K 336 82
                                    

Kedua bola mata itu perlahan terbuka seiring dengan berjalannya waktu. Ia melirik ke arah samping. Ada senyuman yang terbit dari seorang yang tengah dirindunya. Namun semuanya harus kembali berubah gelap tatkala jantungnya sudah tidak dapat menahan tempo detak yang semakin cepat. Sekonyong-konyong dokter spesialis bedah pun berdatangan untuk mengambil langkah cepat demi keselamatan pemuda yang kini terbaring lemah.

Saat brankar itu didorong menuju ruang operasi, mengejar waktu yang seakan kian tersisih. Tubuh Sarah limbung dan jatuh ke pelukan Wira, pria itu memeluk istrinya yang tengah rapuh.

"Bama pasti bisa melewati semua ini," ujar Wira menguatkan.

Sarah menenggelamkan wajahnya di pelukan Wira. Sebagai seorang Ibu yang pernah merasakan hal yang sama hatinya seperti diperas. Ia pernah merasakan itu semua, Bama memiliki penyakit jantung lemah seperti ini karena penyakit bawaan darinya. Hal ini pun mengingatkannya pada peristiwa lima belas tahun yang lalu. Saat dirinya nyaris saja mati, saat jantungnya sudah tidak mampu lagi bekerja dengan baik, tapi saat itu pula tanpa pernah ia sangka sosok berhati malaikat itu datang meski dalam keterbatasan. Seolah memberinya napas untuk menjalani kesempatan hidup kedua.

"Bima di mana?" tanyanya pada Wira. Pria di hadapannya malah menggelengkan kepalanya.

"Aku takut Bima melakukan yang sama seperti yang Sari lakukan padaku," ujar Sarah. Bibirnya bergetar. Ada ketakutan yang menerobos ke dalam dadanya. Sontak, detik itu pula Sarah beranjak entah akan membawa kakinya ke mana. Ia takut jika hal itu benar-benar terjadi.

Sedangkan Wira, pria itu malah termangu di tempatnya. Seharusnya ia sadar sejak dulu seberapa besar pengorbanan Sari untuk Sarah, serta pengorbanan Dika untuknya. Dan sekarang, Bima yang akan berkorban untuk Bama?

Wira bangkit dari duduknya untuk segera mengejar langkah Sarah yang sudah terlalu jauh. Namun ia malah menghentikan langkahnya saat Sarah berhenti untuk berlari dan menjatuhkan diri di lantai. Wanita itu tersedu, menangis tanpa bisa lagi ia tahan. Dirinya sudah terlambat. Oh, Ya Tuhan. Bisa kah Engkau mengembalikan waktu untuk saat ini saja?

"Seharusnya saya tahu sejak awal." Didekapnya Sarah dengan erat. Semuanya sudah terlambat. Ia menyesal. "Maafkan aku," lirihnya bersamaan dengan derai air mata yang jatuh dari kelopaknya.

"Kenapa begitu terlambat, Ya Tuhan," isak Wira tubuhnya menunduk ke lantai. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain penyesalan yang datang terlambat. Seharusnya dari awal ia menyadari akan hal ini. Menyadari sebuah pengorbanan besar yang tidak sebanding dengan semua yang menjadi timbal baliknya.

"Mas." Sarah menghadapkan tubuhnya pada Wira. Bukan hanya pria di hadapannya yang merasa semua ini sudah terlambat, ia pun merasakan hal yang sama. Didekapnya Wira dengan erat. Ia tidak pernah melihat pria yang biasa terlihat tangguh di hadapannya ini seketika jatuh terpuruk begitu dalam, kecuali saat kematian Dika akibat tragedi yang merenggut nyawanya. Tragedi paling mengerikan, namun sangat membekas di ingatannya.

"Saya terlambat," ujar Wira wajahnya pucat pasi. "Apa masa itu terulang kembali?" tanyanya gemetar.

Sarah menggelengkan kepalanya. "Ada Bama bersama kita untuk memperbaiki semua ini." Tangannya bergerak mengusap air mata Wira yang masih saja terus luruh. "Bima hanya sedang rindu pada Sari dan Dika," ujarnya.

Wira semakin tersedu. Bagaimanapun ia sudah begitu salah dalam mengartikan semuanya yang bermulai dari sebuah rasa salah pahamnya pada Dika. "Saya ingin semuanya kembali."

"Tidak ada yang menginginkan semua ini." Sarah semakin mendekap Wira ke dalam pelukannya.

***

Proses tranplantasi jantung berjalan dengan lancar. Bunyi 'bip' dengan temponya yang tenang menunjukkan keadaan Bama hanya sedang tertidur karena anestesinya belum pulih. Cindy berdiri di balik kaca yang berada di tengah pintu ruang transisi. Netranya tertuju ke arah Bama yang masih terlihat lemah di dalam sana. Ia menghela sejenak bersamaan pandangannya yang kembali menunduk menatap lantai putih di bawahnya.

DANKE SCHÖNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang