12. Tablet

8.4K 1.1K 27
                                    

Tok tok tok

"Juhoon, ini Tante Lila." Gue memanggilnya dari luar kamarnya Juhoon. Sebelum dia menjawab, gak gue buka dulu pintunya.

Duk duk duk

Suara hentakan kakinya yang ringan perlahan mulai terdengar dengan jelas di telinga gue. Lalu gagang pintunya memutar, menandakan Juhoon membukanya dari dalam.
"Tante Lila?" Panggil Juhoon dengan heran. "Kok tante disini? Kan udah malem." Tambahnya.

Lutut gue otomatis menekuk agar tinggi gue dengan Juhoon sejajar. "Nenek Tiera —Neti tadi masak buat Juhoon sama ayah, terus Tante Lila disuruh ngasihin makanannya. Sekarang ayah ingin Tante Lila makan disini. Makan yuk?"

Juhoon hanya mengangguk sebelum akhirnya dia meraih tangan gue untuk digenggam.

"Juhoon di kamar ngapain?" Gue bertanya ke Juhoon sambil menuruni anak tangga.

"Lagi ngegambar." Jawabnya dengan riang.

"Gambar apa?"

"Gambar gunung, terus ada matahari, sama mobilnya."

"Juhoon gambar mataharinya di tengah-tengah gunung atau di atas?"

"Di atas. Kenapa gitu emangnya?"

"Ooooh, nggak apa-apa. Soalnya kalau Tante Lila ngegambarnya di tengah-tengah gunung."

"Nanti Tante Lila mau ngegambar sama Juhoon nggak?" Juhoon belum pernah meminta gue untuk menggambar bersamanya. Gue tersenyum begitu mendengar dia ingin menggambar dengan gue.

"Mau dong. Mau kapan?" Jawab gue sambil tersenyum.

"Habis makan." Juhoon memperlihatkan senyumnya yang lebar ke gue. Senyum terus ya Juhoon, Tante Lila suka ngeliat Juhoon senyum terus.

"Boleh."

"Yaaay!"

Memasuki dapur, wangi masakan yang mama masak mulai memenuhi indera penciuman hidung gue. Wangi banget. Di dapur, Doyoung masih menyiapkan alat makan yang akam kita bertiga gunakan. Sementara makanannya udah dia pindah-pindahin ke piring dari kotak makanan.

"Kenapa?" Tanya Doyoung tanpa melihat ke arah gue atau Juhoon.

"Maksudnya?" Gue heran. Gue kan sama Juhoon baru dateng, tapi kenapa dia udah nanya kenapa ke gue atau Juhoon?

"Kalian mau ngapain habis makan?" Akhirnya dia menoleh ke gue.

"Pengen tau banget?" Nada bicara gue bukan nada bicara yang songong, lebih kayak ke bercanda biar hidup dia gak serius banget.

"Oke terserah." Kepalanya berpaling dari gue dan Juhoon.

Gue dan Juhoon berjalan ke meja makan dan duduk di bangku masing-masing.

Selama makan malem, gak ada dari Doyoung, Juhoon, maupun gue yang memulai percakapan. Kita bertiga fokus ke makanan kita masing-masing. Hanya suara hujan, gemuruh, dan alat makan yang bertemu dengan piring saat makan malam sedang berlangsung.

"Kamu main aja sana sama Juhoon. Biar saya yang beresin." Ucap Doyoung saat gue dan Juhoon udah selesai makan.

Selama makan malam, hanya 2 hal yang menjadi titik fokus Doyoung. Makanan yang ada di hadapannya, dan Juhoon. Iya, dia selama makan malam terus memperhatikan Juhoon untuk melihat apa anaknya makan dengan baik—dalam artian banyak makan atau nggak. Sementara Juhoon selama makan malam hanya melihat ke makanannya dan ke gue, sesekali sambil bercanda sedikit. Sedangkan gue? Gue terus memperhatikan Doyoung dan Juhoon. Bahkan makanan gue bukan menjadi titik fokus gue saat itu.

Second Heartbeat | Kim DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang