B A G I A N • 5 •

11.4K 929 33
                                    

"Ferly?" tanya Aldo setelah melihat Albar mematikan sambungan telfonnya.

"Yayalah... Sapa lagi sih yang ngintil sama nih kutu kalau gak cewek itu," saut Gerry sambil melirik Albar yang tengah menikmati pisang goreng.

"Mending Ferly kasih ke gue aja deh. Dari pada lo buang-buang kaya gitu, kan jadi mubazir." Albar menatap Gerry. Lalu kembali memakan pisang goreng tanpa mengatakan apapun.

Seseorang yang menelfonnya tadi memanglah Ferly. Gadis itu mengabarkan bahwa, sepulang dia kuliah dia akan datang ke kampusnya untuk memberinya sesuatu. Albar sudah sempat menolak. Namun, Ferly mengatakan bahwa barang tersebut harus diberikan kepada Albar dan harus hari ini juga terima. Hingga akhirnya membuat Albar hanya bisa mengiyakan saja.

Sebuah tepukan di bahu kirinya, membuat Albar menolah kepada Aldo yang memang duduk di sebelahnya.

"Kalau kata gue sih. Lo harus ngomong ke Ferly kalau lo gak suka sama dia."

"Bukannya gue udah pernah ngomong itu ke dia?"

Aldo tampak menggaruk kepalanya, "Ya sih ya... Ah tau deh gue gak pengalaman masalah cewek!"

Terdengar suara tawa dari sebrang meja, yang tak lain adalah suara tawa dari Gerry yang tengah sibuk dengan ponselnya. Albar dan Aldo yang mendengar tawa tersebut saling pandang, lalu menatap Gerry seksama.

"Mangkannya jangan sok nasehatin kalau pengalaman aja baru sekali dan gak bisa move on."

Spontan Aldo melempar sedotan yang ada di atas meja ke arah Gerry.

"Lo berdua harusnya tanya sama gue masalah cewek. Kan gue paling berpengalaman," ucap Gerry membanggakan diri dengan gelarnya sebagai playboy. Padahal gelar tersebut tidak ada artinya jika dibandingkan dengan gelar seseorang yang taat kepada Allah.

"Playboy kok lo banggain sih, Ger." ucap Albar.

"Biasalah, Bar. Otak eror gitu."

Bukannya tersinggung dengan sindiran Albar maupun Aldo. Gerry malah mengembangkan senyumnya. "Gini ya para kutuku tercinta. Gue begini itu sedang mencari seseorang yang pas bu--"

"Pas kepala lo peang?" sergah Aldo memotong pembicaraan Gerry. "Cari yang pas gak gitu caranya, Ger. Masa langsung lo pacaran semua?"

Gerry terkekeh lalu menatap satu persatu sahabatnya.

"Mungkin itu emang cara gue buat cari yang pas. Jadi ya gak bisa deh gue rubah. Kan setiap orang punya cara tersendiri untuk mencapai apa yang diinginkan. Dan cara gue ya kaya gitu. Macarin cewek-cewek itu."

"Lagian gue itu kasian kalau mereka gak gue pacarin." ucap Gerry memberi jeda sambil menatap kedua sahabatnya yang ternyata menunggu apa yang selanjutnya akan dia ucapkan. "Sebagai lelaki sejati, masa gue tega bikin mereka ngemis-ngemis. Kan kasian, jadi ya gue pacarin aja semuanya."

Albar geleng-geleng kepala mendengar ucapan Gerry. Sungguh sahabatnya sejak SMA itu tak berubah. Ia tidak habis pikir, bagaimana jadinya jika Allah membalik posisi Gerry.

"Bar..." Albar menoleh.

"Lo harus bisa tegas sama si Ferly. Masa lo nurut aja apa yang dia omongin. Seharusnya lo berontak saat dia kaya gitu."

"Gue udah pernah berontak, dan akhirnya apa? Dia nangis gak mau makan. Bahkan keluar dari kamarpun gak mau. Orang tuanya khawatir dan dateng ke rumah minta tolong sama gue. Gue sendiri udah jelasin kalau gue gak ada perasaan sama sekali ke Ferly. Dan mereka bisa ngertiin itu, tapi mereka juga minta tolong ke gue buat slalu ada buat Ferly."

"Nah itu masalahnya!" seru Gerry.

"Yakan, Do?" Gerry menoleh ke arah Aldo, mencari dukungan.

"Yakan apaan?"

Takdir Bertasbih [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang