22 - Prestige

4.3K 439 10
                                    

Menutup pintu toko, hal itulah yang Jisoo lakukan setiap jam sembilan malam, namun malam ini berbeda, karena ada Seokjin yang ikut menemaninya.

"Jadi kau pulang selarut ini? Sendirian? Dan berjalan kaki?" bertubi-tubi pertanyaan dilancarkan oleh Seokjin, membuat Jisoo seketika terkesiap.

"Iya, sudah beberapa minggu ini." Jisoo hanya membuka mulut dan berbicara seadanya.

"Aku tidak bawa mobil, jadi akan aku akan menemanimu ke rumahmu saja dengan berjalan kaki." entah walau pun Seokjin menyampaikan hal itu dengan kata-kata dingin tapi mendengarnya membuat hati siapa saja akan menghangat. Nadanya terdengar seperti 'gengsi' ?

"Tapi bukannya kau sangat tidak suka yang namanya merepotkan?" pertanyaan Jisoo itu sukses membuat Seokjin meneguk salivanya. Mulutnya membuka dan ingin menjawab sesuatu namun tertahan lagi.

Seokjin lalu menghelang nafas kasar dan menatap Jisoo tajam. "Ya sudah kalau tidak mau di antar! Kau pulang saja sendiri! Biar aku berjalan le arah rumahku." kata Seokjin dengan amarah yang menggebu-gebu.

"Ayolah Seokjin jangan marah, kau itu sudah tua." sindiri Jisoo balik dan hal itu sukses membuat mata Seokjin menatap dengan lebih sinis dan tajam seolah matanya siap menembakkan lesernya.

"Arraseo arraseo! Aku akan pergi saja!" katanya lagi dengan nada keras kepala dan ketusnya

Seokjin pun pergi meninggalkan Jisoo di bawah redupnya lampu jalan. Jisoo ingin sekali menghalanginya dengan cara menahan tangan kekarnya tapi dengan kasarnya pria itu menepis tangan mungil Jisoo, membuat gadis itu terungkur diatas jalan aspal.

"Seokjin-ah, mianhe." Jisoo meminta maaf dengan nada lirih sembari memegangi lututnya yang agak membiru karena terbentur aspal, bahkan sedikit berdarah.

"Pulang sana!" kali ini Seokjin menaikan nada bicaranya, seolah dia adalah penguasanya.

Seokjin menutupi kepalanya dengan kupluk jaket merahnya lalu berjalan pergi meninggalkan Jisoo yang masih mengadu sakit.

"Hiks hiks, mianhe. Ughh sakit sekali hiks hiks." entah karena sakit dikaki atau pun sakit hati karena di bentak Seokjin tadi, tapi saat ini Jisoo justru menangis tersedu-sedu.

Jisoo mencoba bangkit walau rasanya sangat sakit, seperti tulang rusuknya di cabut satu-satu. Jisoo lalu berjalan pulang dengan membungku-bungkunya karena menahan kaki kanannya yang lebam itu.

Sementara itu Seokjin berjalan dengan kesalnya. Bibirnya tak henti-hentinya mengercup dan beberapa buah kerikil selalu di tendangnya, seolah menjadi pelampiasannya.

"Menyebalkan sekali! Aku membaikinya malah dia yang macam-macam banyak pertanyaan, merepotkan saja!" dan yang Seokjin lakukan sekarang hanya mendumel sendiri seperti seorang anak yang sedang enak-enaknya di depan TV tapi tiba-tiba di suruh pergi ke toko untuk membeli keperluan.

"Aaahhhhhh---"

Seokjin tersentak, itu adalah suara teriakan Jisoo. Bola mata lelaki itu membulat luar biasa, dengan kaki panjangnya lelaki itu pun berlari, memotong setiap jalan dan berjalan ke arah sumber suara itu.

"Jisoo! Kau dimana?" teriak Seokjin lantang.

"Hiks hiks--" Seokjin tersentak saat mendengar suara tangisan di dekat lampu jalan.

"Jisoo?" Seokjin mendekat, lalu menatap kedaan gadis itu saat ini. Kaki dan tangan yang berdarah serta rok yang dia kenakan sudah robek. Untungnya Jisoo mengunakan celana pendek.

"Kau kenapa?"

"Kakiku sakit, saat aku berjalan dengan bernjinjit tiba-tiba kakiku tersandung botol kaleng dan membuat aku terjatuh ke arah kursi itu. Rok yang aku kenakan menyangkut di kursi lalu aku terjatuh tepat di aspal." Jisoo mengadu, seolah tengan mengadu pada Ibunya bahwa ada yang mengganggunya di sekolah.

The Poor And The Rich (JinSoo) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang