16. And When You Smile...

8.3K 1.2K 41
                                    

"Maafin ayah ya, Juhoon."

Setelah berdiri mematung tanpa melakukan apapun selain memperhatikan apa yang Doyoung lakukan ke Juhoon, akhirnya gue mengetuk pintu kamarnya pelan. Tentu gue mengetuknya setelah Doyoung gak berkata-kata lagi,

Gue memasang tampang layaknya orang baru datang—padahal gue berdiri di depan pintu kamarnya dari tadi. Doyoung tentu gak tau dengan kehadiran gue, karena posisi tidur dia memunggungi pintu.

"Doyoung?" Panggil gue tapi gak ada jawaban.

Ketika gue mendekat, matanya tertutup rapat. Bisa banget ini akting pura-pura tidurnya. Akhirnya gue menepuk pundaknya dengan halus dan berusaha 'membangunkan' Doyoung yang tertidur, atau pura-pura tidur.

"Doyoung, saya udah bikin makan siang. Bangun, makan dulu." Sambil menepuk pundaknya dengan halus.

"Hm?" Akhirnya Doyoung menanggapi. Mata sebelah kanannya terbuka perlahan, sementara yang kiri masih tertutup. Bisa banget dia aktingnya, perlu diberi penghargaan aktor terbaik tahun ini.

"Bangun. Makan dulu."

Akhirnya Doyoung berusaha untuk bangun dari tidurnya, tentu dengan penuh kehati-hatian agar anak laki-lakinya yang sedang tertidur disebelahnya gak terbangun—tapi kan Juhoon mau gue bangunin juga untuk makan siang.

Doyoung berusaha untuk bangun, setelah bangun, dia menyandar pada headboard sambil mengusap-usap matanya.

"Masih pusing?" Tanya gue.

Doyoung hanya menggeleng tanpa menjawab dari pertanyaan gue.

Dengan cepat tangan gue meraih dahinya untuk mengetahui apa dia masih panas atau nggak. Suhu tubuhnya kini udah lebih rendah dibandingkan sebelumnya. Sebelumnya panas banget, bisa kali gue goreng telur ceplok di dahinya—saking panasnya.

Doyoung awalnya kaget dengan sentuhan tangan gue yang tiba-tiba, matanya sedikit membulat dan dia berusaha untuk menutupinya tapi gue udah sadar duluan sebelum dia menutupinya dengan cara menunjukan ekspresi muka yang biasa-biasa aja.

"Udah gak panas. Makan dulu habis itu minum obat lagi." Suruh gue. Kapan lagi kan gue nyuruh-nyuruh Doyoung.

"Juhoon gimana?" Tanyanya sambil menegakan tubuhnya.

"Nanti saya bangunin."

🍑🍑🍑

Doyoung udah gak panas, begitupun dengan Juhoon. Doyoung juga katanya udah gak pusing, berbeda dengan Juhoon yang masih merasakan sakit nyut-nyutan di kepalanya yang mungil.

"Tante, Juhoon gak bisa makan lagi." Ucap Juhoon pelan sambil melihat ke arah gue.

"Gak apa-apa, nanti bisa makan lagi." Sambil tersenyum kecil ke arahnya.

Gak lama setelah percakapan gue dan Juhoon, Doyoung selesai dengan makannya. Dia taruh sendok yang dia gunakan untuk makan di atas piringnya. Punggungnya menyentuh sandaran kursi. Kedua tangannya dia lipat di depan dadanya.

"Kamu mau tambah lagi gak, Doyoung?" Gue yang sadar dengan Doyoung yang udah selesai dengan makannya langsung menawari dia kalau seandainya dia masih ingin makan dan ingin nambah.

"Nggak Lila, makasih. Saya udah kenyang."

"Mau buah gak?" Tanya gue lagi.

"Nggak."

"Biskuit? Mau biskuit?"

"Nggak Lila, saya udah kenyang."

"Yoghurt? Mau?"

Second Heartbeat | Kim DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang