Suara ketukan pintu yang cukup nyaring dan terdengar tak sabaran, membuat Nadhifa dan Faisa yang tengah menikmati sarapan sambil berbincang ringan seketika menghentikan aktivitasnya. Lalu saling beradu pandang, seolah menanyakan siapa sosok yang bertamu sepagi ini.
Keduanya akhirnya beranjak dari duduknya. Berjalan beriringan menuju pintu depan yang masih saja diketuk oleh seseorang di balik pintu.
Dan saat pintu tersebut dibuka, seorang laki-laki mengenakan kaos berwarna hitam dengan rambut yang tampak berantakan, terpanpang di hadapan kakak beradik itu.
"Dhif..." panggil laki-laki itu.
Nadhifa seketika merasa gugup saat tau siapa sosok yang tengah bertamu sepagi ini, iapun menatap sekilas ke arah Faisa yang ada disampingnya, lalu kembali menatap sosok laki-laki di hadapannya dengan degup jantung yang entah mengapa semakin menggila.
"Ada apa?" tanyanya.
"Aku ingin melamarmu." ucap laki-laki itu tanpa basa-basi.
Nadhifa mengerutkan keningnya mendengar ucapan laki-laki itu. Antara kaget dan bingung karena tiba-tiba mendapat ajakan yang bukanlah hal yang bisa diremehkan.
"Aku ingin melamarmu, Dhif. Aku ingin mengajakmu menikah," laki-laki itu kembali bersuara--memperjelas ajakannya yang sebelumnya dia lontarkan.
Nadhifa hanya mampu tercengang dengan pernyataan tersebut. Bahkan degup jantungnya yang sebelumnya telah menggila semakin menggila karenanya.
"Dhifaaa... aku--"
"Maaf sebelumnya, bisakah kamu masuk ke rumah dan duduk terlebih dahulu sebelum membahas ajakan itu pada adikku?" sela Faisa saat sadar jika kurang sopan jika harus membahas hal demikian dalam keadaan tamu tersebut masih berdiri di teras rumah dan dia belum menjamunya.
"Jangan Kak! Gak perlu!" cegah Nadhifa saat Faisa memperlebar pintu untuk mempersilahkan tamu itu masuk. Membuat Faisa heran dengan sikap adiknya itu.
"Dia lagi ngeprank aku, Kak." dusta Nadhifa, tak ingin melanjutkan obrolannya dengan tamu tersebut.
"Iyakan Bar? Kamu lagi bercandain aku kan?" ucap Nadhifa berusaha meyakinkan Faisa seraya menatap sosok Albar.
Ya, sosok laki-laki yang bertamu sepagi ini dan tengah berdiri di hadapan Nadhifa dan Faisa adalah Albar. Sosok yang akhir-akhir ini slalu dihindari oleh Nadhifa.
"Aku gak bercan--"
"Udah deh, Bar... Kamu pulang aja. Entar tunangan kamu kesini. Lagian kalau mau bercanda itu liat-liat doang. Udah-udah sana kamu pulang." usir Nadhifa berusaha meredam perasaannya yang seakan menolak kepergian Albar.
"Dhif..."
"Udah sana pulang." Nadhifa hendak menutup pintu. Namun, tangan Albar dengan cepat menahannya.
"Aku serius melamarmu, Dhif. Aku ingin mengajakmu membina rumah tangga. Aku ingin mengajakmu beribadah, menyempurnakan separuh agamamu dan agamaku. Aku ingin mecintaimu dalam kehalalan. Aku---"
"Stop, Bar!" sentak Nadhifa dengan suara yang cukup lantang. Deru nafasnyapun memburu. Dan tangannya gemetar menahan gejolak dalam dirinya.
"Kamu itu udah punya tunangan. Jadi jangan aneh-aneh. Dan tolong, jangan ganggu aku lagi." ucapnya seraya meremas pinggiran jilbab yang dia kenakan. Menekan dalam-dalam perasaannya yang kian memberontak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Bertasbih [Completed]
SpiritualSeperti ribuan tasbih yang terlantunkan. Seperti itulah aku berdoa agar takdir membawa namamu dalam garis yang Allah tetapkan untukku.