Jisoo pulang ke rumah dengan perasaan yang hancur, sangat hancur. Jika disuruh memilih jujur saja Jisoo lebih memilih dia dibully saja dari pada harus kehilangan semua temannya, teman kesayangannya, sahabat sejatinya.
Dan sekarang Jisoo benar-benar sendiri. Tidak ada yang dapat membantunya lagi. Semuanya kosong sekarang, tak ada tempatnya untuk bersandar mau pun mengadu.
Jisoo tidak langsung pulang ke rumah, dirinya berjalan ke sengai Han sambil menatap pinggiran sungai di tempat yang agak sepi.
Matanya sembab, wajahnya sangat pucat, seragamnya kotor bukan main, botol minumnya entah sudah berceceran kemana-mana.
Jisoo meraung sekuatnya dan menangis hebat disana. Setidaknya diluar pekarangan sekolah Jisoo bisa meraung dan menangis sepuasnya.
"Kenapa? Apa salahku sampai aku dibully dan kehilangan semua temanku? Kenapa tuhan? Hiks hiks, apakah aku pernah melakukah kesalahan dimasa lalu sehingga kau memberi hukuman seberat ini? Arghh aku mohon maafkan aku tuhan, aku mohon..." hanya pada yang di atas Jisoo mampu mengadu saat ini.
Rambut gadis itu nampak acak adul. Dilemparnya beberapa batu kerikil ke sungai sambil terus menangis. "Air." gumamnya pelan.
"Aku takut air, aku tidak bisa berenang dan aku bisa saja tenggelam." pikiran Jisoo sangat kacau saat ini. Dia melepas tasnya dan menyentuh air sungai dengan jarinya. "Airnya dingin, dingin sekali. Apa karena saat ini musim dingin?"
Jisoo kembali bermain-main dengan air dan nampak sangat tertarik ingin menceburkan dirinya ke dalam air. Mungkin dengan hal itu pikiran Jisoo akan sedikit lebih tenang.
Jisoo melepas sepatunya dan mencelupkan kakinya ke dalam sungai, sedikit demi sedikit betis Jisoo sudah tertutup oleh air namun saat air sudah mengenai roknya Jisoo berhenti. Dia pun kembali ke permukaan. "Tidak boleh, kau tak boleh melakukan ini Jisoo! Tidak boleh hiks hiks."
Setelah itu Jisoo buru-buru memakai sepatunya dan mengambil tasnya. Jisoo segera bergegas pergi dari tempat itu. Jisoo hampir saja melakukannya, hampir saja dia membunuh dirinya sendiri.
****
"Kejutan!!" Jisoo kaget luar biasa saat membuka pintu rumah. Balon nampak sudah berjejer memenuhi ruangan rumah dan nampak Jibsa memegang sebuah kue yang lumayan besar. Bisa ditebak itu adalah buatan Nenek Sua dan Jibsa. Sedangkan Changwook nampak memegang benda peledak khusus untuk orang ulang tahun dan Nenek Sua nampak sedang duduk sambil menyantap hidangan.
"Saengil chukahamnida Jisoo, uhuu putriku sudah bertambah umur ya. Sudab Sweet Seventean. Uhh ibu sangat sayang padamu." kata Jibsa sembari memeluk Jisoo yang masih mematung.
Sesaat Jisoo hanya diam namun beberapa saat kemudian Jisoo menangis hebat didalam pelukan Jibsa. Jisoo lupa kalau selama ini Jibsa dan Changwook selalu ada untuknya.
Dimana pun kau berada dan disaat kau ada masalah hanya keluargalah yang pasti akan mengulurkan tanganmu, hanya keluargalah tempat kau bisa mengadu.
Jisoo benar-benar bersyukur karena dia masih punya Jibsa, punya Changwook, dan punya Nenek Sua. Dia sangat bersyukur. Jisoo tak henti-hentinya menangis, melampiaskan semuanya didalam pelukan hangat Jibsa, seolah dia sedang melampiaskan semuanya sekarang.
"Hei, kau kenapa nak? Kenapa menangis seperti ini?" tidak ada yang mampu membantah pirasat seorang ibu. Walau Jisoo tidak menceritakan tentang apa yang terjadi disekolah bukan berarti Jibsa tidak peka. Saat pulang tubuh Jisoo agak hasah kuyup apa lagi rambutnya. Jisoo membersihkan rambutnya tadi di sekolah saat terkena telur busuk jadi wajar saja rambut dan tubuhnya agak basah, tapi tetap saja Jibsa sedikit curiga.
![](https://img.wattpad.com/cover/191700979-288-k47519.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Poor And The Rich (JinSoo)
फैनफिक्शनKim Seokjin, lelaki kaya dan memiliki orang tua yang cukup berpengaruh di dunia. Namun hal itu membuat dia sombong dan besar kepala. Apa pun yang dia inginkan harus terpenuhi, ya SEMUANYA. Kim Seokjin sangatlah terkenal di SMA-nya dan sangat disegan...