Omongan Pedas

52.2K 3.5K 164
                                    

Haiii haii
Mon maap ya baru update😂
Cuss.lahhhh...

Eksesusi Juragan😂😂
Vote yang bwanyakk ya😅😅

Lope you all😘

Canggung-

Satu kata yang paling tepat untuk mendeskripsikan keadaan Seto dan Secha.

Jalanan kota Solo yang lenggang nyatanya tak membuat Seto tertarik untuk mengemudi lebih cepat, dirinya menikmati setiap detik yang berlalu bersama Secha di dalam mobil, meski sedikit canggung.

Seto berdehem, mencoba mendapatkan perhatian Secha yang nampak anteng menatap luar jendela.

"kamu pengen makan sesuatu?"

Secha menoleh, ia berpikir sejenak, namun kemudian menggeleng, membuat Seto menghela nafas pendek.

Tangan kirinya menggapai tangan kanan Secha dan menggenggamnya erat. Mau tak mau Secha menurut.

"Jangan diamkan aku. Jangan diam saja.. Bicaralah sesuatu.", lirih Seto menatap dalam netra Secha dengan sendu. Kebetulan mereka berhenti dilampu merah.

Secha diam, ia mengambil nafas panjang.

"Selama dua tahun kita menikah, bahkan kita tidak pernah mengobrol mas, berbicara hanya seperlunya. Lalu kenapa sekarang mas perotes saat aku diam saja? Bukankah sejak dulu memang aku selalu diam? Bukankah mas yang selalu mengatakan kalau aku hanya boleh diam dan menuruti semua perkataan mas?"

Skak mat!

Seto menelan ludahnya kasar.

Ia kembali memacu mobilnya dengan kecepatan rendah, dan tangan yang masih setia menggenggam tangan Secha.

Mereka berdua kembali dalam mode diam.

Entah mengapa setitik rasa bersalah menyambangi hati Secha, saat melihat ekspresi Seto yang berubah muram dan murung.

"Maafkan aku___"

Secha kembali menoleh pada Seto. Lelaki itu hanya mencuri pandang sedikit, lalu kembali fokus pada jalanan.

"___andai bisa aku menarik semua kata-kata menyakitkan yang pernah aku ucapkan padamu__"

Secha diam, ia tak ingin menanggapi perkataan Seto, sudah cukup. Ia tak ingin bibirnya mengeluarkan kata-kata pedas lagi, meski yang ia bicarakan adalah fakta.

Setelah lama terdiam, akhirnya Secha angkat bicara, entah kenapa terlalu lama diam dalam keadaan seperti ini justru membuatnya merasa bersalah.

"Aku mau Bakso tetelan Pak Ruk."

Seto menoleh dengan segaris senyum lega. "Iya, kita makan baso sekarang.", ujarnya bahagia.

****

Secha mengerutkan alisnya bingung. Ia menatap horor halaman rumahnya, ada 5 mobil pick-up yang terparkir disana.

"Ada apa ini?", tanya Secha lirih pada dirinya sendiri. Tanpa basa basi, wanita hamil itu turun dari mobil Seto dengan raut wajah bingung bercampur emosi, disusul Seto dibelakangnya.

"Ada apa ini Gas? Barang-barang siapa ini?! Dan kenapa barang-barang saya dikeluarkan semua?!", tanya Secha garang pada Bagas yang nampak mengomando orang-orang asing di dalam rumahnya yang sedang menata TV, meja, sofa, kulkas, mesin cuci, kasur, dan segala macam perabotan lainnya, dan beberapa orang yang sibuk mengeluarkan tempay tidur, tikar, dan perabotan sederhana yang belum lama Secha beli.

Bagas tersenyum canggung, ia hanya menatap Secha dan Seto bergantian, Berharap tuannya menjelaskan sendiri kepada wanita hamil yang berstatus istri majikannya ini.

"Ini semua punya kamu.",potong Seto seolah paham ekspresi Bagas.

Secha menoleh dengan helaan nafas frustasi, ia menatap Seto penuh arti.

"Mas?", tekan Secha seolah meminta penjelasan.

"Aku hanya memberikan fasilitas yang layak untuk kamu, untuk calon anak kita__

Secha mengangkat telapak tangannya, pertanda ia akan bicara.

"Jadi menurut Mas, barang-barangku tidak layak?! Barang-barang yang aku beli dari hasil keringatku sendiri itu tidak layak?! Iya?!"

Seto menggeleng, "bukan itu Cha maksud mas. Dengarkan dulu.."

"Mas yang dengerin aku!", sergah Secha dengan nada meninggi.

Seto mengalah, ia menarik Secha ke dalam mobil kembali, ia tak ingin dirinya dan Secha jadi tontonan.

Secha tak memberontak.

Setibanya dimobil Secha menatap Seto frustasi.

"Mas ini kenapa sih? aku nggak suka diginiin mas.. Mas lancang.", ucap Secha gemas.

"Cha.. Dengarkan aku..."

Secha diam, ia menoleh kearah lain.

"Cha.. Jika kamu menolak pulang.. Maka izinkan mas memberi fasilitas yang layak untuk kamu dan calon anak kita disini..bukan mas bermaksud lancang.. Mas hanya ingin yang terbaik untuk dia."

Secha mendengus tak berniat menanggapi.

"Bagaimana pun juga kamu masih istriku.. Kamu masih tanggung jawabku."

"Kemana saja Mas selama ini, kenapa baru hari ini mengakui kalau aku istri Mas?", jawab Secha acuh.

Seto menghela nafas, ia bertanya-tanya, kemana perginya Secha yang lembut, halus, dan penurut? Kenapa kini Sechanya sengak dan galak? Hormon kehamilan kah? Entahlah.

Seto benar-benar harus banyak-banyak menstok kesabaran untuk menghadapi omongan pedas Secha itu, omongan pedas yang sebenarnya memang fakta.

Kita turun ya.. Jangan marah-marah.. Mas minta maaf oke? Kita tata kembali barang-barang yang masih ingin kamu gunakan.", bujuk Seto.

Secha hanya diam tak bereaksi.

"Cha.."

"Iya-iya!", gertaknya.

Secha menoleh kesal saat tangannya ditahan oleh Seto.

"apalagi Mas?", tanya Secha enggan.

"jangan marah-marah... Jangan bersedih... Itu menyakitiku."

Karena banyak yang benci kata CUT maka aku ganti

TBC!

(un)Loved Wife [END/COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang