DS 31 - Ransel

185 7 0
                                    

Satu tahun telah berlalu, namun rasanya Bama tak pernah benar-benar pulih dari rindu yang siap meregangnya. Terlebih selepas raga Bima yang terlelap di liang lahat yang dingin.

Ia menghela napas pelan dengan sepasang netra tak sedetik pun beralih dari buku pelajarannya.

"Cin," panggil Bama pada cewek yang duduk di sebelahnya.

Gadis itu menoleh singkat, sebelum akhirnya kembali fokus dengan buku dan catatannya.

"Sejak nggak ada Bima, lo ngerasa sepi gak, sih?" tanya Bama tanpa aba-aba. Sukses membuat cewek itu menghentikan aktivitasnya.

Cindy tampak berpikir sejenak dengan sepasang bibir yang membungkam tanpa menyisakan satu patah kata pun.

"Iya, gue tau apa yang lo rasain, Bam," ucap Cindy berusaha memahami perasaan Bama. "Gue pun ngerasain hal yang sama," lanjutnya seraya tertawa kecil.

"Andai ada Bima, pasti lo lagi dijailin sama dia," ujar Bama sembari mengenang Bima yang tak luput dari banyak tingkah.

Cindy hanya tertawa pelan dengan bahu yang bergetar samar. Lalu tubuhnya memutar menghadap ke arah Bama yang duduk tepat di sampingnya.

"Di bangku SMA ini, kita hanya tinggal hitungan minggu sebelum akhirnya ujian kelulusan. Lo nggak ada niat buat traveling atau backpacker-an setelah hari kelulusan?" tanyanya. "Bima punya banyak ransel buat naik gunung," imbuhnya.

Bama diam sejenak.

"Ini udah saatnya lo melanjutkan mimpi-mimpi Bima yang sempat tertunda. Gak ada salahnya, kan?"

Bama tertawa pelan. "Cindy, sayangku, pacarku, manisku. Gue cuma nggak tau harus pergi ke mana. Gue nggak biasa dengan hal itu."

"Arbhama, lo cukup ikuti kata hati lo mau pergi ke mana. Lagi pula masih banyak tempat yang belum lo jumpai, kan?"

Bama menghela napas pelan. Berdebat dengan Cindy adalah hal yang paling sulit. "Oke." Tatapannya jatuh ke sepasang bola mata gadis di sampingnya.

"Asal lo ikut," tambahnya.

Cindy melirik ke arahnya. Lantas tersenyum dan mengangguk.

SEE YOU...

DANKE SCHÖNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang