10 - Kasta

5.3K 537 34
                                    

"Ya ampun Jisoo badanmu panas sekali nak?" Jibsa memegangi dahi putrinya itu dengan wajah yang sangat khawatir dan berkerut.

"Ah tadi kan hujan Bu jadi aku kena hujan sedikit." bohong, ya Jisoo terpaksa berbohong, tapi karena apa? Tentu saja menjaga hubungan baik antar pertemanan kedua orang tua Seokjin dan Jisoo

"Baiklah kalau begitu, Ibu akan membuatkan makanan untukmu dan membeli obat sebentar. Ganti bajumu Jisoo lalu berbaringlah di kasurmu ya." Jibsa memberi komandu pada putrinya agar beristirahat dan Jisoo segera menuruti perkataan Ibunya itu.

Dengan gontainya Jisoo berjalan ke kamarnya dan mengganti pakaian basahnya. Untung saja tadi hujan turun jadi Jisoo bisa sedikit berbohong tentang dirinya yang dibasahi oleh Lisa dan Umji dengan air pel.

Jisoo sengaja tidak mengadu karena itu sia-sia, kastanya dan Lisa atau pun Umji sangat berbeda, Lisa seperti seorang putri dan Jisoo hanyalah seorang pelayan rendahan jadi tidak ada gunanya melawan.

Setelah mengganti baju Jisoo buru-buru merebahkan tubuh rintihnya ke atas kasur, dia terlalu lemas untuk bergerak.

Kepalanya begitu pusing dan panas bukan main, badannya sangat dingin luar biasa, dan semua sendinya serasa sangat sakit. Dan tanpa disadari setetes demi setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya yang nanar.

"Sakit sekali hiks hiks..." Jisoo hanya bisa menangis, hanya itu yang dia punya saat ini, dia hanya bisa menangis.

"Jisoo, astaga nak jangan menangis." Jibsa mengelus pelan pelipis dahi buah hatinya dengan perasaan yang sangat cemas, ya dia sangat mencemaskan buah hatinya.

Jisoo menangis bukan hanya karena seluruh badannya yang sakit tapi juga mentalnya yang terluka akibat pembullyan terhadap dirinya di sekolah.

Seokjin tidak henti-hentinya mengganggu dan membully Jisoo, contohnya menjitak sembarangan kepala Jisoo, mencoret-coret mejanya, merusak tas dan yang parah seperti kemarin, disirami oleh air pel yang bau oleh Lisa dan Umji. Mental Jisoo juga terluka walau dia punya cukup banyak teman disekolah yang membantunya, ya sangat terluka.

"Ayo makan dulu, jangan menangis sayang, Ibu ada disini." Jibsa menengangkan Jisoo sambil menyuapi nasi pada Jisoo.

"Ayah hiks hiks Ayah." kata-kata Jisoo itu benar-benar membuat Jibsa terteguh bukan main dan entah kenapa Jisoo sampai mengucapkan lima huruf yang menyebut kata Ayah itu tapi untuk saat seperti ini Jisoo butuh perlindungan seorang Ayah.

Jibsa seketika memeluk Jisoo dengam erat dan air matanya ikut mengalir, mereka menangis bersamaan dalam dekapan seolah merindukan sosok Ayah dan Suami.

"Jaewook, kenapa kau pergi? Kenapa kau pergi meninggalkan Jisoo dan aku, sunggu kami sangat membutuhkanmu, sangat." Jibsa bergumam didalam hati sambil mengingat-ingat sosok Jaewook, lelaki yang dia cintai.

"Sudah ya nak, jangan menangis lagi agar Ayahmu tidak sedih melihat kondisimu saat ini." Jibsa menasehati Jisoo dan berusaha tegar, namun berusaha untuk menutupi kesedihan dan menutupi bahwa dirinya sedang menangis bukanlah Jibsa.

"Jibsa, kau dirumah? Aku membawakan nasi kari dari restoranku mungkin kau akan suka dengan Jisoo." Jibsa mendengar suara ketukan dan teriakan dari luar, dapat Jisoo pastikan itu adalah Changwook.

Jibsa melepas pelukannya pada buah hatinya dan juga menyekat air matanya agar Changwook tidak curiga kalau dia sedang menangis saat ini.

"Iya sebentar." ucapnya lagi sambil menahan isak dan Jibsa pun sudah membuka pintu rumahnya saat ini. Dapat dia lihat pribadi gagah itu sedang mengalunkan senyuman hangat ke arahnya sembari menenteng makanan namun beberapa saat kemudian raut wajah bahagia itu berubah dengan raut wajah cemas.

The Poor And The Rich (JinSoo) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang