47. I Thanked You

7.5K 1K 26
                                    

Anggota keluarganya Doyoung banyak. Gue udah kenalan sama tante-tante, om-om, sepupu-sepupu, dan sama keponakan-keponakannya Doyoung yang lucu-lucu banget.

Sekarang Doyoung berjalan di depan gue menuju lantai atas karena gue meminta ke Doyoung kalau gue ingin bertemu dengan Juhoon. Doyoung langsung mengiyakan permintaan gue itu.

Disinilah sekarang gue dan Doyoung berdiri, di depan pintu kamar Juhoon.

Juhoon udah di rayu oleh Doyoung , Tante Sera, Om Daniel, dan sepupu-sepupunya Doyoung agar mau bermain dengan yang lain di bawah. Tapi dia menolak dan memilih untuk menyendiri di dalam kamarnya. Perasaan bersalah semakin menghantui gue. Gue berpikir kalau Juhoon bersikap kayak gini karena gue gak mengiyakan permintaan dia untuk menjadi bundanya kan?

Jujur aja, keputusan itu bukan keputusan mudah yang bisa gue ambil. Ada tanggung jawab yang harus gue pikul kalau gue mengiyakan permintaannya Juhoon. Dan gue gak tau apakah gue sanggup untuk menjadi bundanya Juhoon atau nggak.

Tok tok tok

Doyoung mengetuk kamarnya Juhoon pelan. Gak lama setelah Doyoung mengetuknya, ada sautan dari dalam kamarnya Juhoon.

"Siapa?" Tanyanya.

"Ayah."

Doyoung gak bilang kalau gue juga bersama dia sekarang. Karena besar kemungkinannya Juhoon akan menolak keluar kamar kalau tau ada gue disini. Jadi Doyoung berlagak kalau dia datang ke kamarnya Juhoon hanya seorang diri.

"Boleh masuk?" Tanya Doyoung.

"Boleh."

Doyoung membuka kamarnya Juhoon perlahan dan begitu pintunya terbuka, dia masuk duluan ke kamar putranya itu. Dari luar kamarnya, gue melihat kalau Juhoon sedang asyik menyusun Lego miliknya. Kepalanya gak menoleh ke belakang sama sekali sehingga dia gak tau kalau gue juga ada disini.

Waktu Doyoung masuk, gue juga masuk kamarnya Juhoon.

Doyoung duduk di atas kasurnya Juhoon, sementara gue duduk di sebelahnya Juhoon. Dia masih belum sadar kalau yang duduk di sebelahnya bukan ayahnya, tapi gue. Gue duduknya juga agak di belakang dia, jadi duduk kita gak sejajar.

"Juhoon." Panggil gue lembut.

Tangannya yang tadinya aktif menyusun Lego, langsung berhenti seakan-akan suara dan kehadiran gue ini sama sekali gak dia harapkan.

Juhoon menatap gue dengan perasaan kesal dan ingin marah.

"Juhoon nggak mau ketemu Tante Lila!" Ujarnya langsung berdiri dan berlari ke ayahnya yang masih duduk di atas kasur. Tangannya yang memegang bagian Lego dia lempar begitu aja ke lantai.

Lalu Juhoon naik ke atas kasurnya dan duduk dipangkuannya Doyoung. Tangannya memeluk ayahnya dan kemudian dia menangis disitu.

Gue ikutan duduk di sebelah Doyoung. Tangan gue meraih punggungnya yang kecil dan mengusapnya pelan.

"Juhoon marah ya sama Tante Lila?" Tanya gue pura-pura nggak tau.

Tapi gue gak mendapatkan jawaban dari Juhoon satu kata pun.

Doyoung menatap gue dengan penuh prihatin. Merasa iba dengan hubungan gue dengan Juhoon sekarang.

Gue mendekatkan wajah gue ke Juhoon, berusaha merayunya agar seenggaknya mau melihat ke gue.

"Juhoon." Panggil gue lagi.

"Juhoon, kalau ada orang ngobrol sama Juhoon, diliat orangnya sayang. Nggak sopan kalau nggak diliat." Doyoung membuka suaranya dan sekaligus menasehati Juhoon.

Second Heartbeat | Kim DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang